Tinta Media: moderasi beragama
Tampilkan postingan dengan label moderasi beragama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label moderasi beragama. Tampilkan semua postingan

Jumat, 04 Oktober 2024

Moderasi Beragama, Solusi Dekadensi Moral Remaja?

Tinta Media - Hari ini masyarakat dikenyangkan oleh berbagai kabar mengenai perundungan, pelecehan, seks bebas, aborsi dan tindakan kriminalitas lainnya yang banyak dilakukan oleh para remaja. Hal ini membuka lebar mata kita, menyoal dekadensi moral yang makin parah di kalangan remaja, termasuk pelajar. Mengingat mayoritas dari pelajar adalah para remaja.

              Remaja yang memiliki potensi besar membentuk peradaban maju, justru berperilaku berkebalikan yang mencerminkan adanya pemahaman dan pemikiran buruk pada diri remaja saat ini. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut pemerintah memberi solusi dengan penanaman moderasi beragama melalui institusi pendidikan.

              Sebagaimana yang dikabarkan Republika.co.id pada Rabu (11/09), telah diselenggarakan kegiatan sosialisasi moderasi beragama di Balikpapan, Kalimantan. Kegiatan ini dihadiri oleh ibu Iriana Joko Widodo, ibu Wury Ma’ruf Amin, serta para istri menteri yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM) “Kegiatan Sosialisasi Moderat Sejak Dini’ ini mengusung tema “Cinta Tuhan Dengan Mencintai Indonesia”, yang diikuti oleh 500 pelajar lintas agama dari sekolah SMA dan MA se-Kota Balikpapan di bawah naungan Kemenag dan Kemendikbudristek.

              Adapun tujuan dari kegiatan ini yang sengaja disasarkan pada kalangan pelajar, disampaikan oleh Eny Retno Yaqut, istri Kemenag Yaqut dalam sambutannya. Yakni supaya para pelajar tertanamkan nilai moderasi beragama sejak dini. Dengan hal itu diharapkan dapat membentuk para pelajar yang mencintai toleran dan damai. Dan para pelajar yang mengikuti sosialisasi ini bisa mempraktikkan nilai-nilai moderasi beragama dengan sikap toleransi, anti kekerasan, komitmen kebangsaan dan penerimaan terhadap tradisi lokal, serta menjadi duta moderasi di sekolah masing-masing.

              Eny juga mengatakan bahwa Kemenag berkomitmen untuk terus memfasilitasi nilai-nilai moderasi, salah satu buktinya  yakni dengan kegiatan sosialisasi tersebut. Ibu Iriana juga memastikan bahwa acara sosialisasi moderasi semacam ini akan ada untuk selanjutnya.

Benarkah Menjadi Solusi?

              Kita tahu betul bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga sebagai seorang muslim sudah selayaknya dan sepatutnya menjadikan Islam sebagai way of life dalam kehidupannya, bahkan dari bangun tidur hingga tidur kembali. Juga paham di luar kepala bagaimana Islam mengatur kehidupan.

              Namun, di era Sekuler-Kapitalis saat ini, orang-orang yang paham dengan agamanya sendiri justru di-cap ‘Radikal’ dan dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Maka moderasi beragama yang digaungkan di institusi pendidikan, tak lain dasar tujuannya yakni menangkal radikalisme di kalangan pelajar, yang dianggap mengancam eksistensi ideologi Sekuler-Kapitalis.

              Berangkat dari definisi moderasi beragama sendiri , yang memberi pengertian bahwa dalam beragama kita harus mengambil jalan tengah, tidak perlu ekstrem dan tidak perlu fanatik dengan ajaran yang dianut, menyelaraskan tujuan moderasi beragama dengan pengecapan radikal terhadap kaum muslim. Yaitu menjadikan seseorang berprofil moderat dan menjauhkan dari profil kepribadian Islam. Sehingga untuk mendapatkan moral yang baik itu sendiri sangat sulit untuk didapatkan.

              Moderasi beragama merupakan wujud upaya Barat dalam mencampurkan pemikiran Islam dengan pemikiran liberalism, seperti HAM, feminisme, pluralism, dan pemikiran-pemikiran barat lainnya. Moderasi menjadi wasilah Barat untuk penanaman ide-ide mereka secara implisit dan halus. Dengan begitu, moderat yang sejalan dengan pemikiran Sekuleris menjadi pengokoh berdirinya ide tersebut dan menghalangi kembalinya berdirinya Islam Kaffah.

              Padahal, jika dinalar, kerusakan moral justru terjadi dan akan semakin parah ketika seseorang tidak memegang teguh agamanya. Karena dalam agama Islam, nilai-nilai moral tertanamkan, terterapkan dan menyatu, dengan keseharian, dan otomatis menjadi sebuah kepribadian yang baik akhlaknya.

              Dari sini jelas, bahwa sistem kapitalis tidak mampu untuk menyelesaikan problem, bahkan tidak menyentuh akar persoalan. Sejatinya hal ini menunjukkan kekhawatiran yang cenderung terhadap ancaman kebangkitan Islam, bukan pada dekadensi moral remaja. Sehingga solusi yang diberikan tentu mengarah pada penghapusan nilai-nilai Islam. Kejadian ini pula menguak tugas para penguasa dalam menjaga sistem dan ideologi titipan Barat.

Perspektif Islam

              Berbanding terbalik dengan kehidupan bernegara yang menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan. Melalui institusi pendidikan, negara akan memastikan bahwa tiap kurikulum serta materi yang disampaikan berbasis syariat Islam. Syariat Islam sendiri mencakup berbagai aturan kehidupan.

              Terlebih adanya perintah Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah [2:208] yang berarti

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu”

Dari ayat tersebut, menunjukkan adanya perintah untuk masuk Islam secara keseluruhan. Moderasi beragama jelas bertentangan dengan kandungan ayat tersebut. Paham berbahaya semacam moderasi ini jelas tidak akan disebarkan dalam dunia Pendidikan Islam. Negara akan menjamin individu untuk memiliki kesempurnaan iman melalui penerapan Islam secara komprehensif. Dalam bidang pendidikan, negara akan menjaga dan terus memperbaiki kualitas remaja dengan ideologi Islam. Dengan begitu, remaja akan paham agama Islam dengan baik, sehingga  Islam akan menjadi kompas moral dan berpikirnya.

              Hal ini menjadi bukti bahwa hanya Islam yang mampu mencetak dan mewujudkan profil pelajar Islam yang tangguh, pembangun peradaban mulia dan berkepribadian Islam. Sehingga tak layak bagi kita untuk terus berada di sistem kufur Sekuler-Kapitalis saat ini. Inilah saatnya kita untuk kembali berjalan hidup dengan aturan Sang Khaliq yang hanya bisa diterapkan dengan Daulah Khilafah. WalLah a’lam bi ash-shawab.

Oleh : Darisa Mahdiyah, Sahabat Tinta Media 

Rabu, 02 Oktober 2024

Moderasi Beragama, Akankah Menyolusi Persoalan Generasi?

Tinta Media - Kehidupan sekarang ini telah banyak terjadi perubahan. Mulai dari aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan bahkan politik telah mengalami berbagai amandemen untuk menuju suatu kehidupan yang gemilang di masa mendatang. Salah satunya dalam dunia pendidikan.

Pendidikan menjadi wadah penting untuk membentuk karakter generasi muda. Dengan harapan mereka dapat menjadi generasi yang membawa perubahan gemilang sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia pada 2045. Keberagaman budaya, suku dan agama yang ada ini menjadikan Indonesia memiliki ciri khas atau keunikan yang harus dilestarikan dan dijaga. Walaupun dengan keberagaman ini tetap saja memiliki potensi untuk terjadi suatu konflik.

Oleh karena itu, Ibu Negara yaitu Iriana Joko Widodo (Jokowi) melakukan sosialisasi tentang moderasi beragama sejak dini di madrasah yang ada di Balikpapan. Hal ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moderasi beragama pada anak usia dini. Sosialisasi ini difokuskan pada pengembangan sikap toleransi terhadap keberagaman, saling menghormati, dan menghargai perbedaan yang ada, serta meningkatkan pemahaman tentang agama Islam yang rahmatan lil 'alamain (Kompas.com 11/9/2024)

Dengan keberagaman yang ada bukan berarti menormalisasikan setiap aktivitas kehidupan. Fakta ini jelas terjadi pada generasi hari ini. Di tengah maraknya persoalan remaja yang belum tuntas, kini muncul pengarusan moderasi beragama pada anak sejak dini.

Moderasi beragama yang diaruskan ini pada dasarnya ditujukan untuk membawa remaja pada pemikiran yang jauh dari Islam. Selain itu, sosialisasi ini sengaja dilakukan untuk menangkal radikalisme yang dianggap mengancam ideologi kapitalisme. Sehingga, generasi segera disolusi dengan paham moderat dalam beragama yang sejatinya dapat menjauhkan mereka dari kepribadian Islam.

Solusi moderasi beragama yang diberikan negara tampak jelas bukan karena khawatir pada kerusakan moral generasi, melainkan takut akan kebangkitan Islam. Rezim sedang menjalankan tugasnya sebagai penjaga sistem yang diarahkan oleh Barat agar tetap dibawah naungannya. Padahal, moderasi beragama ini jelas proyek Barat yang mengaruskan pemikiran bertentangan dengan Islam seperti pluralisme, pemikiran liberal, HAM, dan sebagainya.

Generasi muda seharusnya menjadi agen Islam yang membawa Islam secara murni. Tidak mencampurkan antara pemikiran Islam dengan pemikiran Barat. Kepribadian generasi muslim harus tangguh, produktif, dan mampu membangun peradaban mulia yang hanya bisa terwujudkan oleh negara Islam yakni Khilafah.

Dengan demikian, negara akan senantiasa menjaga dan melakukan pembaruan kualitas setiap insan dengan ideologi Islam melalui sistem pendidikan. Alhasil, terwujud generasi beriman dengan mendakwahkan Islam sebagai rahmatan lil 'alamain.

Wallahu'alam bishawab!

Oleh: Waviza, Aktivis Muslimah Pontianak

Kamis, 12 Oktober 2023

Moderasi Beragama Kembali Bergema, Urgensinya Apa?

Tinta Media - Di tengah karut-marutnya permasalahan negeri ini, kembali Presiden Joko Widodo menggemakan moderasi beragama lewat penerbitan Perpres nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama pada tanggal 23 September 2023.

Perpres Nomor 58 Tahun 2023 ini mulai berlaku sejak diundangkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno (25/09/2023). Aturan tersebut juga memuat Menag Yaqut Cholil Qoumas menjadi Ketua Pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama. (Republika.co.id, 29/09/23) 

Tak tanggung-tanggung, untuk melaksanakan tugas penguatan moderasi beragama, Yakut sebagai ketua akan dibantu sejumlah menteri, di antaranya menteri dalam negeri, menteri luar negeri, mendikbud ristek, menkominfo, dan menkumham, hingga menteri PPPA. 

Apa Urgensinya?

Tak bisa dimungkiri lagi bahwa moderasi beragama ini adalah untuk menyasar gerakan umat Islam yang intoleran dan radikal, yaitu ditujukan kepada kaum muslimin yang memperjuangkan tegaknya IsIam kaffah atau yang bertentangan dengan pemerintah. 

Penguatan moderasi beragama seolah menjadi solusi bagi semua permasalahan negeri. Padahal, persoalan utama bangsa ini adalah tingginya utang, kemiskinan, stunting, bullying, tingginya kriminalitas, rusaknya generasi, hingga kasus agraria yang masih memanas hingga saat ini. 

pemeritah masih saja sibuk menggoreng isu intoleransi, radikalisme, fundamentalisme, hingga terorisme, padahal permasalahan horisontal antar umat beragama hanya sebagian kecil saja dan justru munculnya perselisihan dan pertikaian dampak dari adanya isu moderasi beragama. 

Bahaya Moderasi Beragama

Perlu diperhatikan secara mendalam bahwa program penguatan moderasi beragama kembali bergema bukan tanpa maksud. Bahkan, keterlibatkan banyak pihak untuk semakin tersistemnya keberlanjutan program penguatan moderasi beragama mengisyaratkan adanya _Grand Design_ untuk diarus mderaskan ke tengah masyarakat. 

Memandang semua agama sama, semua agama benar, dan semua agama baik telah mendiskreditkan IsIam sebagai agama yang tinggi dan mulia karena agama Islam sajalah yang diridai Allah Swt. 

Selain itu, dorongan untuk menjadi muslim moderat menjadi _brand_ seorang muslim yang modern dan kekinian. Hal ini ditambah dengan isu radikalisme yang ditujukan kepada muslim yang taat dan memperjuangkan IsIam kaffah. Maka, muslim yang phobia pada agamanya menjadi salah satu tujuan dari moderasi beragama. 

Bahkan menjadikan moderasi beragama itu Religiuos Calling merupakan istilah khas agama Kristen menggambarkan ketaatan dalam iman. Moderasi agama dijadikan sebagai sesuatu yang mendalam, tak sebatas program, tetapi menjadi panggilan keagamaan yang dijiwai dan diimani. Hal ini tentu bertujuan untuk merusak akidah umat IsIam. 

Sangat jelas bahwa program penguatan moderasi beragama bukan untuk menyelaraskan umat beragama, tetapi menyasar umat IsIam untuk memusuhi agamanya sendiri. Dari segala program yang dirancang, selain bertujuan untuk pendangkalan akidah, moderasi beragama menjadikan seorang muslim didisain sebagai seorang muslim ala Barat. Aktivitas. keagamaannya juga sesuai keinginan Barat.

Maka, jadilah IsIam hanya dipandang sebagai agama ruhiyah yang mengatur hubungannya dengan pencipta saja. Sedang IsIam sebagai ideologi yang mampu membangkitkan taraf berfikir hingga mampu membawa perubahan hakiki yaitu menjadikan IsIam sebagai jalan hidup dan aturan semua aspek kehidupan justru dijauhkan, bahkan didiskriminasi. 

Perpres Jurus Pamungkas

Selain itu, adanya program lanjutan penguatan moderasi beragama menunjukkan bahwa program sebelumnya tak membuahkan hasil yang signifikan, bahkan gagal.

Walaupun sudah digelontorkan dana yang besar, tetapi hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Maka, pengarusderasan kembali moderasi beragama menjadi jalan untuk mengalihkan, bahkan membelokkan umat IsIam pada kebangkitan Islam hakiki. 

Sebagimana hasil survei terbaru Pew Research kawasan Asia Tenggara, didapati bahwa 64% masyarakat muslim di Indonesia menyatakan kesetujuannya pada syariat Islam sebagai hukum negara.

Ditambah moment pemilu 2024 nanti, rezim makin khawatir kekuatan Islam akan menguasai perpolitikan di Indonesia. 

Maka, perpres merupakan jurus pamungkas menjadi payung hukum untuk menekan berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat, pemeritah daerah hingga instansi-instani untuk menyukseskan proyek moderasi beragama. 

Inilah wajah kediktatoran penguasa yang sejalan dengan watak demokrasi, menjadikan perpres sebagai payung hukum untuk menggeser dan menindak pihak-pihak yang tak sejalan dengan penguasa. 

Di tengah peliknya permasalahan negeri, seharusnya penguasa lebih fokus pada penyelesaian masalah tersebut. Namun, yang tercipta justru tirani penguasa. 

Sangat terlihat jelas bahwa sistem demokrasi telah gagal dalam melindungi dan menyejahterakan rakyat. Yang nampak justru penguasa lebih peduli kepada asing dan aseng, meski mereka telah meracuni masyarakat hanya demi mendapatkan keuntungan pribadi. 

Islam Sebagai Rahmat

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya: "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam."

Maka, Rasulullah saw. diutus untuk menyampaikan dan mengajarkan risalah dari Allah Swt. yaitu agama IsIam yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam saat IsIam diterapkan secara sempurna di muka bumi ini. 

Maka permasalahan toleransi dalam Islam sangat tegas dan jelas. Islam menghargai setiap perbedaan keyakinan dan membiarkan mereka beribadah serta beraktivitas sesuai agama mereka tanpa mengganggu dan mengusiknya selama berada di lingkungan mereka. Bahkan, IsIam melindungi hak-hak agama lain yang merupakan warga negara daulah. Sekalipun yang mengganggu adalah seorang muslim, maka akan ditindak tegas. 

Khalifah sebagai pemimpin daulah Islam berperan sebagai pelindung dan pengurus urusan umat. Maka, mereka tidak akan pernah bekerja sama dengan orang kafir, terutama kafir harbi fi'lan dan tak akan membiarkan pemahaman asing tersebar dan meracuni masyarakat.

Maka, cukup IsIam saja dengan fikrah dan thariqah yang sempurna yang harus dipahami dan diamalkan oleh setiap warga daulah. Hal ini karena IsIam satu-satunya agama yang diridai Allah. Penerapannya secara kaffah mampu memberikan kehidupan yang berkah dari langit dan bumi. Wallahu A'lam.

Oleh: Heti Suhesti, Sahabat Tinta Media

Jumat, 06 Oktober 2023

PROGRAM MODERASI BERAGAMA TIDAK ADA URGENSINYA




Tinta Media - Apakah ada urgensinya di tengah berbagai problematika yang mendera negara ini pemerintah malah fokus ke moderasi beragama? Program ini terkesan mengada-ada dan tidak ada urgensitasnya sama sekali. Program sekretariat bersama moderasi beragama ini seperti tidak punya kerjaan aja, padahal masih banyak persoalan bangsa yang justru harus menjadi skala prioritas pemerintah. 

  

Program ini juga terlalu berlebihan karena harus melibatkan beberapa kementerian menteri dalam negeri, menteri luar negeri, mendikbudristek, menkominfo, menkumham, menteri perencanaan pembangunan nasional, menpora, menpan RB, menparekraf, menteri sosial, menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, menteri ketenagakerjaan, menteri koperasi dan UKM, serta jaksa agung. 

  

Program ini tidak akan berjalan dengan baik, karena di negeri ini yang kurang justru fungsi koordinasi organisasi. Dua kementerian saja kadang sulit berkoordinasi, apalagi program moderasi beragama ini melibatkan begitu banyak kementerian. Program ini akan memunculkan pro kontra di tengah masyarakat. Sebab program ini tentu saja akan menyerap anggaran negara, sementara ada kebutuhan yang lebih urgen di masyarakat terkait perekonomian. 

  

Program moderasi beragam sendiri sejak awal telah menimbulkan pro kontra dan kegaduhan sosial, karena diduga narasi ini bagian dari islamophobia dan deradikalisasi yang merupakan proyek dari Barat. Terlebih program ini digagas di tahun-tahun politik, maka program ini bisa saja dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik praktis. Selain tidak ada urgensitasnya, program ini tidak akan memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat, sebab narasi moderasi beragama adalah narasi yang sudah basi.   

  

Menteri agama mestinya melakukan upaya perbaikan kualitas pendidikan berbasis agama di tengah tantangan era disrupsi 4.0 sekarang ini. Menteri agama mestinya melakukan semacam revitalisasi bagaimana agama ini bisa berkontribusi bagi kemajuan peradaban negeri ini. Menteri agama juga mestinya memperbaiki karakter para siswa yang kini tengah terjebak pada disorientasi di berbagai aspek seperti : seks bebas, pergaulan bebas, LGBT, bullying, tawuran, pornograsi, pornoaksi, konten-konten negatif di sosial media, yang semua ini jelas-jelas telah meruntuhkan moral para pelajar di negeri ini. 

  

Menteri agama juga mestinya melakukan akselerasi kemampuan membaca Al Qur’an generasi muslim, sebab ternyata masih sangat banyak siswa muslim yang belum mampu membaca al Qur’an. Menteri agama juga semestinya fokus kepada penguatan kompetensi sains bagi para santri agar pesantren bisa mewarnai masa depan bangsa ini dengan menjadikan agama sebagai aspirasi dan inspirasi. 

  

Menteri agama juga semestinya membuat program penguatan pemahaman agama di tengah gempuran ideologi sekularisme ini yang telah menjauhkan umat dari agamanya sendiri. Jika umat ini jauh dari agama, maka berbagai bentuk kerusakan akan terjadi di negeri ini. 

  

Jika pemerintah menginginkan penguatan harmoni dan kerukunan umat beragama, penyelarasan relasi cara beragama dan berbudaya, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta pengembangan ekonomi umat dan sumber daya keagamaan, maka bukan dengan program moderasi beragama. Sebab moderasi beragama sejak awal lahirnya telah menimbulkan berbagai kegaduhan dan kontraproduktif. 

  

Jika pemerintah hendak merawat kerukunan, merawat toleransi, sikap saling menghargai, sikap saling menolong agar bangsa menjadi bangsa yang bersatu bukan dengan program moderasi beragama, sebab program ini justru sering kali menyasar agama Islam sebagai tertuduh dan tersangka sebagai agama intoleran dan radikal. 

  

Moderasi beragama itu kan istilah politik yang sebenarnya memiliki misi anti kebangkitan Islam. Moderasi beragama bukan istilah dalam khasanah keilmuwan Islam. Jadi sebenarnya dibalik  program moderasi agama adalah upaya untuk melanggengkan ideologi kapitalisme sekuler dan menghadang kebangkitan Islam. Itulah mengapa, narasi moderasi agama selalu menjadikan Islam sebagai sasarannya. 

  

Bisa jadi presiden salah paham hakikat moderasi agama ini atau pahamnya salah. Presiden mestinya paham sebagai seorang muslim, bahwa narasi ini adalah bagian dari proyek deradikalisasi akibat islamophobia barat yang tujuan intinya adalah gerakan anti Islam. Narasi moderasi beragama adalah bagian dari perang pemikiran (ghozwul fikir) yang digencarkan oleh barat. Sebab secara normatif, justru satu-satunya agama yang paling toleran adalah Islam sebagai telah ditetapkan dalam Al Qur’an : lakun dinukum waliyadin dan la iqroha fiddin. 

Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 04/10/23 : 12.00 WIB)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab