Tinta Media: lemahnya
Tampilkan postingan dengan label lemahnya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lemahnya. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 September 2024

Banjir Awal Musim Hujan, Bukti Lemahnya Mitigasi di Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Hujan lebat pertama di awal musim ini menimbulkan bencana banjir di sejumlah kecamatan di Kabupaten Bandung. Banjir di beberapa titik di Kabupaten Bandung disebabkan karena hujan yang turun sejak Selasa sore, terus-menerus sampai malam (10-9-2024).

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung merilis kurang lebih 7 titik bencana banjir di Kabupaten Bandung dengan daerah terparah di Kecamatan Dayeuhkolot, Kecamatan Katapang dan Bojongsoang. 

Bencana banjir ini disebabkan karena Sungai Citarum tak lepas dari krisis Daerah Aliran Sungai (DAS). Citarum dan anak-anak sungainya mengalami penyempitan badan sungai, sedimentasi oleh lumpur dan sampah. 

Selain itu, banjir juga disebabkan karena alih fungsi lahan. Kawasan yang semestinya menjadi tangkapan air, kini justru terdesak oleh hutan beton. Maka, air hujan tersebut tak terserap dan mengalir ke dataran lebih rendah, yaitu Bandung Selatan, seperti kawasan Dayeuhkolot dan sekitarnya.

Bencana banjir sudah berulang kali terjadi, bahkan sebelum memasuki musim hujan. Padahal, berbagai antisipasi sudah dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi musim hujan, tetapi tidak membuahkan hasil, bahkan terkesan tidak serius. 

Hal ini terjadi karena sistem yang diadopsi penguasa adalah sistem kapitalisme, dalam sistem ini kepemimpinannya berbasis untung rugi, bukan mengurus rakyat.

Di sisi lain, sentralisasi pembangunan di kota membuat fenomena urbanisasi. Akibatnya, tata kelola pemukiman menjadi tidak beraturan. Padahal, kondisi ini membuat sistem drainase menjadi buruk sehingga terjadi banjir.

Prinsip kebebasan kepemilikan kapitalisme membuat para kapitalis bebas menguasai kekayaan alam. Akibatnya, mereka leluasa melakukan alih fungsi lahan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.

Ini sungguh jauh berbeda dengan sistem Islam ketika menangani masalah banjir. Dalam sistem Islam, negara adalah periayah (pengatur urusan). Negara akan mengurus rakyat dengan kebijakan yang canggih, efisien, tepat, dan cepat. Untuk mengatasi masalah banjir, sistem Islam akan menetapkan upaya preventif dan kuratif.

Upaya preventif dilakukan sebelum terjadi bencana, di antara kebijakannya ialah:

Pertama, memetakan daerah-daerah rendah dan rawan terkena genangan air akibat rob atau kapasitas serapan tanah yang minim. Selanjutnya, sistem Islam akan melarang masyarakat membuat pemukiman di daerah tersebut. Jika sudah terlanjur terdapat pemukiman, maka akan direlokasi ke tempat yang lebih aman, nyaman, dan tetap mudah dalam menjangkau akses kebutuhan hajat mereka.

Kedua, memetakan hutan sebagai daerah buffer dan tidak akan melakukan alih fungsi lahan secara berlebihan hingga bisa merusak lingkungan. Selain itu, akan dibuat serapan air di daerah-daerah, seperti membangun bendungan, kanal, dan sejenisnya untuk menampung air hujan.

Ketiga, membuat kebijakan tentang master plan pembangunan maupun pembukaan pemukiman bahwa bangunan tersebut harus menyertakan variable-variable drainase, penyediaan daerah serapan, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya.

Keempat, melakukan pemeliharaan sungai dengan cara mengeruk lumpur-lumpur di sungai atau daerah aliran air agar tidak terjadi pendangkalan.

Kelima, melakukan edukasi bencana kepada warga negara agar tanggap dan sigap ketika terjadi bencana.

Setelah upaya preventif optimal dilakukan dan kemudian qadha Allah tetap terjadi banjir, maka sistem Islam akan melakukan upaya kuratif, yakni : 

Pertama, sistem Islam akan segera melakukan evakuasi para korban dan memindahkan mereka ke tempat yang aman dan nyaman. Biro at Thawari dari Departemen Kemaslahatan Umat akan terjun dengan cepat untuk menyelamatkan para korban. Biro ini pun telah dibekali dengan kemampuan rescue terbaik dan peralatan canggih untuk evakuasi para korban.

Kedua, sistem Islam meminta para ulama untuk membina warga terdampak agar dikuatkan nafsyiah (mental) mereka, sehingga para korban tetap sabar dan ikhlas menghadapi bencana.

Demikianlah upaya mitigasi dan pembangunan fasilitas dari sistem Islam untuk memberikan keselamatan dan kenyamanan kepada rakyat dari bahaya banjir. Wallahualam bissawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 16 Maret 2024

Fenomena Caleg Gagal, Bukti Lemahnya Mental


Tinta Media - Setelah euforia pemilu Februari lalu, ternyata bukan hanya terjadi pada caleg namun banyak tim sukses yang mengalami tekanan mental, hingga depresi. Hal ini terjadi akibat hasil pemilu tidak sesuai dengan harapan mereka. Karena calegnya gagal mendapatkan kursi, beberapa tim sukses menarik kembali amplop serangan fajar mereka. Ada juga yang marah pada tim sukses lawan, sebab calegnya lah yang menang, ironisnya bahkan ada tim sukses yang sampai bunuh diri. Mengerikan sekali efek pemilu tahun ini, bagaimana bisa terjadi? 

Dalam laman TvOneNews.com 19/02/2024. Banyak para caleg dan tim sukses yang tertekan sebab hasil pemilu tidak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka merasa telah berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan calegnya, mulai dari sosialisasi, hingga memberikan bantuan dalam bentuk uang dan sembako pada masyarakat, namun tetap saja mereka kalah saat perhitungan suara. Salah satu tim sukses bahkan mengambil kembali uang yang sudah diberikan kepada warga, sebagai rasa kecewa sebab gagalnya caleg yang dia usahakan. 

Namun hanya beberapa warga yang mengembalikan uang serangan fajar tersebut, mereka beralasan uangnya sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan juga para warga tidak pernah meminta, mereka hanya menerima. Caleg dan tim sukses yang kalah merasa dirugikan. Ada juga tim sukses yang mendatangi padepokan dalam rangka menenangkan diri dan mendekat pada sang pencipta. Beberapa kejadian ini memperlihatkan begitu lemahnya iman caleg dan tim suksesnya. Mereka hanya bersiap untuk menang tapi tidak siap mengalami kekalahan. 

Tentu saja kekalahan ini membuat mereka sangat dirugikan, sebab telah menggelontorkan dana yang sangat banyak untuk kepentingan sosialisasi hingga pemilu. Ini juga membuktikan betapa mereka sangat menginginkan kekuatan, dengan harapan akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menjabat. Oleh karena itulah mereka rela mengeluarkan dana besar di awal untuk membeli suara rakyat. 

Jabatan Dan Keuntungan Dalam Kapitalisme 

Tahun ini semakin banyak orang yang berebut ingin mendapatkan kursi legislatif, mereka merasa kursi ini merupakan gerbang menuju keuntungan besar.

Pemahaman inilah yang membuat mereka rela menjual berbagai aset berharga yang dimilikinya seperti rumah, tanah, mobil, perhiasan, untuk menjadi modal awal perjuangan sosialisasinya, bahkan ada yang rela berhutang besar pada bank demi tujuannya meraih kemenangan. 

Biaya yang dikeluarkan tentu sangat besar, untuk sosialisasi pada masyarakat, percetakan baliho, bantuan sembako, gaji tim sukses, dan yang paling penting untuk amplop serangan fajar. Wajar saja jika mereka depresi dan mengalami tekanan berat saat mengalami kegagalan, sebab sudah keluar modal yang sangat besar. Sementara rakyat yang menerima sogokan berkedok bantuan itu sadar bahwa mereka akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menang, inilah sebabnya rakyat merasa perlu menerima pemberian mereka, apalagi ini sudah menjadi rahasia umum setiap kali pemilu. 

Islam memandang Jabatan Pemerintahan 

Dalam Islam setiap hal yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti, apalagi jabatan, seorang pemimpin akan bertanggung jawab atas nasib yang dipimpinnya. Itu sebabnya pemimpin haruslah amanah kepada rakyat, dan ini merupakan beban yang sangat berat, sebab akan ditanyai di hadapan Allah Swt nantinya. 

Contohnya pada kisah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang rela memikul sendiri karung gandum ke rumah rakyatnya yang kelaparan dan tidak memiliki makanan apa pun untuk dimakan, hal ini diketahuinya saat ia berkeliling bersama ajudannya sambil menyamar. Dalam waktu lain, Umar menangis ketika mengetahui ada keledai yang terperosok ke jurang dan mati akibat jalanan rusak yang tidak rata. Ini semua karena takutnya Umar akan ditanyai Allah Swt kelak tentang tanggung jawabnya sebagai pemimpin umat. 

Dalam Islam negara dipimpin oleh Khalifah, syarat mutlak menjadi pemimpin dalam Islam haruslah orang yang bertakwa, sebab orang yang bertakwa tidak akan menzalimi dan berbuat keburukan kepada rakyatnya. Penguasa dalam Islam bukanlah orang-orang yang sibuk mencari keuntungan, bukan pula yang mengumpulkan harta sebanyak- banyaknya. Sebab contoh pemimpin yang luar biasa amanah sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yang tidurnya hanya beralaskan kain tipis, dan hidup sederhana. 

Di dalam Islam tidak ada Kampanye atau janji-janji palsu politik yang diumbar sebelum pemilu, pemilihan pemimpin dalam Islam juga sederhana, jujur dan tidak mengeluarkan biaya yang besar. Pemilihan berlangsung adil dan sesuai dengan syariat Islam. Orang-orang yang dicalonkan juga sangat luar biasa ketakwaannya, bukan orang yang cinta dunia, atau hanya memandang materi semata. Sebab mereka sadar tanggung jawab berat yang harus diemban untuk rakyatnya, dan Allah maha mengetahui segalanya.
Wallahu A'lam Bisshowab.


Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru) 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab