Tinta Media: mengganas
Tampilkan postingan dengan label mengganas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label mengganas. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Maret 2024

Harga Beras Makin Mengganas, Rakyat Semakin Melas



Tinta Media - Naiknya harga beras membuat ibu-ibu rumah tangga ketar-ketir, ditambah lagi dengan langkanya beras yang beredar di supermarket. Namun, stok cadangan beras akan dipastikan dalam kondisi aman hingga tiga bulan ke depan. Agar kenaikan tidak terlalu melambung, monitoring akan terus dilakukan ke sejumlah pasar oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bandung. Setelah monitoring ke beberapa pasar, harga beras naik di kisaran Rp16 ribu hingga Rp17 ribu perkilo. Hal ini disampaikan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna kepada wartawan di Jalan Raya Sapan Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang, Rabu (14/2/2024). 

Menurut Bupati Dadang Supriatna, kelangkaan beras diakibatkan karena langkanya produksi padi sehingga Bulog yang notabene sebagai penampung mengalami keterbatasan penyediaan beras. 

Sementara, Dicky Anugerah selaku Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bandung mengatakan bahwa bantuan sebanyak 44 ribu ton yang per bulannya akan disalurkan oleh Perum Bulog Kanwil Jabar merupakan salah satu langkah yang diambil untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga beras di pasaran.

Beras merupakan salah satu dari makanan pokok masyarakat Indonesia. Karena itu, beras harus selalu ada. Dengan adanya kenaikan harga beras di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, tentu saja hati rakyat sangat terpukul. Bukan hanya mahal, tetapi juga terjadi kelangkaan di beberapa supermarket.

Naiknya beras memang sangat dirasakan oleh sebagian masyarakat, terutama kalangan ekonomi rendah. Dengan penghasilan suami yang pas-pasan, seorang ibu rumah tangga tentu kesulitan mengatur keuangan. Belum lagi harga-harga kebutuhan lain yang juga mengalami kenaikan, terlebih menjelang datangnya bulan Ramadan. Kenaikan ini seolah sudah menjadi tradisi setiap menjelang bulan Ramadan. 

Kondisi ini sungguh sangat memilukan, mengingat negeri ini merupakan negeri agraris karena memiliki daerah lahan pertanian yang sangat subur dan luas. Namun, sebagian besar rakyat justru  menderita. Sebuah pertanyaan yang menggelitik bagi kita, kenapa bisa seperti itu? Semua harus diuraikan sebab atau akar masalahnya agar bisa terlihat jelas penyebabnya. 

Sebenarnya, penyebab kelangkaan dan mahalnya harga beras bukan karena langkanya produksi padi sehingga persediaan di Bulog menipis. Lagi pula, pemerintah juga rajin melakukan impor beras, tetapi beras tetap mahal dan langka. Ke manakah larinya beras-beras tersebut? Pertanyaan itu sering kali muncul di tengah masyarakat. 

Ada juga bansos yang katanya sebagai solusi dari pemerintah. Faktanya, tidak semua orang mendapatkannya. Bahkan, warga yang seharusnya mendapatkan, justru tidak mendapatkan bansos. Dampak dari pemberian bansos yang sering dirasakan adalah adanya kecemburuan sosial di masyarakat. 

Karena itu, kita harus melek dengan sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem demokrasi kapitalis. Dalam sistem ini, asas kebebasan dan manfaat menjadi hal yang biasa dan diagungkan. Maka, wajar jika terjadi kesemrawutan seperti sekarang. 

Pengelolaan lahan secara brutal yang dilakukan oleh para kapitalis telah merenggut dan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi lahan industri. Karena itu, lahan pertanian menjadi semakin sempit sehingga hasilnya pun semakin sedikit.

Di samping itu, distribusi beras juga menjadi salah satu penyebabnya. Rusaknya distribusi beras terjadi karena dikuasai oleh perusahaan bermodal besar. Adanya monopoli pasar mengakibatkan para pemilik perusahaan besar bisa dengan mudah memainkan harga. Hal itu sangat wajar terjadi di sistem kapitalis. 

Intinya, dari hulu hingga hilir sudah dikuasai dan dikendalikan oleh para kapitalis. Rakyat tetap menjadi korban dari semua kebijakan dan permainan pasar yang dikendalikan oleh perusahaan berduit. Itulah bukti kegagalan sistem  kapitalistik neoliberal buah dari sistem demokrasi.

Jadi, bansos dan berbagai upaya seperti bantuan beras setiap bulan bukanlah sebuah solusi yang mendasar dan tidak bisa menyelesaikan masalah secara tuntas. Itu hanyalah sebuah solusi pragmatis yang justru akan menimbulkan masalah baru.

Akan berbeda jika pengelolaan diatur oleh syariat Islam. Beras adalah keperluan hidup orang banyak yang wajib dipenuhi oleh negara. Begitu juga dalam hal sandang dan papan. 

Negara sangat memperhatikan kebutuhan pokok masyarakat, terutama beras. Kepala negara dalam hal ini adalah khalifah akan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat hingga betul-betul sampai ke tangan rakyat karena sudah menjadi kewajibannya. Dalam Islam, pemimpin adalah pengurus urusan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Islam adalah aturan yang sempurna. Islam mengatur semua hal sektor hulu hingga hilir. Untuk masalah beras, di sektor hulu negara menyediakan pupuk, bibit unggul, dan menyediakan lahan pertanian untuk diolah oleh petani. 

Sementara, di sektor hilir, negara mengatur distribusi yang baik, melarang penimbunan barang dan monopoli sehingga sangat sedikit kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh segelintir orang. 

Selain itu, adanya sanksi yang tegas juga akan membuat masyarakat takut ketika akan berbuat curang. Ini akan meminimalisir terjadinya korupsi sehingga rakyat pun aman dan terjamin kebutuhan pokoknya. Itulah solusi tuntas yang ditawarkan Islam sebagai aturan pemecah problematika kehidupan. Semua akan terwujud hanya dalam sebuah negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab