Hakikat Kasih Sayang Allah
Tinta Media - Banyak orang mengukur kemuliaan dari rezeki yang ia dapatkan. Banyak yang mengira, seseorang yang bergelimang rezeki atau kaya berarti dimuliakan dan disayang Allah SWT. Tak sedikit pula yang menduga, seseorang yang sedikit rezekinya atau miskin berarti tak dimuliakan dan disayang Allah SWT.
Padahal kaya bukan ukuran kemuliaan. Miskin bukan ukuran kehinaan. Orang kaya belum tentu disayang Allah SWT. Orang miskin belum tentu tak disayang Allah SWT.
Sebabnya, Allah Maha Pengasih (Ar-Rahmân). Dengan sifat yang Allah miliki ini, semua makhluk Allah kasih, tanpa pilih kasih. Mukmin atau kafir, Allah beri rezeki. Orang bertakwa atau para pendosa, Allah beri nikmat yang beraneka. Orang taat atau tukang maksiat, Allah kasih sehat. Karena itu saat Anda diberi banyak rezeki, dikasih ragam nikmat dan selalu dalam keadaan sehat, tak berarti Anda otomatis disayang Allah SWT, kecuali jika semua itu menjadikan Anda makin taat kepada-Nya.
Di sisi lain, Allah Maha Penyayang (Ar-Rahîm). Semua makhluk memang Allah kasihi hatta kaum kafir dan para pendosa. Semua diberi rezeki, tanpa kecuali. Semua diberi nikmat, tanpa diskriminasi. Namun, hanya kaum Mukmin yang layak Allah sayangi (QS al-Ahzab [33]: 43). Merekalah yang layak mendapatkan surga-Nya yang abadi. Mengapa? Karena hanya orang Mukmin yang sanggup menjadikan seluruh rezeki dan nikmat Allah SWT sebagai sarana untuk selalu taat dan ber-taqarrub kepada Allah SWT. Mereka gunakan rezeki dan nikmat Allah SWT untuk beribadah kepada-Nya, menafkahi keluarganya, berinfak di jalan-Nya, menolong orang-orang yang kesulitan, bersedekah dan berwakaf untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim, dsb. Merekalah Mukmin yang sebenarnya, sebagaimana firman-Nya:
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ – أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Orang-orang yang menegakkan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, mereka itulah kaum Mukmin yang sebenarnya; mereka memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka, mendapatkan ampunan-Nya dan rezeki yang mulia (QS al-Anfal [8]: 3-4).
Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb.
Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor)