Masalah Sampah Tak Terurai, Bukti Negara Abai
Tinta Media - Lingkungan bersih, bebas polusi, tidak ada penumpukan sampah, serta pembangunan infrastruktur yang baik, tentu menjadi dambaan setiap warga masyarakat. Dengan kondisi lingkungan yang bersih, maka setiap aktivitas yang dilakukan pun dapat dijalankan dengan sehat.
Menyoal lingkungan yang bersih, sungguh dirasa sangat sulit bagi warga di sekitar TPS pasar Baleendah, Kabupaten Bandung. Bagaimana tidak, gunungan sampah yang sudah menimbulkan ketidaknyamanan seperti bau yang menyengat. Air lindi dari tumpukan sampah menggenangi jalan. Sampai-sampai itu pun berserakan. Hal tersebut sangat menggangu warga setempat, para pengguna jalan, pengunjung, dan pedagang di pasar.
Menurut Ginanjar, kepala UPTD pasar Baleendah, upaya mencari solusi penanganan sampah sudah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (LDH). Namun, sampai saat ini pihak LDH belum bisa menyediakan tempat pembuangan sampah sementara untuk warga sekitar. Akhirnya, warga pun masih membuang sampah di TPS tersebut dan kini sampah semakin menggunung.
Persoalan sampah tentu bukan persoalan biasa. Jika gagal ditangani, maka permasalahan ini akan semakin melebar, mulai dari terganggunya aktivitas dan mobilitas perekonomian, kesehatan, kerusakan lingkungan, dan lain sebagainya.
Apalagi, negeri ini menduduki peringkat kedua sedunia setelah China sebagai negara penghasil sampah terbanyak. Predikat ini harusnya menjadi tamparan untuk pemerintah. Karena itu, upaya keras harus dilakukan, termasuk mencari akar permasalahan dan solusi penanganannya.
Tidak menutup kemungkinan bahwa penumpukan sampah ini terjadi seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan aktivitas perekonomian atau perdagangan, bertambahnya lahan industri, kurangnya tempat penampungan sampah dan sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang tidak terkontrol.
Oleh sebab itu, sampah yang dihasilkan pun semakin banyak. Persoalan ini mengharuskan pemerintah lebih ekstra keras melakukan tata kelola penanganan sampah agar mampu menangani dengan maksimal supaya tidak menimbulkan masalah baru.
Namun, jika melihat fakta yang terjadi, gunungan sampah bukan terjadi di TPS pasar Baleendah saja, juga di TPS Tegalega, TPS Babakan Siliwangi, TPS Kota Bandung, dan masih banyak lagi di daerah lainnya.
Hal tersebut terjadi karena minimnya infrastruktur pengelolaan sampah dan alokasi anggaran yang hanya 1% dari APBD, sungguh membuat beban ini terasa berat. Persoalan yang masih dilematis karena dalam pengelolaan sampah, ada kesan saling lempar tanggung jawab antara pemerintahan daerah dan pusat.
Di tengah kegelisahan masyarakat menanti solusi persoalan sampah, penguasa malah sibuk dengan rencana mega proyek yang menguntungkan para oligarki karena mampu menarik para investor untuk berinvestasi, seperti pembangunan jalan tol, pembangunan IKN, pembangunan kereta cepat dan pembangunan infrastruktur lainnya yang tidak menguntungkan rakyat kecil sama sekali.
Jika memang pemerintah serius untuk menangani persoalan ini, seharusnya proyek pembangunan infrastruktur pengelolaan sampahlah yang dibangun, yaitu dengan menyediakan mesin-mesin canggih yang mengubah sampah menjadi sesuatu yang berguna dan aman bagi lingkungan.
Namun sayangnya, sistem kapitalisme yang diemban negeri ini berlandaskan asas manfaat dan mengagungkan nilai materi, mengharuskan penguasa tunduk pada pengusaha, karena dalam sistem ini yang mendapat prioritas adalah para kapitalis yang jelas-jelas memberikan keuntungan pada penguasa.
Terbukti bahwa setiap kebijakan yang dibuat oleh penguasa selalu berpihak pada para pengusaha, bahkan penguasa tidak mampu menekan para pengusaha untuk mengelola limbah produksinya sendiri. Alhasil, banyak sungai yang tercemar limbah industri dari perusahaan-perusahaan yang tidak bertanggung jawab dan hal itu sangat membahayakan lingkungan hidup.
Dalam sistem ini, rakyat selalu menjadi korban keserakahan oligarki, terbukti dengan tidak terselesaikannya permasalahan sampah ini. Padahal, gunungan sampah ini bisa membahayakan masyarakat, seperti gas metana dari gunungan sampah sewaktu-waktu bisa meledak, longsoran sampah, banjir, dan tentunya pencemaran lingkungan. Bagaimana bisa rakyat hidup tenang dan sehat, jika mereka masih berdampingan dengan gunungan sampah?
Sementara, dalam sistem Islam (khilafah), seluruh aturan berlandaskan pada Al-Qur'an dan Sunnah. Bukan hanya mengatur ekonomi, politik, militer, pendidikan, sosial budaya, dan ibadah mahdah saja, tetapi permasalahan pengelolaan sampah pun akan menjadi tanggung jawab negara.
'Kebersihan adalah sebagian dari iman'. Ini adalah moto hidup umat Islam dalam menjaga kebersihan. Selain itu, penerapan syariah yang dilakukan negara sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat, termasuk para pelaku usaha dalam menjaga kebersihan.
Khalifah sebagai seorang pemimpin akan memaksimalkan upayanya agar rakyat hidup nyaman dalam lingkungan yang sehat. Di antaranya:
Pertama, khalifah akan meningkatkan peran pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam pengelolaan sampah sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
Kedua, khalifah mengedukasi masyarakat tentang tanggung jawab pengelolaan sampah rumah tangga.
Ketiga, khalifah menyediakan fasilitas dan infrastruktur yang canggih dan memadai untuk pengelolaan atau daur ulang sampah.
Keempat, khalifah meningkatkan penegakan hukum terhadap setiap pelaku pencemaran lingkungan.
Karena persoalan sampah ini adalah kegiatan sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan, pemanfaatan serta penanganan sampah, maka dibutuhkan kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan juga para pelaku usaha untuk berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt. dalam QS. Al Maidah 5: 2
"Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kalian tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan."
Atas dasar itulah, aktivitas tersebut dilakukan betul-betul demi kemaslahatan bersama, bukan hanya demi segelintir orang saja, seperti dalam sistem kapitalisme.
Maka, hanya dengan penerapan syariah secara kaffah, bukan hanya rakyat saja yang dilindungi, tetapi juga kelestarian lingkungan hidup. Khalifah sadar betul bahwa tanggung jawabnya bukan sebatas di dunia, tetapi juga di akhirat. Semua itu dilakukan sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah Swt.
Wallahualam
Oleh: Neng Mae,
Sahabat Tinta Media