Tinta Media: meningkat
Tampilkan postingan dengan label meningkat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label meningkat. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Maret 2024

Dominasi Asing Menguat, Akibat Utang Negara Meningkat



Tinta Media - Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Faktanya, negara terus meningkatkan utang untuk pembangunan negara. Pemerintah bahkan berdalih bahwa utang yang dimiliki negara masih dalam batas aman. 

Padahal, berdasarkan info dari Kementerian Keuangan atau Kemenkeu sebagaimana yang dikutip dari tempo.co (01/03/24), utang pemerintah saat ini sebesar Rp8.253 triliun per 31 Januari 2024. Kondisi tersebut dianggap masih dalam rasio aman, karena katanya berada di bawah ambang batas 60 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Jumlah yang sangat fantastis! Angka tersebut naik sekitar 1,33 persen bila dibandingkan per Desember 2023 sebesar Rp8.144,69 triliun.

Dalam hitungan ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, jika utang pemerintah ditanggung oleh tiap warga negara Indonesia, maka setiap orang akan menanggung beban utang pemerintah Rp30,5 juta. (tempo.co, 29/02/24) 

Sebagian pengamat menilai, tren penambahan utang negara dan biaya bunganya bisa dikatakan seperti besar pasak daripada tiang. Tanggungan utang yang harus dibayar akan menjadi beban berat APBN. Pinjaman utang negara sendiri muncul karena berbagai hal, salah satunya adalah karena belanja dan penerimaan negara tidak seimbang. Belanja negara membengkak, sementara penerimaan negara tidak mengalami penambahan. Untuk menutupi pengeluaran tersebut, maka negara memutuskan berutang.

Mengutip pendapat Wakil Rektor II Universitas Paramadina Handi Risza yang dilansir oleh cnbcindonesia.com (05/02/24), besarnya utang negara seharusnya dibarengi dengan kemampuan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan. Namun, sayangnya penerimaan negara terutama dari pajak masih stagnan selama bertahun-tahun. Penerimaan negara pada 2014 berada di angka sekitar Rp1.500 triliun. Pada 2023, angka penerimaan meningkat menjadi Rp2.600 triliun. Peningkatan penerimaan negara kalah jauh dari peningkatan utang pemerintah.

Dengan besarnya utang negara di akhir masa kepemimpinan presiden Joko Widodo yang terus bertambah, dipastikan ini akan menjadi beban warisan yang pasti dilanjutkan oleh kepemimpinan berikutnya. Sudah barang tentu ini semakin menambah beban rakyat dengan naiknya berbagai pajak yang ada. 

Negara Rugi Akibat Utang

Di tengah meroketnya harga beras, ditambah mahalnya berbagai kebutuhan pokok masyarakat, rakyat Indonesia harus kembali menelan pil pahit dengan mengetahui fakta bahwa utang Indonesia juga ikut melambung tinggi. Ketika negara berutang, maka rakyat harus bersiap menerima kenaikan pajak, atau rakyat dituntut untuk bersiap dengan adanya kebijakan-kebijakan pajak baru. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa tingginya angka utang yang dimiliki negara akan berkelindan dengan naiknya kebijakan pajak di negeri ini. 

Kita ketahui bersama bahwa salah satu sumber penerimaan pendapatan negara adalah melalui pajak. Pajak dalam sistem kapitalisme seperti sekarang memiliki peran besar untuk kepentingan pembangunan sekaligus untuk menutupi pengeluaran pemerintah, termasuk pembayaran utang luar negeri.

Padahal, utang dalam sistem kapitalisme saat ini sangat membahayakan kedaulatan negara, karena dapat menghantarkan pada dominasi dan intervensi asing. Terlebih, utang yang diambil berpijak pada muamalah yang didasari pada riba, yang jelas telah diharamkan oleh Allah Ta'ala.

Mirisnya, dalam sistem ekonomi kapitalis, utang adalah satu keniscayaan yang harus ditempuh negara untuk pembangunan. Hal ini diakibatkan karena negara selalu berdalih kurang anggaran. 

Adalah sesuatu yang sangat berbahaya jika menarasikan utang luar negeri Indonesia aman dan terkendali. Narasi ini akan menidurkan kewaspadaan masyarakat. Meskipun saat ini utang luar negeri masih di bawah rasio 60 persen, tetapi faktanya jumlah utang terus bertambah setiap tahun. Antara utang dan pendapatan negara tidak sepadan.  

Kapitalisme Sumber Masalah

Kondisi ini tak bisa dihindari dalam sistem kapitalisme yang menjadikan utang sebagai alternatif untuk membiayai pembangunan infrastruktur sebuah negara jika anggaran negara tidak mampu mendanai. Bukan hanya utang pokok yang menjadi beban rakyat, tetapi juga bunga dari utang (riba) tersebut yang semakin membengkak. 

Padahal, Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Namun sayangnya, kekayaan alam yang melimpah tersebut tidak dimanfaatkan sebagai pemasukan negara. Negara justru menyerahkannya kepada swasta dan asing. Alhasil, mereka bisa menguasai kekayaan alam yang tidak ada. 

Dalam paradigma kapitalisme, penilaian positif akan terus diberikan dunia kepada negara yang berutang. Ini karena semakin banyak utang suatu negara, maka akan semakin untung negara-negara pemberi utang. Sejatinya, hal ini akan membahayakan kedaulatan sebuah negara (yang berutang). 

Abdurrahman al Maliki pernah berkata, "Utang luar negeri adalah cara paling berbahaya untuk merusak eksistensi suatu negara." 

Bahaya yang mengintai negara yang memiliki utang luar negeri yaitu rusak bahkan hilangnya kedaulatan negara jika gagal membayarnya. Bahkan, lepasnya aset-aset dalam negeri menjadi keniscayaan demi melunasi utang yang ada dalam sistem ini. 

Beberapa negara telah merasakan "jebakan utang" ini, sehingga mereka terpaksa kehilangan wilayah, bahkan kedaulatannya, seperti yang terjadi di Zimbabwe dan Angola yang akhirnya harus menggunakan mata uang Yuan. Begitu pun dengan Srilanka yang terpaksa menandatangani kontrak penyewaan sewa pelabuhan Hambantota selama 99 tahun dengan perusahaan milik Tiongkok dikarenakan miliaran utangnya terhadap Beijing. Kondisi tersebut terjadi akibat para penguasa negara-negara tersebut awalnya merasa aman dengan kondisi utang luar negeri mereka. 

Jika melihat contoh yang sudah ada terkait jebakan utang ini, maka sudah seharusnya kita merasa khawatir. Bukan tidak mungkin, jebakan utang seperti di atas akan menimpa Indonesia. Masyarakat tidak boleh merasa aman dengan narasi pemerintah yang berbahaya terkait utang luar negeri yang katanya aman dan terkendali. 

Umat Harus Sadar, Islam Satu-satunya Solusi

Khilafah Islamiah merupakan sistem pemerintahan yang khas. Khilafah memiliki mekanisme jitu agar negara bebas dari utang luar negeri. Adapun mekanisme tersebut, yaitu:

Pertama, Khilafah memiliki konsep bahwa utang bukanlah cara Khilafah untuk memenuhi keuangan negara. Khilafah paham bahwa utang luar negeri merupakan salah satu cara yang dilakukan negara kuffar untuk melakukan penjajahan atas kaum muslimin. Selain itu, utang luar negeri juga mampu menghilangkan kedaulatan Khilafah, oleh karenanya, utang luar negeri hukumnya haram untuk dilakukan. 

Kedua, Khilafah memiliki lembaga pengelola keuangan negara yang disebut baitul maal. Baitul maal akan mengelola kas sesuai hukum syara'. Adapun, sumber keuangan Khilafah pada baitul maal berasal dari tiga pos, yakni pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara, dan pos zakat. 

Pada pos kepemilikan umum, salah satunya berasal dari pengelolaan kekayaan alam yang dimiliki Khilafah secara mandiri, kemudian hasilnya akan dimasukkan ke baitul mal, yakni pada pos kepemilikan umum. 

Pos ini diperuntukkan bagi kepentingan warga negara Khilafah yang bentuknya bisa berupa jaminan langsung seperti subsidi, ataupun jaminan secara tidak langsung untuk kebutuhan dasar (seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan). Selain itu, dalam Khilafah juga tidak mengenal istilah kontrak karya, atau profit sharing dalam mengelola SDA. Sebab cara-cara tersebut merupakan cara kapitalisme menguasai kekayaan alam yang dimiliki kaum muslimin. 

Kedua, Pos kepemilikan negara (seperti kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, dan sejenisnya). Alokasi pos ini adalah untuk membangun infrastruktur negara, menjamin kesejahteraan pegawai negara, membiayai dakwah dan jihad yang dilakukan oleh negara dalam membebaskan sebuah wilayah, dan sejenisnya. 

Ketiga, yaitu pos zakat, baik zakat fitrah, zakat mal, shodaqoh, infaq, dan wakaf kaum muslim. Pos ini diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerima sesuai ketentuan syariat Islam. 

Dengan sumber kas yang dimiliki Khilafah, maka negara akan mampu menjamin seluruh kebutuhan dasar warga negara, melakukan pembangunan, dan pemenuhan sarana dan prasarana rakyat tanpa harus berutang pada negara lain. Begitu pun dengan pajak, Khilafah tidak akan memungut pajak pada rakyat kecuali dalam kondisi tertentu. Itu pun tidak diberlakukan pada seluruh warga negara. 

Demikianlah mekanisme Khilafah dalam pengaturan pemasukan negara yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat sekaligus menghindari bahaya jebakan utang luar negeri. Tidak seperti negara dalam sistem kapitalisme, Khilafah tidak mengandalkan pajak dan utang untuk modal pembangunan infrastruktur ataupun yang lainnya, karena utang hanya akan menjadikan negara kehilangan kedaulatan. Dengan mekanisme di atas, Islam mendorong negara Khilafah menjadi negara adidaya, yang berdaulat, kuat, berpengaruh, mandiri, dan terdepan. Wallahu a'lam bi ash-shawab.[]


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)

Jumat, 16 Februari 2024

DBD Kembali Meningkat, Bukti Negara Gagal Jamin Kesehatan Rakyat



Tinta Media - Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini banyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis di dunia. Di Indonesia sendiri DBD menjadi salah satu isu kesehatan masyarakat dan termasuk penyakit dengan penyebaran tertinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya. 

Indonesia, sebagai negara endemik dengue menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgen karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus. (Liputan6.com, 04/02/24) 

Di awal tahun ini, kasus DBD kembali meningkat di berbagai daerah di Indonesia, bahkan kasus tersebut sudah merenggut jiwa, termasuk anak-anak. Dilansir dari laman pikiran-rakyat.com (04/02/24), DBD di Cianjur melonjak. Dua anak dilaporkan meninggal. Kasus Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, pada awal 2024, terdapat ratusan warga yang terjangkit DBD. Hal ini dikarenakan musim hujan yang terjadi sehingga banyak genangan air yang menjadi salah satu tempat yang disukai nyamuk. 

Selain itu, DBD meningkat di Kabupaten Banyuasin, sebagaimana dikutip dari rmolsumsel.id (30/01/24), data Dinas Kesehatan (Dinkes) menunjukkan ada 74 kasus DBD yang terdeteksi selama Januari 2024. Sebanyak empat kasus berakhir dengan kematian. 

Jaminan Kesehatan dalam Kapitalisme Hanyalah Ilusi Belaka

Jika DBD termasuk penyakit endemik, seharusnya  pemerintah bisa memprediksi dan mengantisipasi terjadinya penularan penyakit tersebut. Namun, faktanya kasus penularan DBD kembali meningkat, bahkan hingga merenggut nyawa. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menangani kasus penyakit endemik DBD belum efektif di tengah masyarakat. 

Sayangnya, hingga saat ini belum ada vaksin ataupun obat khusus untuk mencegah penularan dan menyembuhkan penyakit DBD. Sementara, jika tidak ditangani dengan baik, maka penyakit ini bisa menyebabkan risiko kematian yang tinggi. Hal tersebut menjadi bukti bahwa negara gagal menjamin kesehatan bagi setiap warga negaranya.

Adapun penyebab tingginya angka kematian akibat DBD disebabkan adanya keterlambatan penanganan kasus tersebut. Keterlambatan yang terjadi diakibatkan karena banyak faktor. Beberapa di antaranya bisa jadi karena tidak adanya biaya untuk berobat, atau tidak memiliki ilmu yang cukup tentang penyakit tersebut. 

Sudah menjadi rahasia umum kalau biaya kesehatan saat ini tidaklah murah. Di tengah impitan ekonomi seperti sekarang, bagi sebagian orang pergi ke Rumah Sakit tentu hanya menambah beban pengeluaran. Faktanya, fasilitas kesehatan saat ini sulit diakses oleh masyarakat. Layanan kesehatannya juga cenderung tidak lengkap dan kurang berkualitas. Fasilitas dan layanan kesehatan yang baik dan berkualitas hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu membayarnya.

Kesulitan hidup yang dialami masyarakat hari ini tak bisa dilepaskan dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Rakyat dibuat serba sulit, akibat kemiskinan ekstrem yang melanda. Alhasil, bukan saja tidak bisa berobat ketika sakit, faktanya banyak rakyat tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya, baik berupa sandang, pangan, dan papan. 

Kemiskinan juga menjadikan sulitnya keluarga mendapatkan makanan dengan gizi yang cukup. Hal ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh keluarga, khususnya bagi anak-anak yang masih dalam fase pertumbuhan. Selain itu, banyak masyarakat yang tinggal di tempat dan lingkungan yang tidak layak huni, jauh dari kata asri. Kurangnya akses air bersih, permasalahan sampah yang tak kunjung usai, hingga sanitasi yang bermasalah menjadi beberapa faktor rakyat rentan terpapar penyakit menular. 

Fakta di atas merupakan potret buram negara dengan sistem kapitalisme. Negara gagal menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. Sistem kapitalisme sekulerlah yang menjadi akar masalahnya. Alih-alih mengurus urusan rakyat, pemerintah dalam sistem ini justru berperan seperti pedagang, yang menjadikan kebutuhan dasar masyarakat sebagai objek komersil layaknya barang dan jasa yang diperjualbelikan kepada rakyatnya.

Negara kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator saja, bahkan tak jarang menyerahkan pelayanan kesehatan pada pihak swasta. Pemerintah berdalih bahwa anggaran kesehatan dari APBN terbatas jumlahnya sehingga tak mampu mendanai. Alhasil, mahalnya biaya kesehatan yang ada justru berimplikasi pada sulitnya akses kesehatan bagi rakyat yang tidak mampu. 

Maka, tak heran jika banyak masyarakat yang mengeluh, bahkan merasa kecewa terhadap sistem kesehatan yang tak beres di negeri ini. Oleh karena itu, mengharapkan jaminan kesehatan yang berkualitas dalam sistem kapitalisme saat ini hanyalah ilusi belaka. 

Jaminan Kesehatan yang Unggul dalam Islam

Fakta di atas tentu sangat jauh berbeda dengan jaminan kesehatan dalam sistem Islam. Islam bukan hanya sebatas agama, tetapi juga pandangan hidup yang memiliki aturan sempurna dan paripurna dalam setiap aspek kehidupan. 

Pemimpin dalam Islam berfungsi sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Salah satu bentuk tanggung jawab khalifah terhadap rakyat adalah memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma alias gratis. 

Rasulullah dalam hadisnya mengatakan, “Kepala negara (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari) 

Untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD, negara khilafah akan mendorong masyarakatnya untuk menerapkan pola hidup sehat, termasuk mengedukasi masyarakat terkait kesadaran masyarakat akan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Bagaimanapun, peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk menekan peningkatan kasus penyakit menular. Negara khilafah juga akan memastikan rakyat tinggal di tempat yang layak huni, dengan tata ruang yang rapi, bersih, dan sesuai standar tata ruang perkotaan yang ideal. 

Masyarakat yang ada dalam negara khilafah merupakan masyarakat yang islami, yang memiliki karakteristik yang khas. Aktivitas amar makruf nahi munkar atau saling mengingatkan akan menjadi kebiasaan yang sangat berguna, khususnya dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar selalu terhindar dari penyakit-penyakit menular. Mereka menjaga kebersihan bukan hanya karena dorongan untuk sehat semata, melainkan juga ada dorongan dari sisi ruhiyah. Mereka memahami bahwa dengan kondisi tubuh yang sehat, mereka bisa menjalankan aktivitas ibadah dengan maksimal. 

Di sisi lain, negara khilafah akan mengupayakan penyediaan layanan kesehatan yang unggul dengan sarana dan prasarana yang mendukung. Jika diperlukan pembuatan vaksin atau obat khusus, maka akan dilakukan di laboratorium yang mumpuni dengan teknologi mutakhir. 

Visi yang dimiliki khilafah dalam bidang kesehatan adalah melayani kebutuhan rakyat secara totalitas dan menyeluruh, baik di kota-kota besar maupun di pelosok desa, bahkan di dalam penjara sekalipun. Itu semua demi terjaminnya layanan kesehatan bagi setiap masyarakat negara khilafah. 

Untuk merealisasikan itu semua pasti dibutuhkan dana yang cukup banyak. Karenanya, dana kesehatan rakyat akan ditanggung secara penuh oleh negara. Dana yang digunakan oleh negara berasal dari baitul mal, yang diambil dari anggaran pos kepemilikan umum, yakni dari sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara khilafah tanpa intervensi pihak mana pun. 

Pelayanan kesehatan berkualitas diberikan kepada seluruh masyarakat tanpa diskriminasi, tidak memandang status miskin atau kaya, laki-laki atau perempuan, tua maupun muda, muslim ataupun nonmuslim. Semuanya mendapatkan layanan dengan kualitas yang sama. 

Birokrasi layanan kesehatan dalam Islam juga tidak dibuat berbelit-belit, sehingga memudahkan rakyat untuk mengakses. Sebab, prinsip sistem administrasi dalam negara khilafah bersifat mempermudah, bukan mempersulit. 

Begitulah mekanisme negara khilafah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit menular, sekaligus mekanisme jaminan kesehatan dalam Islam. Sudah saatnya umat sadar bahwa hanya Islam saja yang mampu memberikan jaminan kesehatan secara cuma-cuma dengan kualitas yang paripurna. Wallahu a'lam bi ash-shawab.


Oleh: Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Pemerhati Sosial dan Media)

Sabtu, 04 November 2023

Kekayaan Pejabat Meningkat, Rakyat Tetap Melarat


Tinta Media - Di negeri yang bersistem demokrasi kapitalisme, harta kekayaan seseorang meningkat saat menjabat sebagai pemangku kebijakan bukanlah hal yang mengejutkan. Hal ini banyak dijumpai, baik di tingkat desa, daerah, ataupun tingkatan paling atas di pemerintahan.

Salah satunya adalah pemberitaan yang sedang ramai diperbincangkan mengenai kekayaan Bupati Bandung Dadang Suptiatna yang meningkat drastis pasca dua tahun memimpin. Tokoh Pemuda Kabupaten Bandung serta Ketua DPD Korps Alumni KNPI Kabupaten Bandung, Tubagus Topan Lesmana menilai hal ini sangat (metrojabar.pikiran-rakyat.com, 16/10/2023).

Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelengaara Negara (LHKPN) sebagaimana di laman elhkpn.kpk.go.id, jumlah kekayaan Bupati Bandung bertambah sebesar Rp600 juta. Pada tahun 2021 jumlah total harta kekayaannya sebesar Rp8.884.850.872. Sedangkan pada tahun 2022 sebesar Rp9.492.804.928. Ini artinya, dalam kurun setahun, jumlah harta kekayaannya mengalami peningkatan sebesar Rp607.954.056. 

Jika mengingat kembali data LHKPN dalam waktu pelaporan harta kekayaan selama setahun dari periode 31-30 Desember 2020, terdapat 5 pejabat atau menteri yang kekayaannya meningkat selama pandemi yaitu: 

Pertama, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono harta kekayaannya naik Rp481.530.801.537. 

Kedua, Menko Marves Luhut Binsar mengalami kenaikan sebanyak Rp67.747.603.287. 

Ketiga, Menhan Prabowo Subianto, tercatat kenaikannya sebesar Rp23.382.958.500. 

Keempat, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate jumlah kenaikan sebesar Rp17.764.059.042. 

Kelima, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, kenaikannya sebanyak Rp10.221.697.693. (Kompas.com, 13/09/2023)

Tak ketinggalan, laman CNBC Indonesia (12/4/2023), juga merilis 10 pejabat terkaya, di antaranya ada menteri hingga bupati. Bisa jadi, inilah alasan mengapa kursi pemerintahan dalam sistem Demokrasi Kapitalisme selalu jadi ajang perebutan, meskipun pencalonan untuk menduduki kursi panas pemerintahan dalam sistem ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Deretan kekayaan fantastis pejabat serta kenaikan harta kekayaan yang tidak kalah fantastis pula ketika menjabat cukup membuat rakyat kecil tersenyum getir. Seakan para wakil rakyat telah berhasil mewakili kesejahteraan rakyat, di saat rakyat harus menelan kenaikan harga berbagai bahan pokok, BBM, listrik, pendidikan, kesehatan. Belum lagi masyarakat dihadapkan pada permasalahan PHK massal di berbagai lini industri. 

Melihat jumlah kekayaan yang meningkat pesat, jumlah uang rakyat yang dipakai untuk menggaji mereka tentunya tidak mengecewakan. Terlepas dari mereka sebagai pengusaha, memiliki bisnis sampingan, ataupun dari maraknya kasus-kasus korupsi yang menghiasi perilaku para pejabat di sistem demokrasi kapitalisme ini. Kondisi ini berbalik dengan nasib rakyat yang tetap pada garis kemiskinan.

Dalam pesta lima tahunan, suara rakyat bak dituhankan. Sistem demokrasi ini menghantarkan harapan untuk duduk di kursi kebijakan, kemudian mengantarkan pada napas kapitalisme. Para pejabat dan wakil rakyat beralih menjadi regulator antara kapitalis dan rakyat. Hal ini menjadikan rakyat sebagai objek bagi kapitalis dalam mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Sistem demokrasi kapitalisme inilah yang menjadikan perselingkuhan antara pemangku kebijakan dengan pemilik kepentingan. Rakyat menjadi korban kebijakan, nihil akan kesejahteraan. 

Dalam sistem demokrasi kapitalisme, slogan 'Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin' sepertinya akan nampak nyata menjadi slogan abadi. Sistem ini meniscyakan bahwa pejabat makin kaya dan rakyat makin miskin. Negeri ini dijuluki sebagai surga dunia karena keberlimpahan kekayaan alamnya dan dikenal dengan zamrud khatulistiwa. Kondisi inieharusnya mampu menyejahterakan anak cucu negeri. Namun nyatanya, rakyat Indonesia telah terbiasa bergelud hidup miskin di tengah kekayaan negerinya. 

Kapitalisme liberal melalui para pengusungnya menyebabkan berbagai kekayaan alam yang terkandung di negeri ini dikuasai oleh asing dan aseng. Negeri ini juga rentan didominasi oleh asing dan aseng melalui utang luar negeri. Hal ini karena sistem kapitalisme telah membebaskan orang-orang yang bermodal besar (para kapitalis) untuk menguasai apa pun, tidak peduli melanggar syariat atau. 

Ada aset atau kekayaan yang semestinya milik umum, misalnya sumber daya alam adalah milik rakyat, tetapi dikuasai sendiri oleh para konglomerat. Tidak ada sepeser pun keuntungan untuk rakyat. Semua masuk ke kantong pribadi mereka. Inilah maksud dari makna bebas tanpa batas.

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem ini berdiri di Madinah dan dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. yang membawa aturan dari Sang Pencipta manusia untuk mengatur seluruh kehidupan umat manusia. Dialah suri teladan terbaik. 

Islam mengatur dari hal kecil sampai besar, mulai dari bangun tidur hingga membangun negara. Sepeninggal Rasulullah, kepemimpinan negara Islam dilanjutkan oleh para Khalifah yang bertahan hingga 13 abad lamanya. 

Dalam Islam memang tidak ada larangan bagi seseorang untuk memiliki kekayaan yang melimpah. Akan tetapi, ada batasan kekayaan. 

Pembagian kekayaan dibagi menjadi 3 kelompok, yakni kekayaan negara, kekayaan umum (milik rakyat), dan kekayaan individu. Semuanya diatur sesuai syariat Islam. Aturan dari Sang Pencipta meniscayakan kesejahteraan meliputi seluruh makhluk-Nya, membawa rahmat bagi seluruh alam. 

Para pejabat yang diangkat dalam sistem Islam berkewajiban menjalankan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah, yakni menerapkan Islam secara sempurna (kaaffah). 

Dari sistem inilah lahir pemimpin-pemimpin yang amanah, peka terhadap kondisi rakyat, sebab mereka menyadari bahwa setiap tugasnya akan dimintai pertanggungjawaban sehingga tidak akan mengabaikan sedikit pun urusan rakyat. Mereka senantiasa fokus mengurusi kepentingan umat dan tidak akan berpikir untuk memupuk harta demi kepentingan pribadi dengan memanfaatkan kekuasaannya.

Seperti kisah teladan Khalifah Umar bin Abdul Azis, beliau justru menyerahkan hartanya untuk kas negara (baitul mal). Selain itu, beliau juga menolak untuk tinggal di istana. Bahkan, Umar meminta istrinya, yakni Fatimah bin Abdul Malik untuk menyerahkan perhiasan-perhiasan ke baitul mal. 

Khalifah Umar hanya fokus untuk mengurusi kepentingan rakyat, sehingga rakyat yang dipimpinnya pun mencapai kemakmuran. Kemakmurannya terlihat saat amil zakat berkeliling mencari di tiap perkampungan hingga ke Afrika untuk membagikan zakat. Akan tetapi, mereka tak menjumpai satu pun orang yang mau menerima zakat. Ini karena pada saat itu negara dalam keadaan surplus. Bahkan, di masa Umar juga, negara memberikan subsidi untuk setiap individu, seperti membiayai pernikahan warga dan menebus utang-piutang di antara mereka.

Kesempurnaan pengaturan Islam secara kaffah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para khalifah setelahnya seharusnya mampu memberi jawaban kondisi rakyat hari ini. 

Sementara, sistem demokrasi kapitalisme seakan menjadi peluang besar atau lahan basah bagi pejabat yang ingin memperkaya diri. Pada akhirnya, pilihan ada pada umat, ingin selamanya bergelud dengan sistem yang terbukti semakin jauh dari kata sejahtera ataukah bangkit dari keterpurukan untuk mengembalikan pengaturan kehidupan kembali kepada aturan Pencipta manusia seutuhnya. WalLaahu a'lam bish-shawaab.

Oleh: Nia Kurniasari
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab