Tinta Media: kritis
Tampilkan postingan dengan label kritis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kritis. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 September 2023

MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA DENGAN MEMBUDAYAKAN BERPIKIR KRITIS




Tinta Media  - Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia yang menghajatkan akses pendidikan yang berkualitas untuk setiap anak bangsa. Melalui pendidikan, suatu bangsa akan bisa diangkat derajat kecerdasannya.
 

Kecerdasan merujuk kepada kemampuan mental yang kompleks untuk memahami, belajar, memecahkan masalah, beradaptasi dengan lingkungan, mengidentifikasi, menganalisis, dan menggunakan akal dalam berbagai situasi. Kecerdasan melibatkan sejumlah kapasitas kognitif dan kemampuan mental yang memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan dunia dan mencapai tujuan mereka. Salah satu output kecerdasan adalah kemampuan berpikir kritis, dimana suatu bangsa memiliki kemampuan untuk melakukan pembacaan atas fakta yang terjadi di negaranya.

 

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan merumuskan suatu realitas, permasalahan, atau informasi dengan objektif dan mendalam. Ini melibatkan kemampuan untuk mempertanyakan asumsi, menyusun argumen yang kuat, dan mencari bukti yang mendukung atau menentang suatu pendapat atau gagasan. Berpikir kritis tidak hanya mencakup pemahaman yang dalam, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk menghubungkan informasi dari berbagai sumber, merumuskan pendapat yang rasional, dan mengambil keputusan yang berdasarkan pertimbangan yang matang.

 

Kemampuan berpikir kritis memberikan manfaat untuk memecah informasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan memahami hubungan di antara mereka. Kemampuan untuk mengevaluasi informasi dengan kritis, mengidentifikasi argumen yang kuat dan lemah, serta memahami implikasi dari suatu informasi juga merupakan indikator berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis menghajatkan sebuah penalaran. Penalaran adalah kemampuan untuk mengembangkan argumen yang kohesif dan logis, serta mengidentifikasi hubungan sebab-akibat.

 

Berpikir kritis juga merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi solusi yang kreatif dan efektif terhadap masalah atau tantangan yang dihadapi. Kemampuan untuk berpikir di luar kotak, melihat masalah dari berbagai sudut pandang, dan menghasilkan gagasan baru juga merupakan indikator berpikir kritis. Khususnya seorang muslim, berpikir kritis akan menghalkan sebuah solusi alternatif atas berbagai krisis multidimensi negeri ini dengan landasan islamic worldview .

 

Kemampuan untuk merenungkan proses berpikir sendiri, mengenali bias atau asumsi pribadi, serta bersedia mempertimbangkan pandangan alternatif serta kemampuan untuk membuat keputusan yang berdasarkan pemahaman (mafhum) yang mendalam dan analisis rasional merupakan suatu keniscayaan bagi seorang muslim saat membaca berbagai fakta yang terjadi di negeri ini. Hegemoni ideologi kapitalisme sekuler harus menjadi obyek pemikiran kritis untuk menghasilkan solusi Islam. Hal ini tidak mudah, namun harus dilakukan sebagai bagian dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

 

Penting untuk diketahui bahwa berpikir kritis adalah suatu keterampilan yang dapat dilatih dan ditingkatkan melalui latihan dan pengalaman. Ini melibatkan kesadaran diri terhadap cara kita berpikir, kemampuan untuk mengenali bias atau asumsi yang mungkin mempengaruhi penilaian kita, dan keinginan untuk terus belajar dan berkembang. Berpikir kritis memiliki aplikasi yang luas dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan pribadi, terlebih sebagai seorang pengemban dakwah.

 

Bangsa ini semestinya berpikir ktitis atas hegemoni ideologi kapoitalisme dan sosialisme yang diterapkan di negeri ini. Mengapa, sebab faktanya kedua ideologi ini sudah terbukti menjadi penyebab utama berbagai kerusakan kemanusiaan, kerusakan alam dan bahkan kemiskinan.

 

Yang menjadi indikasi benar atau salahnya suatu ideologi adalah aqidah ideologi itu sendiri, apakah aqidah itu benar atau salah. Sebab, kedudukan aqidah ini adalah sebagai asas bagi setiap pemikiran cabang yang muncul. Aqidah jugalah yang menentukan pandangan hidup dan yang melahirkan setiap pemecahan problema hidup serta pelaksanaannya (thariqah). Jika aqidahnya benar, maka ideologi itu benar.

 

Aqidah ini apabila sesuai dengan fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti merupakan aqidah yang benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia atau tidak dibangun berlandaskan akal yang sehat, maka aqidah itu batil adanya.

 

Yang dimaksud aqidah yang benar itu haruslah sesuai dengan fitrah manusia, adalah pengakuannya terhadap apa yang ada dalam fitrah manusia, yaitu kelemahan dan kebutuhan dirinya pada Yang Maha Pencipta. Yang dimaksud aqidah yang benar itu dibangun atas dasar akal yang sehat, adalah bahwa aqidah itu tidak berlandaskan materi ataupun sikap mengambil jalan tengah.

 

Ideologi sosialisme tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sebab meskipun ideologi ini mengingkari adanya Allah dan ruh, akan tetapi ia tetap tidak mampu memusnahkan naluri beragama (gharizah tadayyun) sebagai fitrah manusia. Ideologi ini hanya bisa mengalihkan pandangan manusia kepada suatu kekuatan yang lebih besar dibanding dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis (mensucikan/mensakralkan) kepada kekuatan besar tersebut. Menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam ideologi dan diri para pengikutnya.

 

Mereka membatasi taqdis hanya pada kedua unsur itu. Berarti, mereka telah mengembalikan manusia ke masa silam, masa animisme; mengalihkan penyembahan kepada Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya; dari pengagungan terhadap ayat-ayat Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-doktrin yang diucapkan makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan kemunduran manusia ke masa silam. Mereka tidak mampu memusnahkan fitrah beragama, melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia secara keliru kepada kesesatan dengan mengembalikannya ke masa animisme.

 

Berdasarkan hal ini, ideologi sosialisme telah gagal ditinjau dari fitrah manusia. Malah dengan berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk menerimanya; dengan mendramatisir kebutuhan perut mereka untuk menarik perhatian orang-orang yang lapar, pengecut, dan sengsara.


Ideologi ini dianut oleh orang-orang yang bermoral bejat, atau orang yang gagal dan benci terhadap kehidupan, termasuk juga orang-orang sinting yang tidak waras cara berpikirnya yang merasa bangga dengan ide-ide sosialisme yang menurut mereka itu dapat memasukkan mereka ke jajaran kaum pemikir. Semua ini akan tampak tatkala mereka mendiskusikan dengan arogan tentang teori Dialektika Materialisme dan Historis Materialisme.

 

Padahal kenyataannya, ide-ide ini paling terlihat kerusakan dan kebatilannya, dan dengan sangat mudah dapat dibuktikan oleh perasaan fitri dan akal sehat. Supaya manusia tunduk pada ideologi ini, maka ideologi ini memerlukan paksaan melalui kekuatan fisik. Maka tekanan, intimidasi, revolusi, menggoyang, merobohkan, dan mengacaukan masyarakat merupakan sarana-sarana yang penting untuk mengembangkan ideologi tersebut.

 

Sementara, ideologi kapitalisme juga bertentangan dengan fitrah manusia, yang terwujud secara menonjol pada naluri beragama. Naluri beragama tampak dalam aktivitas pen-taqdis-an (pensucian); di samping juga tampak dalam pengaturan manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan tampak perbedaan dan pertentangan tatkala pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam mengatur aktivitasnya.

 

Oleh karena itu, menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia. Namun bukan berarti bahwa adanya agama dalam kehidupan menjadikan seluruh amal perbuatan manusia terbatas hanya pada aktivitas ibadah saja. Tetapi arti pentingnya agama dalam kehidupan adalah untuk mengatasi berbagai persoalan hidup manusia sesuai dengan peraturan yang Allah perintahkan. Peraturan dan sistem ini lahir dari aqidah yang mengakui apa yang terkandung dalam fitrah manusia, yaitu naluri beragama.

 

Menjauhkan peraturan Allah dan mengambil peraturan yang lahir dari suatu aqidah yang tidak sesuai dengan naluri beragama adalah bertentangan dengan fitrah manusia. Maka dari itu, kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia. Kapitalisme telah menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan masalah masyarakat), sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan dari problematika hidup manusia dan pemecahannya.

 

Adapun ideologi Islam, tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Walaupun ia sangat mendalam tetapi gampang dimengerti, cepat membuka akal dan hati manusia, cepat diterima dan mudah dipahami, untuk mendalami isinya --sekalipun kompleks-- dengan penuh semangat dan kesungguhan. Karena memang beragama adalah satu hal yang fitri dalam diri manusia. Setiap manusia menurut fitrahnya cenderung kepada agama.

 

Tidak ada satu kekuatan manapun yang dapat mencabut fitrah ini dari manusia, sebab merupakan pembawaan yang kokoh. Sementara tabi'at manusia merasakan bahwa dirinya serba kurang, selalu merasa bahwa ada kekuatan yang lebih sempurna dibandingkan dirinya, yang harus diagungkan. Beragama merupakan kebutuhan terhadap Pencipta Yang Maha Pengatur, yang muncul dari kelemahan manusia dan bersifat alami sejak manusia diciptakan. Jadi, beragama merupakan naluri yang bersifat tetap yang selalu mendorong manusia untuk mengagungkan dan mensucikan-Nya.

 

Oleh karena itu, dalam setiap masa, manusia senantiasa cenderung untuk beragama dan menyembah sesuatu. Ada yang menyembah manusia, menyembah bintang-bintang, batu, binatang, api, dan lain sebagainya. Tatkala Islam muncul di dunia, aqidah yang dibawanya bertujuan untuk mengalihkan umat manusia dari penyembahan terhadap makhluk-makhluk kepada penyembahan terhadap Allah yang menciptakan segala sesuatu.
 

Ideologi sosialisme tidak dibangun atas dasar akal, tetapi bersandar pada materialisme, sekalipun dihasilkan oleh akal, karena ide komunisme menyatakan bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran (pengetahuan). Di samping itu karena ide ini menjadikan segala sesuatu berasal dari materi. Dengan demikian, ide ini bersifat materialistis.

 

Sedangkan kapitalisme bersandar pada pemecahan jalan tengah (kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang berlangsung hingga beberapa abad di kalangan para pendeta gereja dan cendekiawan Barat yang kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara. Sosialisme dan kapitalisme telah gagal. Sebab, keduanya bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak dibangun berdasarkan akal.


Bukti bahwa ideologi sosialisme dibangun berlandaskan materialisme, bukan akal, adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa materi mendahului pemikiran (pengetahuan). Jadi tatkala otak merefleksikan materi, akan menghasilkan pemikiran; kemudian otak akan memikirkan hakikat materi yang direfleksikan ke dalam otak. Sebelum hal itu terjadi, tentu tidak akan muncul pemikiran. Dengan demikian, segala sesuatu, menurut komunisme, haruslah berlandaskan pada materi.

 

Maka dasar aqidah komunisme adalah materi bukan pemikiran. Pendapat di atas adalah salah ditinjau dari dua segi : Pertama, sebenarnya tidak ada refleksi/pantulan materi ke dalam otak. Otak tidak melakukan refleksi dengan materi. Juga, materi tidak berefleksi dengan otak. Sebab untuk merefleksikan sesuatu dibutuhkan reflektor untuk memantulkan dan memfokuskan, seperti halnya cermin yang memiliki kemampuan untuk memantulkan.

 

Tetapi kenyataannya, hal semacam itu tidak ada, baik di otak maupun pada materinya. Oleh karena itu, tidak ada refleksi materi ke dalam otak secara mutlak. Materi tidak dipantulkan oleh otak dan gambaran tentang materi pun tidak berpindah ke otak. Yang beralih ke otak adalah pencerapan tentang materi (kesannya) melalui panca indera.

 

Hal ini bukan refleksi antara materi dengan otak, dan bukan pula refleksi antara otak dengan materi, melainkan pencerapan tentang materi (melalui panca indera). Tidak ada perbedaan dalam proses tersebut antara mata dengan panca indera yang lainnya. Penginderaan dapat terjadi dengan proses perabaan, penciuman, rasa, pendengaran sebagaimana halnya penginderaan melalui mata. Dengan demikian yang terjadi dari suatu materi bukanlah berupa refleksi terhadap otak, melainkan pencerapan dan penginderaan terhadap sesuatu. Manusialah yang merasakan segala sesuatu dengan perantaraan panca inderanya, dan materi tidak direfleksikan.       

 

Kedua, sesungguhnya penginderaan saja tidaklah cukup menghasilkan suatu pemikiran. Sebab kalau hanya sampai di situ, yang terjadi hanyalah penginderaan saja terhadap fakta (materi). Penginderaan yang diulang-ulang meskipun sampai satu juta kali, tetap saja hanya menghasilkan penginderaan dan tidak menghasilkan pemikiran sama sekali. Proses tersebut mengharuskan adanya pengetahuan terdahulu (al ma’lumat as sabiqah) bagi manusia yang akan digunakan untuk menginterpretasikan fakta yang diinderanya itu sehingga menghasilkan suatu pengetahuan.

 

Sebagai contoh kita ambil manusia yang ada sekarang. Manusia, siapapun orangnya apabila diberikan kepadanya buku berbahasa Cina sementara ia tidak memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan bahasa Cina, lalu dibiarkan mencerap tulisan itu baik dengan penglihatan maupun dengan perabaan, diberi kesempatan menginderanya berkali-kali --meskipun sejuta kali-- maka ia tetap tidak mungkin mengetahui satu kata pun sampai diberikan kepadanya beberapa pengetahuan tentang bahasa Cina dan apa saja yang berkaitan dengan bahasa tersebut. Pada saat itulah ia baru mulai berfikir dengan bahasa tersebut dan mampu memahaminya.

 

Berdasarkan hal ini, maka akal, fikr (pemikiran), dan idrak (kesadaran), adalah pemindahan (transfer) fakta melalui panca indera ke dalam otak, disertai dengan pengetahuan (informasi) yang diperoleh sebelumnya, yang kemudian digunakan untuk menafsirkan kenyataan tersebut. Oleh karena itu, ideologi sosialisme jelas-jelas keliru dan rusak; sebab dia dibangun atas dasar materi, tidak dibangun berdasarkan akal. Sama rusaknya dengan pengertian mereka tentang pemikiran dan akal.

 

Ideologi kapitalisme juga tidak dibangun atas dasar akal, tetapi dibangun berdasarkan jalan tengah antara tokoh-tokoh gereja dengan cendekiawan, setelah sebelumnya terjadi pergolakan dan perbedaan pendapat yang sengit dan berlangsung terus-menerus selama beberapa abad di antara mereka.

 

Jalan tengah itu adalah memisahkan agama dari kehidupan, yakni mengakui keberadaan agama secara tidak langsung, tetapi dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, ideologi ini tidak dibangun atas dasar akal, tetapi dibangun atas dasar kompromi kedua belah pihak sebagai jalan tengah.

 

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran/keputusan yang diambil berdasarkan jalan tengah merupakan hal yang asasi bagi mereka. Mereka mencampuradukkan antara haq dan bathil, antara keimanan dengan kekufuran, cahaya dengan kegelapan; dengan menempuh jalan tengah. Padahal sesungguhnya jalan tengah itu tidak ada faktanya; sebab masalahnya adalah tinggal memilih tindakan secara jelas dan tegas.

 

Apakah yang haq atau yang bathil, iman ataukah kufur, cahaya ataukah kegelapan. Pemecahan yang berasal dari jalan kompromi yang di atasnya dibangun aqidah mereka ini, telah menjauhkannya dari kebenaran, keimanan, dan cahaya. Oleh karena itu, ideologi kapitalisme adalah rusak, karena tidak dibangun atas dasar akal.

 

Ideologi Islam adalah ideologi yang positif. Karena menjadikan akal sebagai dasar untuk beriman kepada wujud Allah. Ideologi ini mengarahkan perhatian manusia terhadap alam semesta, manusia, dan kehidupan, sehingga membuat manusia yakin terhadap adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya.

 

Di samping itu ideologi ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu dicari oleh manusia karena dorongan fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak terdapat pada manusia, alam semesta, dan kehidupan. Ideologi ini memberi petunjuk pada akal agar dapat sampai pada tingkat keimanan terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah menjangkau keberadaan-Nya dan mengimani-Nya.

 

Islam dibangun atas dasar akal yang mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengimani adanya Allah, kenabian Muhammad SAW, ke-mukjizatan Al-Quranul Karim dengan menggunakan akalnya. Juga mewajibkan beriman kepada yang ghaib dengan syarat harus berasal dari sesuatu dasar yang dapat dibuktikan keberadaan dan kebenarannya dengan akal seperti Al-Quran dan Hadits Mutawatir. Dengan demikian, ideologi ini dibangun atas dasar akal.

 

Nah, oleh karena itu bangsa yang cerdas akan menjadikan ideologi Islam sebagai solusi bagi persoalan negeri ini dengan membuang jauh ideology kapitalisme, apalagi komunisme. Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan Islam adalah menjadi keharusan bagi bangsa ini, selain karena teruji kebenarannya, sebab berasal dari Allah yang Maha Benar, bukankah negeri ini mayoritas muslim. Adalah kesalahan besar, jika seorang muslim justru menjadikan kapitalisme dan komunisme sebagai ideologi negaranya. Seorang muslim mestinya menjadikan Islam sebagai asar berpikir dan bersikap, sekaligus menjadikan Islam sebagai ideologi negaranya.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 07/08/23 : 09.11 WIB


Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa

MEMBERSAMAI ROCKY GERUNG MEMBANGUN BUDAYA BERPIKIR KRITIS



Tinta Media - Nama Rocky Gerung (RG) kembali menjadi perbincangan masyarakat Indonesia beberapa hari ini. Bukan RG namanya jika tidak melontarkan pikiran-pikiran kritis atas berbagai realitas sosial politik di negeri ini. Diksi-diksinya acap kali menimbulkan berbagai kontroversi. Namun, begitulah seharusnya pemikiran, menimbulkan sebuah gejolak yang disebut dialektika. Pendekatan kritisisme RG cukup baik untuk membuka pikiran masyarakat yang selama ini mungkin membisu dan mungkin juga takut untuk berpikir kritis.


Memang idealnya kaum intelektual menjadi pemikir yang cerdas dan mendasar. Kaum intelektual adalah mereka yang merdeka dalam arti tidak tunduk kepada rezim dan juga tidak didikte oleh hegemoni kekuasaan. Saya bukan pengikut Rocky Gerung, bahkan saya juga banyak yang tidak bersepakat dengan alur berpikirnya, namun setidaknya dia telah membangunkan intelektualitas bangsa ini, khususnya budaya berpikir kritis. Saya bersepakat dengan Rocky Gerung bahwa suatu peradaban bangsa harus dibangun dengan fundamental intelektual. Tradisi berpikir rasional adalah bagian yang menyatu dengan peradaban suatu bangsa.


 


Kritisisme adalah pendekatan kritis atau sikap skeptis terhadap suatu gagasan, pandangan, atau teori, yang melibatkan analisis mendalam, evaluasi, dan pertimbangan yang teliti terhadap argumen, bukti, dan asumsi yang mendasarinya. Sebagai seorang muslim, tentu saja memiliki daya berpikir kritis itu sangat penting. Sistem sekuler kapitalisme yang kini diterapkan harus dikritisi dengan menggunakan pemikiran Islam sebagai pisau analisanya.


Kritisisme seorang muslim melibatkan kemampuan untuk mempertanyakan, meragukan, dan menguji kebenaran atau keabsahan suatu klaim, serta tidak menerima begitu saja informasi tanpa pemikiran yang kritis. Terlebih, jika pemikiran itu jelas-jelas berasal dari akidah yang salah, semisal kapitalisme atau komunisme. Gaya berpikir RG setidaknya bisa membuka pintu bagi tradisi berpikir suatu bangsa, khususnya di Indonesia.


 


Para intelektual muslim penting melakukan kritisisme filosofis atas konsepsi-konsepsi yang beredar di masyarakat. Pendekatan kritis terhadap ide-ide filosofis, teori-teori, atau konsep-konsep dengan mempertanyakan dasar-dasar logis, konsistensi, dan implikasinya. Kritisisme filosofis membantu dalam membangun argumen yang lebih kuat dan mengidentifikasi potensi kelemahan dalam berbagai gagasan.


 


Pemikir muslim juga harus melakukan kritisisme media. Pendekatan analitis terhadap konten media seperti berita, iklan, atau konten digital lainnya, untuk mengidentifikasi bias, manipulasi informasi, atau dampak sosial dari media tersebut. Maraknya media sosial dengan jutaan konten setiap detik harus menjadi perhatian intelektual muslim agar mampu memberikan pencerdasan kepada masyarakat. Jangan sampai seorang intelektual muslim termakan hoaks.


 


Terlebih lagi masalah social di negeri ini, maka intelektual muslim harus memiliki daya kritisisme sosial politik. Pendekatan kritis terhadap isu-isu sosial seperti ketidaksetaraan, diskriminasi, atau ketidakadilan, dengan tujuan mengungkap struktur-struktur kekuasaan yang mendasarinya, ideologi yang menjadi fondasinya, lantas mendorong perubahan ke arah Islam.


Perubahan ke arah Islam adalah sebuah keharusan. Jangan sampai malah ada pejabat yang anti perubahan. Perubahan ke arah Islam, harus dimulai dari kesadaran umat Islam, sementara kesadaran harus dimulai dari pemahaman, sedangkan pemahaman dimulai dari pemikiran.


 


Dalam esensi, kritisisme mendorong manusia untuk berpikir secara kritis, melampaui pandangan permukaan, dan mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia di sekitar mereka. Ini adalah bagian penting dari proses intelektual dan pengembangan individu, serta membantu membangun pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam. Intelektual muslim harus berpikir cemerlang, bukan hanya mendalam atau filosofis. Pemikiran cemerlang melibatkan nilai-nilai Islam sebagai basis aksilogisnya.


 


Kemunculan Rocky Gerung bisa dikatakan telah membuka budaya berpikir kritis. Budaya berpikir kritis merujuk pada lingkungan atau norma-norma yang mendorong dan memfasilitasi perkembangan keterampilan berpikir kritis dalam masyarakat atau kelompok tertentu. Ini melibatkan sikap, nilai-nilai, dan praktik-praktik yang mendorong individu untuk mempertanyakan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi serta gagasan secara kritis dan objektif.


 


Budaya berpikir kritis mengajarkan individu untuk tidak menerima informasi begitu saja, tetapi untuk melakukan pemikiran yang mendalam dan teliti sebelum mengambil keputusan atau membentuk pandangan. Terlebih seorang muslim yang telah Allah perintahkan untuk senantiasa berpikir dan amar ma’ruf nahi munkar.


 


Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum dengan kejahilan, lalu kamu menjadi penyesalan atas apa yang kamu perbuat." (QS. Al-Hujurat: 6)


 


Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (Al-Imran: 104)


 


Coba perhatikanlah ucapan pidato Abu Bakar As Shiddiq saat dilantik menjadi seorang khalifah pertama dalam peradaban Islam : Wahai manusia Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu (ri’ayatu suunul ummah). Padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah aku. Tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah. Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya.


 


Inilah karakter kepemimpinan Islam yang justru tidak anti kritik. Sebaliknya, malah meminta dirinya untuk dikritik jika telah berlaku salah, dalam arti menyalahi syariat Allah dalam memimpin rakyat. Jangan sebaliknya, sudah salah tidak mau dikritik atau dinasihati. Kontrol masyarakat muslim adalah dengan amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan ada sebuah hadis yang menjelaskan bahwa jihad terbesar adalah menyampaikan kebenaran Islam kepada pemimpin zalim.


 


Budaya berpikir kritis di masyarakat harus terus dibangun, terlebih jika masyarakat hidup dalam tekanan hegemoni kekuasaan. Jika diam maka selamanya akan terjajah, rakyat harus memiliki keterbukaan terhadap pemikiran yang beragam. Budaya berpikir kritis mendorong penghargaan terhadap berbagai sudut pandang dan pendekatan, serta mengajarkan individu untuk mendengarkan dan mempertimbangkan argumen-argumen yang berbeda.



Sistem pendidikan harus mendorong pengembangan keterampilan berpikir kritis melalui metode pembelajaran yang mendorong diskusi dan analisis mendalam kepada para siswa atau mahasiswa. Individu dalam budaya berpikir kritis diajarkan tentang metode ilmiah, logika, dan cara mengumpulkan serta mengevaluasi bukti secara objektif.


 


Budaya berpikir kritis mendorong individu rakyat untuk bertanya dan menggali lebih dalam terhadap informasi yang diterima, memeriksa sumber-sumber informasi, serta meragukan klaim yang tidak memiliki dasar yang kuat. Bahkan lebih dari itu, rakyat punya hak mempertanyakan setiap kebijakan pemerintah. Terlebih jika kebijakan itu merugikan rakyat.


 


Budaya berpikir kritis mengutamakan kebenaran dan keadilan di atas pandangan atau opini pribadi. Individu diajarkan untuk mencari kebenaran dan berkontribusi pada perbaikan masyarakat melalui pemikiran yang kritis. Khusus bagi seorang muslim, berpikir kritis harus dilandaskan oleh akidah Islam.


 


Budaya berpikir kritis mengajarkan keterampilan komunikasi yang baik, termasuk kemampuan untuk menyampaikan argumen dengan jelas, mendengarkan dengan saksama, dan merespons secara produktif. Budaya berpikir kritis merangsang kreativitas dan pemikiran inovatif dalam mengatasi tantangan dan masalah.


 


Individu dalam budaya berpikir kritis diberdayakan untuk mengenali bias dan prasangka pribadi serta memahami bagaimana faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi pemahaman dan pandangan mereka. Budaya ini mendorong individu untuk mengambil tanggung jawab atas pemikiran dan tindakan mereka sendiri serta menerima konsekuensi dari pendekatan berpikir kritis.


 


Budaya berpikir kritis memiliki dampak yang positif pada perkembangan individu, masyarakat, dan dunia secara keseluruhan, karena individu yang memiliki keterampilan berpikir kritis cenderung menjadi pengambil keputusan yang lebih baik, kontributor yang lebih efektif, dan warga yang lebih sadar secara sosial.


 


Kompetensi berpikir kritis adalah kemampuan individu untuk secara efektif menganalisis, mengevaluasi, dan memahami informasi secara mendalam, serta untuk menghasilkan argumen dan solusi yang rasional dan terinformasi. Ini melibatkan kemampuan untuk mempertanyakan asumsi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengenali pola-pola, dan memahami implikasi dari informasi yang diberikan.


 


Bagi seorang muslim, bukan hanya soal kemampuan berpikir kritis, namun harus kritis paradigmatik. Paradigma dalam disiplin intelektual memiliki arti cara pandang (worldview) orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.



Paradigma atau worldview biasanya digunakan kaum intelektual untuk membaca pandangan alam yang lain. Misalnya seorang muslim, dengan paradigma Islam dipakai untuk melakukan pembacaan atas isme-isme yang bertentanganan dengan Islam. Sebagai contoh adalah ketika paradigma Islam digunakan untuk membaca paham sekularisme, liberalisme dan pluralisme agama, maka ketiganya adalah paham sesat dan haram hukumnya.


Dengan adanya perintah amar ma’ruf nahi munkar, maka bagi seorang muslim memiliki kemampuan berpikir kritis analitik adalah sebuah keniscayaan. Terlebih jika seorang muslim hidup di suatu negeri yang menerapkan sistem dan ideologi kapitalisme sekuler atau komunisme ateis yang sudah jelas-jelas sesat. Namun, seorang muslim harus membangun argumentasi rasional yang bisa menyadarkan umat dan membangkitkan pemikirannya. 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 07/08/23 : 00.18 WIB) 


Oleh: Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa

Rabu, 02 Agustus 2023

IJM: Sikap Kritis Media Massa seakan Dikondisikan Melunak



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardana menduga, sikap kritis media massa seakan dikondisikan melunak.
 
"Patut diduga, sikap kritis media massa seakan dikondisikan melunak," ujarnya dalam program Aspirasi: Perpres Jurnalisme! di kanal Youtube Justice Monitor, Ahad (30/7/2023).
 
Ia mengungkapkan,  rancangan baru Perpres (Peraturan Presiden) Jurnalisme menuai pro kontra. "Banyak pihak melontarkan kritik terhadap Peraturan Presiden Jurnalisme ini," tandasnya.
 
Pasalnya, Agung melanjutkan, kehadiran Perpres Jurnalisme  berpotensi akan membunuh beberapa media dan para kreator.  "Terlebih sudah banyak sekali kreator yang ikut andil dalam pembuatan berita yang berkualitas bagi masyarakat Indonesia," kata dia.
 
Agung juga mengatakan, jargon kebebasan berperilaku yang menjadi salah satu aset demokrasi menunjukkan standar ganda. “Seakan menegaskan adanya anomali (ketidaknormalan) sistematis dan kian mengarahkan pada iklim otoriter,” ucapnya.
 
Agung pun mengkhawatirkan, dengan cara ini ada upaya untuk menutupi keburukan kinerja pemerintahan.
 
"Pada akhirnya otoritarianisme (kepatuhan buta) dikhawatirkan digunakan sebagai mekanisme ampuh untuk membungkam opini-opini yang kontra penguasa," tuturnya.
 
Untuk kebaikan kedepan, dia lantas mengingatkan bahwa pada zaman manapun mutlak dan pasti membutuhkan kritik masukan.
 
"Ancaman pemberangusan media kritis dan berkualitas maupun oposisi perlu diwaspadai," pesannya.
 
Ia berpendapat, jika ke depan sederet kegagalan rezim manapun dalam mengemban amanah rakyat yang diberitakan se apik mungkin hingga publik menerima sebuah kebenaran realitas akhirnya menjadi kabur.
 
"Masyarakat tidak mengetahui lagi mana yang benar dan mana yang salah, mana suara kebenaran dan mana narasi kebencian," sesalnya. [] Muhar
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab