Tinta Media: informasi
Tampilkan postingan dengan label informasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label informasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Februari 2024

Sanad, Silsilah Informasi Valid



Tinta Media - Para pembelajar hadis (perkataan, perbuatan, diamnya Rasulullah) tentu sudah sangat kenal dengan istilah sanad.
sanad akan menentukan validitas suatu informasi yang disandarkan kepada Baginda Nabi shalallahualaihiwassalam

Penerimaan terhadap suatu sanad oleh ulama ahli hadis menjadi salah satu penyebab perbedaan kesimpulan dari derajat suatu hadis. Perbedaan itu pada akhirnya akan memengaruhi kesimpulan hukum yang dimuat dalam matan (redaksi)  hadis. 

Ketika perbedaan hukum sesuatu ini sampai kepada kita, sikap yang tepat adalah tasamuh (berlapang dada). 

Akan termasuk ghuluw (berlebihan) jika sikap kita langsung memvonis salah, apalagi sampai menyesatkan (menilai sesat). 

Sanad merupakan hal mendasar yang membedakan tsaqafah (pengetahuan) Islam dengan ilmu pengetahuan selainnya. 

Jika dalam ilmu hadis para pembelajar sangat ketat dalam mengkaji sanad, begitu juga terkait ibadah mahdah. Tata caranya dicontohkan secara detil oleh Nabi shalallahualaihiwassalam. Para da'i juga sangat ketat dalam ber- ittiba' (mengikuti seperti yang dicontohkan). 

Saking ekstremnya, ketika suatu amal tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shalallahualaihiwassalam, sahabat, tabi'in (bertemu dengan sahabat Nabi),  tabiut tabi'in (bertemu dengan sahabat dari sahabatnya Nabi), maka vonis sesat dengan mudah disematkan. 

Sanad ilmu dengan sikap ghuluw seperti itu tentu patut dipertanyakan. Ini karena sangat berbeda dalam kaidah istinbath (penggalian) hukum yang syar'i (sesuai syariat). 

Ibadah mahdah ini hanya mengatur interaksi hamba dengan Allah Azza wa Jalla. 

Namun, sangat disayangkan bahwa semangat untuk ber-ittiba' jarang ditemukan dalam berinteraksi dengan sesama dan diri sendiri. 

Dalam mengatur ekonomi, sudahkah sanad ilmu kita sampai kepada Baginda Nabi shalallahualaihiwassalam?
Jangan-jangan malah sampainya kepada Adam Smith. 

Dalam berpolitik, sudahkah sanad ilmu kita bersambung kepada Rasulullah? Jangan-jangan bersambungnya malah ke Montesquieu, Aristoteles, Machiavelli, dan yang sekubu dengan mereka. 

Begitu juga dalam dunia pendidikan, jangan-jangan sanad ilmu dalam pengelolaannya malah bersambung kepada John Locke dan Maria Montessori. 

Jika demikian, apa kira-kira hujjah (alasan kuat) kita nanti di pinggir Al kautsar (telaga Nabi) ketika Nabi bertanya? Kenapa kita tidak mencontohnya dalam ekonomi, politik, pendidikan, dan lainnya? Apalagi menjawab pertanyaan Allah Subhanahuwata'ala di pengadilan-Nya di hadapan seluruh manusia sejak Adam alaihissalam sampai manusia terakhir di bumi.

Kenapa kita tenang-tenang saja ketika hukum Allah tidak tegak dalam setiap sendi kehidupan di tengah-tengah kita?
Na'uzubillah

Temukanlah guru yang mempunyai ilmu dengan sanad yang tersambung ke Rasulullah dalam mengkaji secara detail hukum yang mengatur 3 jenis interaksi manusia. 

1. Interaksi dengan Allah (akidah dan ibadah).
2. Interaksi dengan diri sendiri (makanan, minuman, pakaian, akhlak).
3. Interaksi dengan manusia lain (sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pidana, politik pendidikan dan luar negeri). 

Poin 1 dan 2 relatif mudah menemukan ilmu yang ber- sanad ke baginda, tekuni salah satunya dengan sikap tasamuh. 

Namun, poin 3 memerlukan usaha lebih keras dalam mengkaji ilmu yang sanad-nya bersambung ke Rasulullah. 

Tentu perlu pengorbanan waktu, tenaga, perasaan, bahkan mungkin harta dan jiwa dalam mempelajarinya. 

Batam, #271/070224

Oleh: Mak Wok
Sahabat Tinta Media 

Pesatnya Teknologi Informasi dan Komunikasi Ancam Tenaga Kerja Manusia



Tinta Media - Tulisan ini adalah salah satu bentuk kerisauan kami selaku mahasiswa yang selalu skeptis akan kondisi dunia kerja hari ini. Apalagi, sekarang dunia sudah mulai berbondong-bondong menggunakan mesin ketimbang manusia. 

Hari ini manusia sudah mengalami perubahan begitu pesat, mulai dari aktivitas di lingkungan keluarga sampai dunia kerja. Tak hanya itu, perubahan ini juga berdampak pada cara manusia bertindak dan menerima informasi. 

Revolusi industri 4.0 adalah suatu perubahan yang membuat manusia tidak lagi bekerja secara ekstra karena di perubahan kali ini, teknologi-teknologi canggih semakin gencar digunakan oleh para pelaku usaha dengan harapan lebih memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Akan tetapi, ada masalah yang cukup fundamental, yaitu terkait dengan ketenagakerjaan pada setiap sektor industri. Adanya peningkatan teknologi dalam menopang produktivitas suatu industri memang sangat membantu pelaku usaha dan juga para pekerja. Namun, seiring dengan peningkatan teknologi dan kecerdasan buatan ini, manusia dibuat semakin terpojok. 

Tentu ini adalah masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dan pihak ke pemerintah.

Indonesia adalah negara yang sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakat jika mengacu pada UUD 1945 dan Pancasila. Namun, melihat data yang dikeluarkan oleh BPS dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 278,8 juta jiwa pada 2023. Yang mendapatkan lapangan pekerjaan sebanyak 147,71 juta orang. Angka pengangguran pada tahun 2023 berkisar 7,86 juta jiwa.

Memang ini adalah angka yang bisa dikatakan kecil. Akan tetapi, kita harus mengetahui bahwa Indonesia terbagi atas dua sektor pekerja, yakni pada sektor formal dan sektor informal. Survei yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2023 menunjukkan bahwa pekerja informal sebanyak 83,34 juta orang dan pekerja formal sebanyak 55,29 juta orang. 

Ketika melihat survei dari BPS ini, pekerja informal sangat mendominasi. Artinya ada pemangkasan pekerja pada sektor formal. Tentu ini tak lepas dari perkembangan industri 4.0 yang mengandalkan mesin dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan produktivitas pada sebuah perusahaan atau industri.

Beberapa tokoh seperti Tesla dan Space X, mereka berpendapat bahwa penggunaan mesin dalam suatu bidang perindustrian dapat bekerja lebih cepat dan juga dapat meningkatkan produktivitas. Biayanya juga lebih rendah daripada manusia. Ini yang membuat banyak industri lebih suka menggunakan tenaga mesin. Ini juga salah satu hal yang membuat pekerja formal di Indonesia jumlahnya sedikit dibandingkan dengan pekerja informal.

Ini adalah salah satu kerisauan para mahasiswa, karena setiap tahun, kampus-kampus mengeluarkan lulusan-lulusan sarjana dari berbagai jurusan, tetapi lapangan pekerjaan tidak dapat menampung mereka untuk bekerja di setiap bidang yang mereka minati. Maka, kami sangat berharap kepada pihak pemerintah agar dapat mengintervensi pelaku usaha dalam hal pemberdayaan pekerja manusia daripada mesin.


Oleh: Diki Wahyudi Iyabu
Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab