Tinta Media: melindungi
Tampilkan postingan dengan label melindungi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label melindungi. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Juni 2024

Islam Melindungi dan Memuliakan Perempuan

Tinta Media - Penipuan oleh penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal kembali terjadi. Kali ini korbannya adalah dua orang warga Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung (Lilis Ule dan Rosita). Mereka terlunta-lunta di Dubai dan Irak. 

Pada awalnya, seseorang yang mengaku dari perusahaan penyalur PMI menawarkan pekerjaan pada Lilis Ule dan Rosita. Akhirnya, mereka mendaftar sebagai ART dengan penempatan di Abu Dhabi. (AYOBANDUNG.COM)

Faktanya, Lilis diberangkatkan ke Dubai dengan status sebagai PMI ilegal. Lilis bersama Rosita hidup terlunta-lunta di Dubai, tepatnya di daerah Dhuhok. 
Namun, hingga saat ini belum diketahui secara pasti posisi terakhirnya.

Sebelumnya, Rosita sempat mengalami cidera pada kaki akibat kecelakaan yang dialaminya. Dalam kondisi seperti itu, Rosita masih disuruh bekerja. Mirisnya, gaji selama empat bulan terakhir juga belum didapatkan. Untuk kembali ke tanah air, mereka kesulitan ongkos dan terbentur masalah administrasi.

Sungguh miris, perempuan yang seharusnya dilindungi dan dihargai justru harus bekerja hingga ke luar negeri. Parahnya lagi, mereka justru mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan sewenang-wenang oleh oknum tertentu. Faktanya, ada banyak perempuan yang justru menjadi korban para majikan.

Sebenarnya, ada faktor yang menyebabkan perempuan terpaksa mengambil keputusan untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Ini adalah Persoalan sistemis dan terstruktur yang akhirnya berimbas pada ketimpangan ekonomi. 

Kemiskinan dan sulitnya mencari pekerjaan mengakibatkan perempuan ikut terjun mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan hingga ke luar negeri. Ini karena sempitnya lapangan pekerjaan yang ada di dalam negeri sendiri.
Anehnya, justru pekerja dari luar negeri bisa bebas berbondong-bondong masuk ke dalam negeri ini.

Selain itu, ide kesetaraan gender menyerukan agar seorang perempuan setara dengan laki-laki. Ini mengakibatkan perempuan untuk bekerja di luar rumah. Seorang perempuan dianggap berhasil ketika bisa bekerja dan menghasilkan uang, serta akan dipandang sebagai perempuan yang berdaya. Ide ini digadang-gadang akan memberikan kesejahteraan bagi perempuan. Namun, faktanya tidak demikian. Ide ini justru memunculkan masalah baru. 

Terkait dengan penipuan yang dilakukan oleh oknum penyalur tenaga kerja, itu bukan hal yang aneh lagi di sistem kapitalisme sekuler saat ini. Perempuan dalam kapitalisme dipandang sebagai objek ekonomi yang bisa dimanfaatkan dan diperjualbelikan bak barang dagangan. 

Manusia bebas melakukan apa pun yang disukai tanpa peduli bahwa tindakannya itu merugikan orang lain. Negara pun abai dan tidak ada perlindungan yang berarti. Negara hanya berperan sebagai regulator saja dengan membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan oligarki, bukan berpihak kepada rakyat. 

Kasus penipuan PMI dan segala permasalahan yang terjadi saat ini adalah imbas dari sistem kapitalisme sekuler liberal. Hal ini wajar karena sistem tersebut adalah buatan manusia yang lemah. 

Hukum buatan manusia tidak mampu memberi efek jera sehingga kejahatan semakin merajalela. Ini adalah masalah global yang tidak akan pernah bisa terselesaikan jika negara masih tercengkeram sistem kapitalisme sekuler. 

Lalu, ke Mana Perempuan Mencari Perlindungan?

Islam memandang bahwa kebutuhan manusia bukan sekadar sandang, pangan, dan papan, tetapi juga terpenuhi kebutuhan, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Oleh karena itu, Islam hadir sebagai solusi hakiki problematika kehidupan. 

Sungguh, hanya Islam yang benar-benar melindungi dan memuliakan perempuan. Islam adalah agama sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan, termasuk melindungi hak perempuan dan menjaga kehormatannya. 

Allah adalah satu-satunya Zat yang mengerti kelemahan hamba-Nya, sehingga memberikan aturan untuk menjaga dan melindungi manusia. Dalam hal ini adalah seorang perempuan. Sebetulnya, posisi perempuan di dalam Islam itu bukan sebagai pencari nafkah/ bekerja di luar rumah.
Walaupun demikian, Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja, asalkan tidak meninggalkan kewajiban sebagai pengatur rumah tangganya, serta tidak melanggar syariat. 

Pada dasarnya, kewajiban perempuan adalah sebagai pendidik generasi yang bertakwa, mengurus keluarga dan anak-anak. 

Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda,

“Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari-Muslim).

Islam juga akan memperhatikan perempuan yang sudah tidak ada yang menafkahi seperti janda-janda miskin dengan memberikan jaminan setiap bulannya. Islam mewajibkan laki-laki sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 

Lapangan pekerjaan akan dimudahkan agar semua laki-laki sebagai pencari nafkah  bisa bekerja. Tidak mendorong perempuan untuk bekerja ke luar rumah, apalagi keluar negeri sebagai TKW. 

Dari segi hukum, Islam sangat tegas dan mampu memberi efek jera sekaligus sebagai penggugur dosa. 

Begitulah jika aturan Islam diterapkan, kebutuhan hidup terpenuhi, kesejahteraan akan dirasakan oleh setiap individu dan masyarakat secara keseluruhan. Semua itu bisa terwujud dengan adanya sebuah institusi negara, yaitu khilafah. Khilafah akan menerapkan syariah Islam yang sudah dirasakan fakta kegemilangannya dulu.
Wallahu a’lam bishawab


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Minggu, 21 Januari 2024

Gagal Ginjal, Bukti Gagalnya Negara Melindungi Nyawa Manusia




Tinta Media - Kementerian kesehatan mengumumkan dua kasus baru gagal ginjal akut anak atau Acute Kidney Injury (AKI) di Jakarta. Satu pasien sudah dikonfirmasi mengalami AKI dan meninggal dunia, sementara satu lagi dinyatakan sebagai suspek.

Kemenkes mengatakan bahwa penyebab kasus baru ini masih memerlukan pendalaman dalam pengkajian lebih lanjut. Menurut juru bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, belum dipastikan bahwa gagal ginjal akut kali ini adalah akibat dari obat sirup.

Pada tanggal 5 Februari 2023, sebanyak 326 kasus gagal ginjal akut terjadi pada anak dan 204 anak dari 27 provinsi meninggal dunia. Kematian mereka dikaitkan dengan obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada produksi obat sirup.

Sejumlah keluarga korban dari gagal ginjal akut mendesak Bareskrim Polri untuk segera menyeret pihak yang bertanggung jawab atas peredaran obat batuk sirup beracun ke pengadilan. Perusahan Badan Pengawasan Obat (BPOM) patut dianggap lalai dalam mengawasi bahan obat sirup hingga diberikan nomor izin edar.

Safitri, seorang ibu yang kehilangan anak laki-lakinya karena menderita gagal ginjal akut pada Oktober 2022 mengatakan, “Karena kesalahan sistem, jelas tidak perlu orang dengan keilmuan tinggi melihat bagaimana kasus ini terjadi. Ingat, kejadian ini akan terulang kalau sistem tidak diperbaiki.” (bbc.com, 21/12/2023)

Masalah gagal ginjal akut belum juga selesai. Masyarakat masih tidak percaya dengan negara dalam mengatasi kasus ini karena dianggap terlalu lamban. Lantas, bagaimana seharusnya negara bertindak untuk masalah ini? Bagaimana Islam mengatur dan melindungi nyawa mansuia?

Kelalaian Negara Mengatasi Gagal Ginjal Akut

Sering kali masalah kesehatan yang buruk terjadi di Indonesia. Ditambah penanganan negara yang terkesan lemah dalam mendeteksi masalah, sehingga semakin memperparah keadaan. Pendanaan yang lemah dalam kesehatan menjadi kewaspadaan suatu negara. 

Negara dalam sistem demokrasi kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator, bukan pelayan rakyat, sehingga rakyat bukan menjadi proritas utama negara. 

Edukasi dan peran aktif negara dalam urusan kesehatan masyarakat juga masih sangat rendah. Sehingga, kesadaran masyarakat untuk menanggulangi kasus gagal ginjal akut pada anak pun akhirnya masih minim. Ini mengakibatkan tingginya angka kematian. 

Padahal, kondisi ini tidak sepenuhnya salah masyarakat. Sebab, ralitasnya layanan kesehatan disediakan pemerintah memang masih belum mencukupi dan sangat terbatas. Tidak heran, pada akhirnya terjadi keterlambatan pendeteksian penyakit tersebut, sehingga terlambat pula ditangani.
Tidak hanya itu, gagal ginjal akut juga banyak menimpa daerah-daerah yang layanan kesehatannya terbatas. Maka, jelaslah sudah, kondisi ini menunjukkan negara lalai, sekaligus memperlihatkan borok atau kelemahan sistem layanan kesehatan di Indonesia.

Negara juga abai dalam mengawasi peredaran obat-obatan. Sudah banyak obat yang tidak ada surat izinnya tetapi masih beredar dan di konsumsi masyarakat. Harusnya pemerintah sudah lebih sigap menangani kasus gagal ginjal akut ini. Pemerintah juga seharusnya menetapkan berbagai langkah komprehensif, baik terkait langkah preventif (pencegahan) maupun kuratif (pengobatan). 

Sayangnya, dalam sistem kapitalisme ini, pengelolaan kesehatan menjadi bagian dari lahan bisnis sehingga rakyat tidak bisa menyediakan dana untuk pelayanan kesehatan. Apalagi, perusahan tidak melihat keamanan obat yang dia produksi, yang terpenting mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Peran Penting Negara Memelihara Nyawa Manusia

Kasus gagal ginjal akut pada anak tidak terlepas dari urusan nyawa manusia. Selain melakukan penanggulangan, pemerintah seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat. Sungguh tidak ada agama selain Islam yang mampu melindungi nyawa manusia. 

Dalam Islam, anak bukan sekadar aset masa depan saja, tetapi bagian dari masyarakat yang harus dipenuhi kebutuhannya, sehingga negara akan berusaha untuk memenuhi semua penyediaan fasilitas yang memadai, termasuk pemenuhan gizi yang cukup. Tidak hanya itu, pemerataan untuk masyarakat yang kaya dan miskin hingga pemberian pendidikan dan kesehatan gratis juga dilakukan.

Seluruh pelayanan yang diberikan negara adalah murni untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi semata. Sebab, ini semua dilakukan atas dasar keimanan dan tanggung jawab, karena setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Dari sinilah kewajiban seorang khalifah dalam mewujudkan penerapan Islam di aspek kehidupan terbentuk, termasuk aspek kesehatan. 

Sebab, salah satu maqashid asy-syari’ah (tujuan syariah) adalah hifzh an-nafs, yakni menjaga jiwa. Terkait dengan nyawa, Rasulullah bersabda dalam riwayat an-Nasa’i dan Tirmidzi.

“Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.“

Maka dari itu, negara akan segera bertindak terhadap penanganan penyakit yang menular, bahkan penyakit yang belum diketahui penyebabnya oleh negara. Masyarakat pun tidak akan dibiarkan menghadapi sendiri penyakitnya. 

Negara akan memproduksi obat-obatan secara cuma-cuma untuk rakyat. Selanjutnya, negara sangat memperhatikan peredaran obat di tengah masyarakat. Obat-obat yang tidak melalui uji/riset justru tidak akan bisa lolos edar begitu saja, sehingga tidak akan merugikan kesehatan masyarakat, bahkan tidak akan berefek pada kematian di kemudian hari. 

Maka dari sini, bisa disimpulkan bahwa dari sistem yang rusak akan berakibat pada kehidupan yang rusak. Sehingga, hal yang harus dilakukan saat ini adalah mengganti sistem yang mengatur kehidupan manusia dengan aturan yang berasal dari Sang Pencipta, berupa sistem khilafah islamiyah agar membawa kebaikan bagi manusia di seluruh aspek kehidupan.
Wallahu`alam bisshawab.


Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab