Tinta Media: keniscayaan
Tampilkan postingan dengan label keniscayaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keniscayaan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Februari 2024

IJM: Perubahan Itu Sesuatu Keniscayaan



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor  (IJM) Agung Wisnuwardana menegaskan bahwa perubahan itu sesuatu keniscayaan.

"Perubahan itu suatu keniscayaan. Tak bisa dibendung. Tak bisa dicegah. Perubahan itu sesuatu yang alami (nature), akan terjadi," ujarnya dalam video: Luhut Tegaskan RI Tidak Butuh Narasi Perubahan? di kanal Youtube Justice Monitor, Jumat (16/01/2024).

Menurutnya, gelombang besar menuju perubahan di tanah air terasa semakin kuat, pasalnya banyak orang merasakan Indonesia saat ini semakin terpuruk.

“Indonesia adalah negara besar dan sangat kaya sumber daya alamnya, namun Indonesia belum bisa menjadi negara unggul dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan di tingkat ASEAN sekalipun,” paparnya.  

Ia membeberkan fakta,  di negeri ini lebih dari 10 juta  warga berada dalam kemiskinan ekstrem, dan  menduduki peringkat kedua prevalensi stunting tertinggi di ASEAN. 

"Utang luar negeri tahun lalu sudah tembus 8.000 triliun dan tahun ini mungkin akan mendekati 9.000 triliun. Ketimpangan ekonominya semakin meningkat, penegakan hukumnya tidak berpihak pada warga. Hasil survei KedaiKOPI tahun lalu menunjukkan ada 54,5% warga di negeri ini merasa tidak puas dengan penegakan hukum. Itulah sebabnya rakyat Indonesia sangat berharap ada perubahan dengan kepemimpinan yang baru," pungkasnya. [] Muhammad Nur

Jumat, 16 Februari 2024

Politisasi Bansos Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi


Tinta Media - Bantuan sosial alias Bansos adalah salah satu hal yang mengemuka menjelang pemilu 2024. Program Bansos sebagai alat kampanye pendongkrak suara, makin masif di kampanyekan oleh Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden dan wakilnya, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Bansos diberikan Jokowi kepada rakyat berupa 10kg beras dan bantuan langsung tunai (BLT) Rp200 ribu rupiah per bulannya.
Berdasarkan data BBC Indonesia (30-01-2024), total alokasi perlindungan sosial 2024 mencapai 496,8 triliun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2023, yaitu sebesar 433 triliun. Bahkan, jumlah tersebut lebih tinggi daripada masa pandemi Covid-19 2019, yaitu 468,2 triliun (2021) dan 470.6 triliun (2022).

Alasan Jokowi memberikan bansos adalah untuk memperkuat daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kelas bawah. Menurutnya, penguatan daya beli perlu dilakukan di tengah kenaikan harga pangan.

Akan tetapi, politisasi bansos amat kental. Beberapa faktor yang menguatkan aroma politisasi bansos adalah:

Pertama, Jokowi akan mengumumkan penambahan jumlah keluarga penerima bantuan beras pada 2024 dari 21,3 juta menjadi 22 juta pada 15 Januari 2023 di Pekalongan, Jawa Tengah.

Kedua, Jokowi mengumumkan akan memperpanjang periode bantuan beras hingga Maret 2024 pada 22 November 2023, di Biak Numfor, Papua.

Ketiga, Jokowi mengumumkan perluasan program Bansos, bantuan beras. BLT El Nino diperpanjang penyalurannya hingga Juni 2024 saat sidang kabinet di istana negara pada tanggal 9 Januari 2024.

Keempat, pada tanggal 29 Januari 2024, pemerintah mengumumkan skema BLT baru dari BLT El Nino menjadi BLT Mitigasi Risiko Pangan. Hal ini dilakukan karena BLT El Nino mendapat kritikan tajam jika diperpanjang, mengingat saat ini sudah masuk musim hujan dan pada bulan Maret, petani akan panen. BLT Mitigasi Risiko Pangan akan diberikan untuk  periode tiga bulan sebesar Rp600.000 dan langsung disalurkan semuanya pada Februari, yaitu bulan pelaksanaan pemilu.

Sebetulnya tidak hanya Jokowi , beberapa menteri yang sekaligus petinggi partai juga menggunakan bansos untuk meraih dukungan rakyat. Mereka berdalih bahwa bansos bukanlah untuk kampanye, melainkan program pemerintah.

Bawaslu sudah memberikan imbauan kepada presiden, termasuk kepada pejabat negara agar tidak melakukan tindakan yang melanggar larangan kampanye atau tindakan yang menguntungkan, bahkan merugikan peserta pemilu, ujar anggota Bawaslu, Totok Hariyono.

Dalam sistem demokrasi, kekuasaanlah yang akan selalu diperjuangkan dan dilakukan dengan menghalalkan segala macam cara. Oleh karena itu, setiap ada peluang, pasti akan mereka manfaatkan untuk memenangkannya, meski dengan menyalahgunakan uang negara dan jabatan.

Hal seperti itu wajar terjadi, karena sistem demokrasi meniscayakan kebebasan berperilaku. Kebebasan berperilaku merupakan salah satu pilar demokrasi. Karena asas demokrasi adalah sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dalam politik.

Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap politik menyebabkan masyarakat mudah sekali ditipu dengan iming-imingi materi. Ini juga bisa jadi merupakan dampak dari buruknya pendidikan di negeri ini dan kemiskinan yang mengimpit kehidupan mereka.

Kemiskinan menjadi problem negara saat ini. Negara seharusnya menuntaskan kemiskinan dengan cara komprehensif, mulai dari akarnya, bukan hanya sekadar bantuan sosial yang terus diulang, dan meningkat saat musim pemilu tiba 

Islam juga menetapkan bahwa kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, sehingga para penguasa akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum syara.
Islam juga mewujudkan Sumber Daya Manusia/SDM yang berkepribadian Islam, jujur, dan amanah.

Negara juga akan mengedukasi masyarakat dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam memilih seorang pemimpin, sehingga umat mempunyai kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Seorang muslim yang akan menjadi pemimpin pun jelas harus berkualitas karena iman dan ketakwaannya kepada Allah Swt. serta memiliki kompetensi. Tentunya tidak butuh pencitraan agar disukai oleh rakyatnya. Wallahu 'alam

Oleh: Ummu Nazba
Muslimah Peduli Umat

Sabtu, 05 Agustus 2023

PKAD: Perubahan adalah Sebuah Keniscayaan


 
Tinta Media - Menanggapi pernyataan Menko Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang tidak setuju dengan pihak-pihak yang ingin melakukan perubahan terhadap kebijakan Pemerintah Republik Indonesia (RI), Analis Senior dari Pusat Kajian Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto menegaskan bahwa perubahan adalah sebuah keniscayaan.
 
"Saya tegaskan, bahwa perubahan itu adalah sebuah keniscayaan," ujarnya dalam program Kabar Petang: RI Harus Berubah! di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (2/8/2023).
 
Menurutnya, rakyat saat ini mau diam, rebahan atau santai, perubahan itu akan tetap terjadi.
 
"Karenanya, apapun di dunia ini tidak ada yang abadi. Jadi, semuanya berubah, dulu kecil kemudian sekarang jadi besar, nanti juga akan tua," jelasnya.
 
Sebagaimana juga pemerintahan, Hanif pun mengulas, dulu presidennya Soekarno, kemudian Soeharto, Gus Dur, Habibie, SBY, Megawati, kemudian  Jokowi.
 
"Karenanya, siapapun tidak bisa menghindari dari adanya perubahan," ulasnya.
 
Ia lanjut menuturkan, adapun terkait dengan persoalan pemerintahan, tentu ini juga patut diberikan sebuah catatan.
 
"Pertanyaannya, kalau memang saat ini Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja, maka kenapa kita harus takut dengan perubahan yang lebih baik?  Atau jangan-jangan kita sebetulnya tidak mau berubah menuju ke arah yang baik," tuturnya.
 
Pilihan
 
Hanif juga menegaskan, perubahan memang keniscayaan, namun  melakukannya adalah sebuah pilihan.
 
Untuk perubahan besar ke arah yang baik ia pun menerangkan, sebelum melakukan pilihan perubahan, yang harus diperhatikan  adalah menentukan apa yang menjadi problem utama yang ada di negeri ini.
 
"Apakah cukup sekadar berganti wajah atau berganti orang, tapi sistemnya sama?," tanyanya.
 
Ia menilai, bahwa persoalan utama di negeri yang mayoritas muslim ini adalah akibat sebuah sistem politik demokasi yang begitu liberal. "Bahkan tidak terkontrol," nilainya.
 
Kemudian juga sistem ekonomi kapitalistiknya, menurutnya inilah yang membuat kesenjangan antara si kaya dan miskin meluas, serta penguasaan aset-aset strategis sumber daya alam oleh asing dan sebagainya. "Inilah yang menjadi pangkal persoalan," tandasnya.
 
Ia  kemudian menyampaikan, kalau perubahan sekadar perubahan orang, maka hasilnya sama saja.
 
Atau begitupun sebaliknya, menurutnya kalau perubahan itu sekadar perubahan sistem saja, tapi tidak diikuti oleh perubahan person (orang) yang bagus, maka kondisinya akan sama saja (tidak mengarah pada perubahan besar yang baik).
 
Hanif pun memungkasi, yang dibutuhkan untuk sebuah perubahan besar yang baik adalah good person dan good system (orang yang baik dan juga sistem yang baik).
 
"Karenanya, sebagai sebuah negara muslim terbesar di dunia, maka arah perubahan kedepan yang sesungguhnya, harusnya dipandu oleh firman-firman Allah Swt. atau oleh jalan keilahiyahan (spirit ketuhanan)," pungkasnya. [] Muhar
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab