Hipokrit Pemboikotan dan Menolak Penjajahan di Negeri Merdeka
Tinta Media - Terkait konflik Palestina dengan entitas penjajah Yahudi Zionis, banyak dari kalangan kaum muslimin untuk menyeru pemboikotan kepada Penjajah Yahudi Zionis.
Memang terkesan menyakinkan bahwa dengan pemboikotan produk, diplomasi, dan juga regulasi dari entitas penjajah Yahudi Zionis itu mampu melumpuhkan ekonominya, namun faktanya ternyata tidak mampu menghentikan penjajahan, banyak faktor yang melatarbelakangi. salah satu kawan setianya yakni Amerika siap menyokong bantuan untuk entitas penjajah Yahudi Zionis, meskipun dari warga Amerika banyak melakukan pengumpulan donasi untuk Palestina, namun tidak bisa dipungkiri di dalam pemerintahan AS secara terang-terangan memberi bantuan dalam skala militer pada entitas penjajah Yahudi Zionis.
Ternyata bukan hanya faktor dari kawan setianya saja yang siap memback up, namun juga regulasi-regulasi atau kebijakan-kebijakan yang dimana banyak sekali kejanggalan atau hipokrit, terlebih lagi di negeri ini.
Contoh saja pada Peraturan Menteri Luarnegeri (Permenlu) tahun 2019 nomor 3 tentang hubungan diplomatik. Meskipun di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa Indonesia menolak menjalin hubungan diplomatik dengan entitas penjajah Yahudi Zionis, namun ternyata itu hanya bersifat resmi saja, artinya tidak menerima delegasi secara resmi, tidak akan menyambut perwakilan-perwakilan secara resmi, dan di tempat resmi.
Sedangkan yang non-resmi tidak ada larangan. Dijelaskan dalam pasal 151 poin D bahwa kehadiran entitas Yahudi Zionis yang tidak membawa implikasi pengakuan politisnya terhadap zionis itu diperbolehkan masuk itu dijelaskan dibagian kunjungan warganya ke Indonesia, namun hanya dapat dilakukan dengan menggunakan paspor biasa dan otoritasisasi pemberian visa dilaksanakan dikementerian Hukum dan HAM melalui kedutaan Singapura.
Jadi undang-undang ini kayak semacam kontradiktif, disatu sisi menolak penjajahan Zionis sehingga tidak melakukan hubungan diplomatik namun disisi lain tidak melarang warganya datang ke Indonesia. Dan UU ini juga menegaskan bahwasanya Indonesia itu tidak bersikap tegas pada entitas Penjajah Yahudi Zionis.
Nemang secara fakta pemerintah Indonesia tidak menjalin hubungan resmi namun hubungan tidak resmi itu sudah berjalan sejak lama, dan yang paling menonjol adalah hubungan bisnis, bahkan hubungan bisnis ini berjalan sejak era rezim Soeharto sampai sekarang, yang bergerak didalam sektor impor barang.
Di mana Indonesia sebagai negeri muslim terbesar itu ternyata memiliki hubungan yang mesra dengan entitas Penjajah Yahudi Zionis. Dilansir data Indonesia pada tahun 2022, impor barang dari Penjajah Yahudi Zionis mencapai 47,8 juta US Dollar atau setara 720 miliar. Nah dari data tersebut terjadi kenaikan sebesar 80% dari tahun 2021 yang hanya 26,5 juta US Dollar. Adapun berbagai jenis yang diimpor ini mulai dari mesin mekanik pesawat, serta instrumen, seperti optik, fotografi, cinematografi, dan juga medis. Dan impor terbesar yang dilakukan terhadap Indonesia itu terjadi di tahun 2016 dengan nilai 109,94 juta US Dolar. Jadi ini artinya terjadi fluktuatif pada sektor impor barang.
Jalinan kerja sama dengan Penjajah Yahudi Zionis itu juga diperjelas dalam pertemuan parlemen dunia dibali pada tahun 2022. Didalam pertemuan parlemen dunia yang bernama Inter-Parliamentary Union (IPU) dibali, disitu dihadiri oleh perwakilan dari parlemen Yahudi Zionis dan diterima oleh Indonesia yang dipimpin oleh ketua DPR Puan Maharani, walaupun sempat kontroversial namun pemerintah mengelak bahwasanya itu bukan undangannya, namun pihak Yahudi Zionis yang mengundang. Padahal secara tidak langsung pemerintah Indonesia memberikan izin pada Yahudi Zionis untuk datang dan kita mengakui dokumen-dokumen yang mereka bawa. Dan masih banyak lagi kejanggalan yang dimana seolah-olah pemerintah menerima Yahudi Zionis tersebut selagi menguntungkan.
Padahal di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terjelaskan bahwasanya penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, yang artinya jika kita menolak penjajahan itu artinya menolak eksistensi negara penjajah, kalau kita menolak eksistensi negara penjajah secara otomatis kita menolak kehadiran mereka. Maka agak aneh jika kita gaungkan pemboikotan namun disisi lain pemerintah menggelar karpet merah untuk Penjajah Yahudi Zionis.
Oleh: Setiyawan Dwi
Sahabat TintaMedia