Tinta Media: kinerja
Tampilkan postingan dengan label kinerja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kinerja. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 November 2024

Benarkah Rakyat Puas terhadap Kinerja Pemerintah atau Hanya Pencitraan Saja?



Tinta Media - Deputi Protokol dan Media Sekertariat Presiden, Yusuf Permana mengapresiasi hasil Survei Indikator Politik Indonesia yang menunjukan tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menjelang akhir masa jabatannya, yaitu mencapai 75 persen. Yusuf mengatakan bahwa tingkat kepuasan yang tinggi ini merupakan bukti bahwa upaya keras pemerintah dalam berbagai bidang telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pelayanan kesehatan, pendidikan, hingga penanganan selama pandemi, dan juga dalam pemulihan ekonomi.

Dalam Rilis Temuan Survei Nasional, evaluasi publik terhadap 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi Widodo Burhanuddin mengungkapkan bahwa untuk masalah pemberantasan korupsi, lebih banyak dinilai buruk. Catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan hasil pemantauan bahwa tren korupsi 2023 yang terus meningkat sejak periode kedua Jokowi, yang melonjak hampir tiga kali lipat, dari 271 kasus menjadi 791 kasus pada 2023.

Semakin maraknya tren korupsi ini tidak lepas dari tumpulnya keberanian negara untuk memberikan hukuman berat kepada para koruptor. Dari data trend vonis bagi koruptor 2020-2022, mereka hanya dihukum rata-rata 37-41 bulan atau maksimal 3 tahun 4 bulan. Akibatnya, korupsi makin marak. Di antara kasus korupsi terbesar di Indonesia yaitu:

Pertama, kasus korupsi PT. JIWASRAYA yang merugikan negara  sebesar Rp16,81 Triliun

Kedua, kasus korupsi PT. Timah yang merugikan negara mencapai RP300 Triliun

Masih banyak kasus lainnya yang menunjukkan bahwa pemerintah sebetulnya tidak punya kemampuan politik untuk menegakan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sementara, terkait hasil survei tentang kepuasan yang sangat tinggi dari masyarakat Indonesia terhadap kinerja Jokowi dalam berbagai bidang selama sepuluh tahun menunjukan bahwa hal  tersebut hanyalah pencitraan saja, karena kondisi sebenarnya tidak menunjukkan hal yang demikian.

Buktinya, negara masih banyak mengalami berbagai problematika di tengah-tengah masyarakat, tetapi pencitraan menutupi semua itu dan mengelabui rakyat. Banyak kebijakan yang menunjukan keberpihakan negara kepada oligarki dan bukan kepada rakyatnya sendiri. 

Contohnya dalam aspek sosial, semakin banyak rakyat Indonesia tersangkut judi online yang menjamur di tengah-tengah masyarakat, sampai pada tarap menghawatirkan, meningkatnya kasus kekerasan pada anak dari tahun ke tahun, kasus perundungan (bulliying) tidak pernah ada habisnya, kasus bunuh diri yang marak terjadi, dan masih banyak lagi berbagai kasus kriminalitas lainnya yang makin meningkat. 

Dalam aspek kesejahtraan, kewajiban wajib pajak saat ini terus digulirkan oleh pemerintah. Ini semakin membebani rakyat, seperti naiknya PPN, pembatasan subsidi BBM, wacana tapera (tabungan perumahan rakyat), PNS dan pekerja yang akan dipotong upahnya sebesar 2,5 persen, yang sangat tidak jelas. 

Berbagai kebutuhan pokok makin melejit membuat rakyat  semakin menjerit. Ditambah lagi biaya pendidikan yang terus mengalami kenaikan, terutama di perguruan tinggi, kebijakan UKT naik semakin meroket.

Kebijakan pembangunan 10 tahun di masa pemerintahan Jokowi tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Malah, banyak rakyat yang merasakan penderitaan akibat perampasan lahan dan ruang hidup. Juga banyak satwa liar yang kehilangan tempat hidup. Alam menjadi rusak dan menimbulkan banyak bencana, longsor, banjir dan lainnya akibat dari pembangunan yang berlangsung.

Tidak cukup di situ saja, kesulitan rakyat makin bertambah dengan angka PHK yang terus meningkat. Ini mengakibatkan ekonomi semakin sulit yang berefek kepada semua lini kehidupan. 

Berbagai problematika yang terjadi diakibatkan karena peran negara bukan sebagai pengurus rakyat, tetapi sebagai regulator dan fasilitator sehingga hanya menguntungkan para Investor dan para oligarki. Kebijakan-kebijakan negara bukan menjadi solusi, malah makin menguntungkan oligarki dan mencekik rakyat.

Negara menjadikan sumber pemasukan negara saat ini dari utang dan pajak. Semakin negara meningkatkan utang untuk pembelanjaan negara, maka rakyat yang akan membayar utang tersebut melalui pembayaran pajak yang akan dinaikan untuk pembelanjaan negara. Akibatnya, rakyat makin menderita dan menimbulkan aneka persoalan yang nyaris ada di seluruh dimensi kehidupan.

Hal ini disebabkan karena agama tidak dipakai untuk mengatur kehidupan. Aturan agama tidak dijadikan sebagai standar halal dan haram. Pemenuhan terhadap kebutuhan rakyat tidak terpenuhi oleh negara.

Ini semua diakibatkan sistem kapitalisme sekulerisme yang memberikan dampak buruk bagi rakyat dan negara. Sistem ini melahirkan manusia yang tamak, egois, hanya bepikir kepentingan diri dan kelompoknya. 

Sistem demokrasi yang lahir dari kapitalis-sekuler memberikan wewenang kepada manusia untuk membuat aturan yang sesuai dengan kepentingannya. Segala macam cara dilakukan untuk meraih uang dan kedudukan. Akhirnya, pencitraan dilakukan untuk menutupi semua kebobrokan masa kepemimpinan pemerintahan era Jokowi selama 10 tahun. Ini membuktikan bahwa negeri kita tidak baik-baik saja.

Saatnya rakyat kembali kepada sistem sahih yang berasal dari allah Swt., yaitu sistem Islam yang menjadikan negara sebagai pengurus rakyat dalam berbagai aspek kehidupan, yaitu dengan menerapkan syari'at Islam secara kaffah, yang sempurna dalam mengatur segala aspek kehidupan, yaitu: 

Pertama, pturan Islam yang berbasis akidah Islam, menjadikan negara memiliki aparat yang handal, profesional, amanah dan beriman, dan  yang tidak dikendalikan oleh kepentingan oligarki. Dasar pengaturan urusan dan kegiatan ekonomi rakyat oleh negara diatur sesuai dengan ketentuan syariah. Hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan ekonomi dibangun oleh 3 prinsip, yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di antara masyarakat. 

Kedua, sistem yang mendukung perwujudan sumber daya manusia yang berkualitas melalui penerapan sistem pendidikan yang gratis. Sehingga, rakyat dapat menikmati pendidikan gratis sampai perguruan tinggi, yang diarahkan untuk menciptakan tenaga ahli di berbagai bidang. Tujuannya untuk menjaga urusan vital rakyat, melayani rakyat, serta memajukan negara sehingga menjadi negara yang mampu mengontrol urusannya sesuai dengan visinya, serta mandiri, tidak tergantung pada oligarki.

Ketiga, pengelolaan sumber daya yang melimpah oleh negara, yang akan dijadikan sumber devisa bagi negara yang merupakan milik umum yang dikelola oleh negara bukan kepada para oligarki seperti di sistem kapitalis. 

Keempat, sistem Islam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar dan dorongan pengembangan kekayaan. Islam mewajibkan negara agar dapat memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yaitu pangan, papan, sandang, serta penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara mewajibkan laki-laki sebagai penanggung jawab dan pencari nafkah untuk bekerja dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas, memberikan modal kerja. Negara akan membantu rakyat yang tidak mampu.

Kelima, sistem Islam juga mendukung pertumbuhan bisnis dan investasi

Keenam, negara Islam mampu mewujudkan stabilitas sistem moneter dan keuangan. Ini dilakukan dengan menjadikan emas dan perak sebagai standar, dan mendorong kemajuan ekonomi yang lebih baik.

Ketujuh, APBN yang mengoptimalkan pelayanan dan kekuatan negara. Dengan SDA yang melimpah, negara akan memiliki aset yang besar, sehingga tidak akan menjadikan pajak dan utang sebagai pemasukan, seperti di sistem demokrasi. 

Dengan penerapan aturan Islam yang paripurna, akan terjamin kesejahteraan rakyat di segalap aspek kehidupan. Islam juga melarang pencitraan  yang merupakan kebohongan untuk menutupi kebobrokan aparat yang lahir dari sistem rusak yang merusak. Islam menjungjung tinggi kejujuran. Adanya pertanggungjawaban kepada Allah menjadikan semua amanah ditunaikan dengan sebaik-baiknya dan secara profesional. Wallahu alam bis shawab.


Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Minggu, 25 Februari 2024

Menyoal Dana Insentif Kinerja untuk Pembagian Sembako



Tinta Media - Baru-baru ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menyalurkan bantuan sebanyak 10.881 paket sembako dan BPJS ketenagakerjaan kepada para pengemudi ojek pangkalan yang tersebar di seluruh kecamatan di daerah itu. Pembagian sembako ini adalah kedua kalinya yang diberikan oleh Pemkab Bandung. Anggaran tersebut hasil dari insentif kinerja Pemkab Bandung yang diterima dari pemerintah pusat. (ANTARA)

Bupati Bandung Dadang Supriatna menjelaskan bahwa dana insentif kinerja itu sebagai bentuk perhatian Pemkab kepada para pekerja yang rentan dan menjadi prioritas untuk mendapatkan bantuan paket sembako. Ia juga mengatakan bahwa bantuan paket sembako  tersebut merupakan langkah pemerintah daerah dalam mengendalikan inflasi yang menyasar masyarakat yang rawan pangan. 

Selain itu, Pemkab Bandung juga memberikan jaminan sosial melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan kepada para pengemudi ojek pangkalan apabila mereka mengalami kecelakaan atau kejadian yang tidak diharapkan. Berapa pun biayanya akan ditanggung oleh BPJS. Apabila meninggal dunia, ahli warisnya akan mendapatkan santunan sebesar Rp42 juta, sehingga bisa membahagiakan keluarga masing-masing.

Pemkab Bandung merasa bangga dengan pemberiannya tersebut, karena anggarannya berasal dari kualitas kerjanya. Padahal, pemberian bantuan paket sembako seharusnya sudah menjadi kewajibannya. Apalagi, kualitas kerja seseorang terutama dalam pemerintahan seharusnya tidak mendapatkan penilaian. Akan tetapi, pemerintah pusat wajib mengontrol kinerja bawahannya. 

Dalam sistem kapitalisme, kinerja seseorang selalu diberi penilaian, setelah itu diberikan dana insentif kinerja. Meskipun dana insentif itu bisa memberikan semangat kepada pemerintah daerah, tetapi bukankah sudah seharusnya pemerintah daerah tersebut menunaikan kewajibannya sebagai pengurus urusan rakyat yang ada di daerahnya tersebut? Kemungkinan hal tersebut bisa menimbulkan ketidakikhlasan  dalam menjalankan tugasnya dan ingin meraih penilaian dari pemerintah pusat.

Dalam sistem kapitalisme, pemberian paket sembako yang diberikan pun tidak merata. Misalnya, bantuan dari Pemda Bandung hanya diberikan kepada para pengemudi ojek pangkalan saja, sementara yang membutuhkannya bukan hanya mereka, tetapi seluruh rakyat. Ketidakadilan ini senantiasa terjadi dalam sistem kapitalisme.

Sebagaimana dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah sebagai pemimpin tertinggi wajib mengontrol kinerja bawahannya, apakah sudah melaksanakan tugas sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh khalifah atau belum. 

Sebagai seorang pemimpin, sudah seharusnya khalifah mengurusi urusan rakyat dengan adil tanpa pandang bulu, baik kaya maupun miskin, karena sudah menjadi kewajibannya. Negara memosisikan dirinya sebagai pengatur urusan umat, bukan sebagai regulator seperti dalam sistem kapitalisme. Di dalam sistem Islam, negara menjamin kebutuhan rakyat, bukan hanya sekadar pemberian sembako, tetapi juga kebutuhan lain, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan juga keamanan. Wallahu'alam bishshawab


Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media

Selasa, 13 Februari 2024

Kenaikan Gaji ASN untuk Menaikkan Kinerja atau Suara?



Tinta Media - Di tengah tingginya gelombang PHK saat ini pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan gaji ASN. Padahal Presiden Jokowi telah meneken peraturan tentang kenaikan gaji PNS, PPPK , TNI serta Polri sebesar 8 %. Ini tertuang di dalam peraturan Nomor 10 tahun 2024 tentang penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negara Sipil menurut peraturan pemerintahan Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan kedelapan belas Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS ke dalam gaji pokok. 

Apa sebenarnya yang menjadi alasan naiknya gaji ASN? Apakah kenaikan gaji ini di berikan untuk meningkatkan kinerja para ASN atau sebagai strategi untuk mendulang suara bagi pasangan Capres-Cawapres tertentu? Sudah bukan rahasia lagi kenaikan gaji ASN demi mendulang suara di pemilu adalah cara lama dan sudah berlangsung sejak orde baru, karena sudah bisa di prediksi hasil akhir perolehan suara dari kalangan mereka. 

Kebijakan ini ibarat kebijakan populis yang sarat dengan konflik kepentingan di tengah tahun politik. Di sistem kapitalis yang berasas manfaat segala sesuatu yang di anggap bermanfaat pasti akan di ambil meski harus menghalalkan segala cara. Dan kebijakan kenaikan gaji ASN di tetapkan pasti berdasarkan asas manfaat pula. Mengingat beberapa tahun ke belakang tidak adanya kenaikan sama sekali. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang penentuan upah pekerja berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pihak pengontrak kerja dengan besaran upah yang di sebutkan sehingga keduanya terikat dengan upah tersebut. Jika keduanya tidak sepakat atas suatu besaran upah, maka besaran upah tersebut ditentukan menurut para ahli di pasar umum/bursa terhadap manfaat kerja tersebut. 

Negara yang menerapkan Islam secara kaffah yang memakai sistem ekonomi Islam memiliki politik ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyatnya. Dan jaminan kesejahteraan tidak hanya melalui gaji tetapi adanya jaminan kebutuhan pokok. Jaminan layanan kesehatan serta jaminan pendidikan dan semua ini menjadi tanggung jawab negara. 

Yuk kita optimalkan gerak kita untuk segera meraih kemenangan Islam. Karena hanya Islam yang mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya dan yang mampu memberikan solusi yang tepat. 

Wallahu'alam bi ash-shawab



Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab