Tinta Media: indeks
Tampilkan postingan dengan label indeks. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label indeks. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Januari 2024

Kenaikan Indeks Pembangunan Gender, Benarkah Perempuan Makin Sejahtera?



Tinta Media - Program kesetaraan gender kian santer diopinikan. Dunia memandang bahwa memberikan hak yang sama terhadap laki-laki dan perempuan di ruang publik akan menyejahterakan kaum perempuan. Saat ini, para wanita yang hanya di rumah mengurus rumah tangga dipandang tidak produktif. Wanita dianggap produktif jika memiliki peran, bahkan bersaing dengan laki-laki, baik dalam bidang ekonomi, politik, dan lainnya. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender.

"Perempuan dianggap berdaya jika mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pemberdayaan Gender," kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N. Republika.co.id (6/1/2024).

Namun, data yang ada berbanding terbalik dengan nasib perempuan saat ini. Tingginya angka indeks pembangunan gender tak mengurangi penderitaan para wanita. Justru, semakin hari penderitaan itu semakin meningkat. Kasus kekerasan, bahkan pembunuhan, pelecehan seksual, KDRT, eksploitasi, dan masih banyak lagi kasus kekerasan pada perempuan yang kian hari kian meningkat. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut bahwa total terdapat 21.768 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (PPA) selama tahun 2023.

Mirisnya, penyumbang terbesar kekerasan terhadap perempuan adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yaitu 5.555 laporan. Jumlah laporan itu juga tercatat meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 2.241 kasus.

Dalam sistem kapitalis saat ini, perempuan dipandang sebagai salah satu komoditi untuk menghasilkan uang. Perempuan dianggap hebat dan berdaya bila bisa mencari uang sendiri atau memiliki peran di bidang tertentu, seperti politik, ekonomi, dan lainnya. Perempuan yang hanya diam di rumah mengurus dan mengatur rumah tangga dipandang remeh. Alhasil, dengan arah pandang tersebut, perempuan yang bekerja atau yang memiliki posisi penting dalam bidang tertentu menjadi role mode di kalangan perempuan saat ini.

Hal ini tentu bertolak belakang dengan fitrah seorang wanita. Semakin banyak perempuan yang bekerja keluar rumah atau pun berbisnis, tak jarang urusan rumah tangga yang menjadi kewajiban utamanya terabaikan, bahkan diserahkan kepada pihak lain yang justru malah menjadi pemicu munculnya persoalan lain di kemudian hari, seperti kurangnya keharmonisan rumah tangga, perselingkuhan, perceraian, KDRT, anak-anak terjerumus pergaulan bebas sebab keluarga tak lagi harmonis. 

Tingginya kasus KDRT yang menjadi penyumbang kekerasan terbesar terhadap perempuan menunjukkan bahwa ada yang salah dalam tatanan rumah tangga, dan pemicu utamanya ialah hilangnya peran ibu sebagai pengurus dan pengatur rumah tangga. 

Sulitnya ekonomi maupun arah pandang yang salah terhadap peran perempuan membuat para istri maupun ibu lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dibanding mengurus keluarga. Ini menunjukkan bahwa meningkatnya angka indeks pembangunan gender tidak membawa pengaruh bagi kesejahteraan perempuan. 

Faktanya, penderitaan yang dialami kaum wanita sebenarnya tidak lain karena buah dari penerapan sistem kapitalisme-Liberal yang memandang bahwa materi merupakan tolak ukur kebahagiaan. Kehidupan bebas diatur sesuai kehendak pribadi. Akhirnya, perintah agama yang mengatur kehidupan wanita tidak dilaksanakan, bahkan berbanding terbalik. 

Kehidupan yang bebas membuat manusia berperilaku bebas tanpa batasan. Ditambah tidak adanya sanksi yang tegas, semakin memperburuk kondisi saat ini. Akibatnya, tindak kriminal merajalela. Nasib perempuan menjadi tidak aman dan terancam di setiap saat. 

Jika sudah seperti ini, akan sulit terwujud generasi yang cemerlang bila seorang istri atau ibu tidak dalam kondisi yang baik menjalankan fitrahnya. Arah pandang yang keliru telah mengubah tatanan kehidupan yang seharusnya sesuai syari'at. Akibatnya, peran laki-laki dan perempuan menjadi kacau dan menimbulkan banyak persoalan. 
 
Padahal, telah jelas diatur oleh Allah Swt. bahwa fitrah wanita adalah ummu warabbatul baiti, yakni pengurus dan pengatur rumah tangga di bawah kepemimpinan seorang suami. Ini merupakan sebuah peran yang tak bisa digantikan oleh siapa pun. Menjadi ibu dan istri adalah profesi mulia sebab mendidik generasi adalah bagian dari peran besar yang menentukan nasib sebuah peradaban.

Peran ini tidaklah mudah. Maka, harus didukung dengan kondisi yang ideal, baik peran suami yang melindungi dan menjaga keluarga sebagai pemimpin rumah tangga, atau negara dalam menciptakan suasana yang kondusif hingga terpenuhi segala kebutuhan rakyat, serta adanya aturan yang tegas di tengah-tengah masyarakat agar segala tindak kejahatan terminimalisir. Begitu pun dengan peran ummu warabbatul bait, dapat terlaksana dengan maksimal.

Maka dari itu, Allah Swt. tidak mewajibkan perempuan untuk mencari nafkah, melainkan kepada para suami, atau ayah saat belum menikah. Ketika ayah atau suami meninggal, maka beban kewajiban jatuh kepada keluarga lain yang telah diatur dalam syari'at. Apabila tidak mampu, maka akan menjadi tanggung jawab negara.


Negara pun tidak boleh berlepas tangan, tetapi wajib menyediakan lapangan kerja bagi para suami maupun ayah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena itu, harus ada aturan yang mendukung terwujudnya peran ideal masing-masing anggota keluarga. 

Selain itu, harus ada perubahan menyeluruh, baik arah pandang maupun sistem hidup yang sesuai fitrah manusia agar kesejahteraan dan keamanan bisa kembali terwujud, tak hanya pada perempuan dan anak-anak, tetapi bagi seluruh rakyat di bawah negara yang menerapkan aturan Islam di dalamnya, yaitu aturan hidup yang diturunkan oleh Allah Swt. untuk umat manusia sebagai pencipta dan pengatur alam semesta. 

Sudah saatnya kita meninggalkan sistem buatan manusia yang hanya membawa dampak buruk di setiap peraturannya, baik bagi perempuan, anak-anak, juga masyarakat secara keseluruhan. Wallahualam bi shawwab.

Oleh: Imroatus Sholeha 
(Freelance Writer) 

Senin, 15 Januari 2024

Perempuan di Balik Kenaikan Indeks Pembangunan Gender




Tinta Media - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan bahwa selama 2 tahun, perempuan semakin berdaya yang ditunjukkan dengan meningkatnya indeks pembangunan gender. (Jakarta, Antaranews.com, 6 Januari 2024)

Perempuan semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja, dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, itu di tunjukan dengan meningkatnya indeks pemberdayaan gender", kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA Leny N Rosalin dalam keterangan di Jakarta.

Dia mengatakan perempuan berdaya akan menjadi landasan yang kuat dalam pembangunan bangsa.
Keterwakilan perempuan dalam lini-lini penting dan strategis juga ikut mendorong kesetaraan gender di Indonesia yang semakin setara. 

Sementara banyak perempuan menjadi  pemimpin baik di desa sebagai kepala desa atau kepala daerah hingga pemimpin di kementerian atau lembaga. Kemen PPPA menargetkan peningkatan kualitas dan peran perempuan dalam pembangunan pada 2024, tentunya yang ingin dicapai adalah peningkatan kualitas dan peran perempuan dalam pembangunan. Menyongsong tahun 2024 komitmen PPPA untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak terus di tingkatan.

Menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak PPPA Bintang Puspayoga menambahkan pihaknya akan berfokus pada penguatan kelembagaan dan perbaikan pelayanan publik terutama terkait lima arahan prioritas presiden dengan mengedepankan energi dan kolaborasi lintas sektor mulai dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat dunia usaha dan media. 

Tetapi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada 2023 makin meningkat, Kapolri jenderal Lustiyo Sigit Prabowo mengungkapkan ada 21.768 kasus sepanjang 2023 Kemen PPPA juga menginformasikan ada peningkatan yang sangat signifikan bahkan statis kekerasan pada anak meningkat 30 persen.

Mirisnya penyumbang terbesar angka kekerasan adalah kekerasan dalam rumah tangga artinya ada masalah dalam bangunan keluarga, masalah ini yang terkesan tidak terlalu relevan pada kepentingan keamanan negara, padahal Kemen PPPA mengatakan indeks pemberdayaan gender itu meningkat, tetapi paradoksnya, persoalan human security juga sama tingginya bukan malah mengurangi persoalan di masyarakat. 

Persoalan terjadi pada paradigma pembangunan perempuan ketika berbicara indeks pemberdayaan gender. Maka tidak bisa dilepas kan dari konsep pengarusutamaan gender. Juga women un development yang di gagas dengan nilai nilai barat melalui pendekatan ekonomi seperti tingkat partisipasi tenaga kerjanya, profesionalitasnya dan keberadaan di parlemen.

Namun bagaimana agar perempuan tidak berdaya membangun keluarga, menjaga anak-anak dan kehormatannya tidak ada jaminan ini yang gagal di tangkap dalam proses kebijakan. Mengutip dari penulis dan toko pendidikan asal Yordania Majid Al kilani bahwa ketika pembangunan berporos pada materi, maka manusia menjadi unsur yang paling tidak berharga. Inilah yang terjadi pada kaum perempuan, padahal ia adalah kehormatan bagi sebuah masyarakat. Pemberdayaan perempuan lebih ke level ekonomi dan tidak berbanding lurus dalam menjaga ketahanan masyarakat. 

Untuk itu kita tegaskan jika berbicara 2024, maka harus menyentuh pada level yang sifatnya paradigma tidak konseptual, tidak hanya berhenti di level teknis atau pembangunan infrastruktur, tanpa mengoreksi konsep yang selama ini kita terima dari lembaga lembaga dunia.

Ketika paradigma tetap seperti ini, berarti bisa di katakan  tidak akan terjadi perubahan signifikan terhadap nasib perempuan dan generasi, malah justru menambah masalah. Sebagai mana sindrom Chicago bahwa dengan pembangunan fisik luar biasa, kejahatan malah  merajalela. Ini gejala di negara negara barat yang sekarang makin di rasakan di negeri negeri Muslim. 

Oleh karenanya, khawatir jika mungkin banyak perempuan yang tidak lagi menghargai bangunan keluarga karena mereka lebih merasa di hargai dengan prestasi, karier, finansial dan popularitas yang merupakan pencapaian materi. Jika bicara value dan peradaban, seharusnya perempuan adalah kehormatan. 

Dalam Islam ia menjadi sumber yang mengajarkan nilai-nilai luhur bagi anak-anaknya. Untuk itu kita menekankan kaum perempuan harus punya agenda besar perubahan. Kaum perempuan adalah investasi terbesar dalam peradaban karena ia yang akan menyiapkan generasi ke depan. Hal itu tampak di kalangan  akar rumput maupun terpelajar.  Yang salah mulai memikirkan untuk apa mengejar karier tinggi jika keluarganya berantakan, ini karena perempuan adalah kunci peradaban dan benteng dari kerusakan. Oleh karenanya tetap optimis, selama dakwah terus bergulir. Maka kendaraan itu makin menguat di kalangan kaum Muslimin. 

Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Ummu Affaf 
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab