Sistem Pendidikan Islam Pembentuk Karakter Berkepribadian Islam
Tinta Media - Melihat persoalan perundungan anak, kenakalan remaja, aksi balap liar, narkoba, pergaulan bebas sampai aksi gangster remaja menunjukkan ada masalah serius pada pembentukan karakter anak saat ini. Melihat persoalan pembentukan karakter ini tentunya tidak bisa lepas dari yang namanya sistem pendidikan. Penulis melihat ada masalah serius pada sistem pendidikan di negeri ini.
Sekularisme dan kapitalisme menjadi dasar ideologis bagi sistem pendidikan saat ini, sehingga orientasi program-program pendidikan lebih kepada profit oriented – orientasi materi. Alhasil program-program pendidikan acapkali berubah dan berganti, trial and error dan menjadikan peserta didik sebagai kelinci percobaan. Maka sangat wajar jika pendidikan yang berdasar pada ide sekularisme gagal dalam pembentukan karakter.
Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Sistem Pendidikan Islam berorientasi kepada ketaqwaan, sehingga program-program pendidikan dibangun berlandaskan akidah Islam. Karakter yang dibangun adalah karakter yang berkepribadian Islam.
Merujuk pada tulisan M. Taufik NT yang berjudul Kiprah dan Tanggung Jawab Guru dalam Dunia Pendidikan, penulis merangkum bahwa ada tiga tujuan pendidikan Islam yang meneladani Rasulullah SAW. Pertama, membentuk anak agar menjadi manusia yang berkepribadian Islam. Manusia yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir dan bersikap. Kedua, mendidik anak untuk menguasai tsaqafah Islam (pengetahuan Islam), sehingga dapat menyesuaikan segala aktivitas dengan aturan Islam. Ketiga, mendidik anak untuk dapat menguasai sains, teknologi dam ilmu yang menunjang kehidupan.
Sejauh pengetahuan penulis ada beberapa jenjang dalam sistem pendidikan Islam. Jenjang pertama adalah pendidikan usia pra-baligh sebelum usia mumayyiz. Secara umum jenjang ini berlangsung sejak usia dini hingga usia tujuh tahun. Pada jenjang ini anak dibatasi pada penyampaian pengetahuan dasar akidah, pemberian motivasi dan ancaman tanpa pemberian sanksi. Pada usia ini juga dimulai pembentukan habit.
Jenjang kedua adalah pendidikan usia pra-baligh pada usia mumayyiz. Secara umum jenjang ini berlangsung pada usia tujuh hingga sepuluh tahun. Pada jenjang ini digunakan sanksi pukulan dalam mendidik jika diperlukan. Akan tetapi hukum hudud dan sanksi syar’I belum bisa diterapkan karena belum menginjak usia baligh. Pada jenjang usia pra-baligh (sebelum atau sudah mumayyiz) secara umum anak-anak diberikan materi kepribadian Islam dan tsaqafah Islam yang bersifat pengenalan keimanan.
Jenjang ketiga adalah jenjang pendidikan usia baligh. Jenjang dimana anak-anak telah dibebani hukum syara’, sehingga materi yang diberikan bersifat lanjutan berupa materi pembentukan, peningkatan dan pematangan tsaqafah Islam.
Lalu bagaimana kemudian kita bisa menerapkan sistem pendidikan, yang selama 14 abad telah terbukti berhasil membentuk anak-anak berkarakter dan berkepribadian Islami? Jawabannya adalah sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW yang berhasil menyinergikan pendidikan di rumah (orang tua), pendidikan di masyarakat serta negara.
Inilah pula yang menjadi kendala saat ini dan menuntut peran kita untuk mengubahnya. Bagaimana tidak, anak-anak kita telah diajarkan tentang jujur, namun kecurangan masih dibiarkan di tengah masyarakat. Anak-anak kita telah diajarkan menutup aurat, namun di masyarakat terbukanya aurat adalah sesuatu yang biasa dan bahkan pornografi dibiarkan merajalela.
Anak-anak kita telah diajarkan bahwa aturan Allah adalah aturan terbaik dan paling adil karena dibuat oleh Yang Maha Mengetahui dan Yang Maha Adil, namun di masyarakat aturan ini dipilah-pilih laksana sajian prasmanan. Hal inilah yang kemudian memberikan andil besar rusaknya generasi dan gagalnya pembentukan karakter yang diharapkan.
Oleh sebab itu di samping upaya optimal dalam mendidik anak-anak kita dalam sistem pendidikan sekularisme saat ini, wajib kita sempurnakan upaya kita dalam upaya perbaikan pendidikan yang dilakukan tidak hanya orang tua, tapi juga guru, masyarakat hingga pada level negara. Upaya perbaikan pendidikan kita dalam perbaikan karakter generasi muda kita agar kemudian generasi penerus kita memiliki karakter yang berkepribadian Islam.[]
Oleh: Syadzuli Rahman
Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi
Banjarbaru 13 Februari 2024