Rabu, 25 September 2024
Sabtu, 11 Mei 2024
PEPS: Pemerintah Tidak Boleh Hanya Beri Karpet Merah kepada Investor Asing
Tinta Media - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh hanya beri karpet merah kepada investor asing.
“Pemerintah tidak boleh hanya memberi karpet merah kepada investor asing,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (7/5/2024).
“Tetapi harus memberi keberpihakan kepada pelaku domestik, antara lain, memberi stimulus dan akses finansial kepada perusahaan kecil dan menengah, dan bukan malah menghambatnya,” imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah harus bisa memberlakukan kebijakan untuk meningkatkan daya saing internasional bagi perusahaan kecil dan menengah agar dapat meningkatkan ekspor. “Antara lain memberi asistensi dalam proses produksi untuk meningkat kualitas agar dapat memenuhi standar internasional, atau memberi subsidi ekspor untuk meningkatkan daya saing khususnya kepada pelaku ekonomi kecil dan menengah,” ujarnya.
“Pertumbuhan ekonomi yang tak inklusif akan memberi dampak pertumbuhan ekonomi akan tertatih-tatih, dan ketimpangan pendapatan dan kekayaan akan semakin lebar,” terangnya.
Ia memandang bahwa pertumbuhan ekonomi hanya mengandalkan sektor komoditas sumber daya alam dan mineral. Kenaikan harga komoditas memicu pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi. “Tetapi sebaliknya, ketika harga komoditas turun seperti terjadi saat ini, pertumbuhan ekonomi tertekan. Sektor komoditas ini sekaligus memperlebar jurang kesenjangan sosial,” tukasnya.
Ia berharap pemerintah bisa memberi akses ekonomi secara adil kepada seluruh masyarakat, khususnya lapisan bawah. Akses ekonomi harus terbuka lebar untuk mayoritas penduduk Indonesia, termasuk akses faktor produksi (lahan) dan akses finansial. “Pertumbuhan ekonomi selama ini tidak inklusif, karena masih ditemukan diskriminasi ekonomi antara pemodal besar versus rakyat,” terangnya.
“Distribusi lahan pertanian, perkebunan dan pertambangan dikuasai oleh segelintir orang saja yang bisa mendapat puluhan, ratusan dan bahkan jutaan hektar. Disisi lain, distribusi pendapatan juga semakin timpang,” paparnya.
Ia membeberkan bahwa sekitar 168 juta penduduk atau sekitar 60,5 persen dari jumlah penduduk pada 2022 mempunyai pendapatan kurang dari Rp1,1 juta rupiah per orang per bulan. Berdasarkan pendapatan, maka koefisien ketimpangan pendapatan (GINI) mencapai paling sedikit 0,55. “Ini artinya, sangat timpang dan rawan konflik sosial,” tandasnya.[] Ajira
Senin, 01 April 2024
Cengkeraman Investor Menggadai Kedaulatan
Tinta Media - Utang menjadi salah satu harapan yang digaungkan mampu
meningkatkan kemajuan suatu negara. Namun, mengapa begitu banyak jebakan maut
yang disajikan dari konsep ini?
Konsep Rusak
Bank Indonesia (BI) mencatat adanya aliran modal asing
keluar bersih di pasar keuangan domestik mencapai Rp 6,68 triliun pada periode
18-21 Maret 2024 (antaranews.com, 22/3/2024).
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyatakan
bahwa nilai tersebut terdiri dari aliran modal asing keluar bersih di pasar
Surat Berharga Negara (SBN) dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)
masing-masing sebesar Rp8,20 triliun dan Rp 0,25 triliun. Sedangkan modal asing
masuk bersih di pasar saham senilai Rp1,77 triliun.
BI terus berusaha untuk memperkuat koordinasi antara
pemerintah dengan otoritas terkait. Demi mengoptimalkan strategi
pembauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Konsep pembangunan yang selalu disandarkan pada konsep
investasi adalah konsep yang absurd. Konsep tersebut menunjukkan betapa
lemahnya ekonomi dalam negeri sehingga selalu beranggapan membutuhkan topangan
dari kucuran dana investasi. Dan hal tersebut dipandang sebagai hal yang wajar
dan logis dalam sistem ekonomi yang kini diterapkan. Pertumbuhan ekonomi
dipandang sebagai kemampuan negara dalam menghasilkan barang dan jasa dalam
jumlah besar. Dan dalam volume yang selalu mengalami peningkatan. Sehingga
aktivitas produksi dianggap sebagai satu-satunya fokus aktivitas ekonomi.
Dalam proses produksi, dipandang membutuhkan investasi untuk
biaya operasional. Konsep ini jelas konsep yang bias. Karena produksi sama
sekali tidak mampu menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dari
sinilah masalah muncul. Aktivitas distribusi tidak dipandang sebagai hal yang
juga penting. Sehingga timbul masalah sulitnya akses barang dan jasa oleh
masyarakat secara umum. Wajar saja, saat jurang ekonomi semakin tampak. Si kaya
dan si miskin semakin terpisahkan secara ekonomi sebagai bentuk perbedaan
kemampuan mengakses kebutuhan hidup.
Buktinya, pembangunan yang kian masif dan sistematis kian
menciptakan kesenjangan ekonomi. Di tengah hingar bingar modernnya pembangunan,
banyak lapisan masyarakat yang kelaparan tanpa perlindungan tempat tinggal yang
layak.
Sementara investasi yang dianggap sebagai pendongkrak
ekonomi, faktanya hanya menciptakan penjajahan bagi rakyat. Meskipun tidak
dirasakan langsung sebagai bentuk penjajahan riil. Namun, dampaknya sangat
merusak. Dan inilah yang kini terjadi secara umum di negeri kita dan hampir
sebagian besar negara muslim di dunia.
Betapa rusaknya sistem ekonomi ala kapitalisme yang kini
dijadikan pijakan. Konsepnya yang rusak, pasti akan merusak sendi kehidupan
masyarakat. Karena sistem ini hanya mencari kesempatan demi meraup keuntungan
berlebih untuk para penguasa dan oligarki pengusaha. Kepentingan rakyat
otomatis terpinggirkan secara realistis.
Tidak hanya itu, pembiayaan melalui berbagai pintu investasi
asing pun menjadi pintu "bunuh diri" secara politis. Karena dengan metode
tersebut, akan mengancam kedaulatan eksistensi suatu negara. Demikian
diungkapkan Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam Kitab Politik Ekonomi Islam.
Investasi menjadi jalan ampuh yang digunakan pihak asing dalam mengintervensi
kebijakan negara. Wajar saja, saat suatu negara dikuasai negara asing berawal
dari metode investasi yang diberikan.
Di sisi lain, negara hanya berfungsi sebagai regulator yang
memuluskan kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan para investor. Iklim bisnis yang
diciptakan negara semakin kondusif sehingga investasi pun makin langgeng.
Inilah penjajahan neo imperialisme yang tercipta dari konsep kapitalisme yang
destruktif. Alhasil, rakyat semakin sulit mengakses kebutuhan hidupnya.
Mekanisme pelayanan rakyat diberikan dalam bentuk bisnis. Sumber daya secara
umum dikuasai investor. Rakyat harus merogoh kocek dalam-dalam demi setiap
kebutuhannya. Kebutuhan pangan, papan, kesehatan dan pendidikan, semua harus
dibayar mahal. Beban rakyat pun kian berat.
Tidak hanya itu, dampak penerapan kebijakan investasi asing
ini pun mengakibatkan membengkaknya utang negara. Salah satu contohnya,
kekuatan rupiah yang disandarkan pada dolar. Nilai rupiah sering anjlok dan
keadaan ini memukul sektor perekonomian dalam negeri. Salah satu ciri negara
berdaulat adalah tangguhnya mata uang yang diterapkan di negara tersebut.
Namun, dalam sistem kapitalisme saat ini negara sama sekali tidak mampu
berdaulat dan selalu dalam jebakan setir kebijakan asing. Memilukan.
Sistem Ekonomi Islam, Satu-satunya Sistem Tangguh
Dalam konsep Islam, kriteria pemerataan ekonomi merupakan
terpenuhinya seluruh kebutuhan primer masyarakat, mulai dari kebutuhan sandang,
pangan papan, kesehatan, pendidikan dan pekerjaan yang layak individu per
individu. Bukan berdasarkan sampel saja.
Dengan konsep tersebut, proses produksi, distribusi, dan
konsumsi akan mencapai pada titik keseimbangan dalam memenuhi kepentingan
individu masyarakat. Demi mencapai kesejahteraan yang merata di seluruh bidang.
Begitu pula dengan konsep pembangunan infrastruktur.
Pembangunan didasarkan pada kebutuhan rakyat. Bukan proyek berbasis keuntungan
seperti dalam mekanisme investasi asing. Paradigma ini membutuhkan sistem
ekonomi kuat, yakni sistem ekonomi Islam yang tangguh dan mandiri secara
finansial.
Syekh Taqiyuddin an Nabhani
mengungkapkan dalam Kitab Nidzamul Islam, bahwa sistem keuangan negara
Islam berbasis pada konsep Baitul Maal, yang memiliki tiga pos kepemilikan.
Yakni pos kepemilikan negara, kepemilikan umum dan pos zakat. Masing-masing pos
memiliki jalur pengeluaran. Negara dapat mengambil pos kepemilikan negara dan
umum untuk pembangunan. Dan kekuatan ini mampu menghantarkan negara pada
kemandirian secara politik dan ekonomi.
Semua konsep ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam
dalam wadah institusi khilafah. Satu-satunya institusi yang amanah yang dicontohkan
Rasulullah SAW. Negara berdaulat, dan kuat. Dengannya rahmat Allah SWT.
tercurah, hidup umat pun bergelimang berkah.Wallaahu a'lam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Jumat, 05 Januari 2024
Pengesahan RTRW Mudahkan Investor
Kamis, 04 Januari 2024
Sistem Kapitalisme Liberal Mengayomi Investor, Menzalimi Rakyat
Sabtu, 23 Desember 2023
Keberadaan Investor Asing di KEK, Berbahaya bagi Kedaulatan Negeri
Sabtu, 23 September 2023
Warga Rempang Digusur Demi Investor, LBH Pelita Umat: Kebijakan Kapitalistik dan Zalim
Rabu, 13 September 2023
PEPS: Investor Tidak Beda dengan Penjajah
Rabu, 09 Agustus 2023
Banyak Investor Asing Tidak Tertarik IKN, INDEF: Skema Pembelian Tanah Belum Jelas
Tinta Media - Soal banyaknya investor asing yang tidak tertarik pada Ibu Kota Nusantara (IKN), Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Dr. Muhammad Rizal Taufikurrahman menyampaikan karena skema pembelian tanahnya masih belum jelas.
“Ya ini yang paling penting sebenarnya, yaitu skema pembelian tanah di IKN masih belum jelas,” tuturnya dalam diskusi yang berjudul: IKN Untuk Cina? di kanal Youtube Media Umat, Ahad (6/8/23)
Ia berargumen, meskipun sudah gathering investor di dalam negeri, kemudian menawarkan ke investor di luar negeri, tapi masih sebatas komitmen Letter Of Intent (LOI) dan belum ada realisasi secara langsung di lapangan. “Ya masalahnya tadi skema lahan itu,” tandasnya.
Menurutnya, para investor banyak mempertimbangkan ulang investasinya ke IKN, karena para investor tersebut butuh kenyamanan dan kepastian serta memperhitungkan investasinya dalam jangka pendek maupun jangkan panjang.
“Dan juga tentu saja sustainability dari investasi itu bagaimana? Return of investment-nya bisa terkalkulasi dengan baik tidak, kalau tidak, ya untuk apa? Kan lebih baik investasi di sektor yang benar-benar bisa mendapatkan Return of investment atau Return of revenue dari investasinya,” tutupnya. [] Setiyawan Dwi