Tinta Media: hari santri
Tampilkan postingan dengan label hari santri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hari santri. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 November 2024

Memperingati Hari Santri dengan Tema "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan"


Tinta Media - Peringatan Hari Santri Nasionalis setiap tanggal 22 Oktober pertama kali diresmikan pada tahun 2015 melalui keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015.

Tanggal 22 Oktober dipilih karena pada hari itu, di tahun 1945, KH Hasyim Asy'ari bersama para ulama mengeluarkan resolusi jihad. Resolusi ini menyerukan umat Islam untuk berjihad melawan penjajah Belanda dan melawan sekutunya yang ingin kembali menguasai Indonesia setelah kemerdekaan.

Resolusi jihad tersebut menjadi pemicu pertempuran besar melawan pasukan NICA di Surabaya yang mencapai puncaknya pada peristiwa 10 November 1945, yang dikenang sebagai Hari Pahlawan. Santri dan ulama berperan besar dalam mempertahankan Indonesia melalui jihad fisabilillah.

Dari peristiwa itu, santri diharapkan tidak hanya mengusai ilmu agama saja, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan sosial dan budaya, membantu menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat.

Resolusi jihad yang diserukan KH Hasyim Asya'ari sejatinya harus terus digelorakan meskipun perang sudah berakhir di negeri ini. Semangat jihad harus dilanjutkan para santri dalam bentuk semangat juang menghadapi tantangan jaman menuju masa depan Indonesia emas.

Visi misi pesantren untuk melahirkan santri yang fakih fiddin, nembela agama Allah, melahirkan ulama yang menjadi bintang penerang kegelapan, juga pembela Islam dalam sistem saat ini akan sangat sulit diraih, karena sistem sekuler kapitalis liberalis telah masuk pada sendi-sendi kehidupan pesantren.

Selain itu, kurikulum yang sekuler kapitalis juga telah menyibukan santri berdaya secara ekonomi. Belum lagi standarisasi da'i mendorong pada akhirnya melahirkan para santri yang hanya menjadi duta-duta moderasi.

Sejatinya, program-program tersebut adalah bentuk penjajahan. Maka, santri harus paham akan hal tersebut. Semua itu bertentangan dengan visi misi hari santri, yaitu spirit jihad mengusir penjajah. Ditambah lagi, ada upaya mereduksi makna jihad.

Maka dari itu, harus ada upaya menghadangnya dengan menyampaikan pemahaman jihad yang hakiki dan bagaimana peran santri yang seharusnya menuju kebangkitan dan kemajuan umat sesuai syariat Islam.

Ini semua akan terwujud apabila diterapkan sistem Islam, yaitu syariah dan khilafah. Maka, santri akan memahami makna perjuangan yang hakiki menuju peradaban Islam.

Maka dari itu, mari perjuangkan  tegaknya sistem Islam, yaitu syariah dan khilafah yang akan mewujudkan semua kebaikan. Insyaallah, para santri akan terbentuk menjadi santri yang unggul dalam segala bidang.
WalLahu a'lam bish shawwab.



Oleh: Ummu Syakira
Sahabat Tinta Media

Kamis, 31 Oktober 2024

Hari Santri: Momentum Santri Memiliki Visi Jihad di Jalan Allah

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Ahmad Sastra mengungkapkan, seharusnya hari santri merupakan momentum untuk para santri memiliki visi jihad di jalan Allah SWT .

"Nah, oleh karena itu momentum hari santri mestinya menjadikan  santri yang benar-benar santri yakni yang memiliki visi jihad membela agama Allah, sesuai dengan kemampuan maksimalnya," tulisnya di laman blog pribadi berjudul "Hari Santri dan Momentum Kebangkitan Islam," Selasa (22/10/2024).

Ia mengaitkan visi jihad ini dengan solusi untuk Palestina. Meskipun, jihad untuk Palestina akan menemukan kesulitannya. "Karena umat Islam di negeri-negeri muslim justru dalam jebakan ikatan nasionalisme, sekularisme dan demokrasi," ujarnya.

Bahkan, menurutnya, negeri-negeri muslim kini tengah dalam penjajahan sistem kapitalisme.

"Indonesia juga mengalami masa-masa penjajahan fisik dan bahkan kini masih mengalami penjajahan non fisik," pungkasnya.[] Wafi

Senin, 28 Oktober 2024

Sastrawan Muslim: Resolusi Jihad Sebagai Latar Belakang Hari Santri Harus Dimaknai dengan Benar!


Tinta Media - Sastrawan Muslim Ahmad Sastra mengingatkan, resolusi jihad sebagai latar historis Peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober harus dimaknai dengan benar sesuai pandangan Islam. 
 
"Resolusi jihad sebagai latar historis hari santri harus dimaknai secara benar dalam perspektif jihad kekinian dalam sudut pandang Islam," ungkapnya kepada Tinta Media, Selasa (22/10/24). 
 
Ia beralasan, jika dimaknai dengan sudut pandang yang salah, santri akan mengalami disorientasi. 
 
Menurutnya, santri harus mampu mengidentifikasi siapa sebenarnya penjajah negeri ini pada saat ini. "Jika saat resolusi jihad, penjajahnya adalah Belanda, lantas siapa penjajah negeri ini pada saat ini ?" tanyanya retoris. 
 
Ia menegaskan, untuk membantu Palestina yang sedang dijajah Israel, mestinya santri kembali menyuarakan resolusi jihad jilid dua untuk mengusir penjajah Israel dari bumi Palestina. 
 
Kewajiban 
 
Ia mengungkapkan, salah satu pertimbangan Resolusi Jihad adalah mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam. 
 
"Resolusi Jihad ini menegaskan, 'memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya,'" kutipnya dari laman nu.or.id. 

Fatwa resolusi jihad yang diumumkan pada 22 Oktober 1945, ungkapnya, mengandung tiga poin utama, di antaranya, pertama, hukum memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan adalah fardhu 'ain bagi tiap-tiap orang Islam. 
 
"Kedua, hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan musuh (NICA) serta komplotan-komplotannya adalah mati syahid, dan ketiga, hukum untuk orang yang memecah persatuan, wajib dibunuh," pungkasnya. [] Wafi

Siyasah Institute: Dua Hal Penting agar Hari Santri Tak Terasa Hampa


Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menuturkan, ada dua hal penting untuk dipahami kaum Muslimin agar Hari Santri tidak terasa hampa. 
 
"Agar Hari Santri tidak sekadar seremonial yang meluapkan kesenangan hampa, ada dua hal yang penting untuk dipahami kaum Muslimin," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (22/10/2024). 
 
Pertama, sebut Iwan, Hari Santri Nasional yang ditetapkan jatuh pada 22 Oktober di Indonesia pijakannya adalah dikeluarkannya resolusi jihad yang diserukan dan ditandatangani Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. 
 
"Resolusi jihad tersebut dimaklumatkan sebagai seruan kewajiban bagi setiap umat Islam untuk mempertahankan agama Islam dan kedaulatan negeri. Resolusi jihad tersebut berhasil menggerakkan rakyat Indonesia, terutama kaum Muslimin yang menghadapi penjajah ketika terjadi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya," ulasnya. 
 
Peristiwa ini, lanjutnya, menjadi amat penting untuk dipahami kaum Muslimin di Tanah Air, khususnya pihak-pihak yang berkecimpung di dunia pesantren dan pendidikan Islam. 
 
Sebab, menurut Iwan, para santri dan pelajar Muslim wajib memahami juga dan turut menyadarkan umat, bahwa jihad adalah bagian dari ajaran Islam untuk menghilangkan salah sangka dan citra buruk terhadap hukum jihad fi sabilillah, karena fikih jihad bertebaran di seluruh kitab-kitab mu’tabar mulai dari Kifayatul Akhyar hingga Al-Umm. 
 
"Sebagai insan terdidik di lingkungan Islam, maka para asatidz, para santri, para pelajar Muslim juga harus menjelaskan makna yang benar tentang jihad sebagaimana yang diuraikan para ulama. Tidak ikut menyimpangkan makna jihad yang diopinikan sebagian orang yang berujung menjauhkan makna jihad dari pengertian yang sebenarnya," tegasnya. 
 
Ia mengemukakan, telah ada sebagian orang yang menguraikan jihad sebagai perang melawan hawa nafsu, atau memunculkan terminologi yang menyimpang seperti sebutan jihad ekonomi, jihad pendidikan, dan sebagainya. 
 
Padahal, jelasnya, istilah-istilah tersebut tidak ada dasar pijakannya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, juga tidak pernah diuraikan oleh para ulama mu’tabar dalam karya-karya mereka. 
 
"Hal itu terjadi karena ada sebagian Muslim yang mengalami rendah diri atau minder, ketika Barat menyerang hukum jihad sebagai kekerasan dan terorisme. Kemudian mereka melakukan defensif apologetik terhadap serangan tersebut dengan mengalihkan makna jihad yang hakiki pada pengertian lain. Padahal, itulah yang diinginkan oleh Barat dari kaum Muslimin. Munculnya penyimpangan ajaran Islam dari lisan umat ini sendiri," ungkapnya. 
 
Para santri dan pelajar Muslim, juga para pendidik di lingkungan pesantren, kata Iwan, semestinya harus bangga menjelaskan jihad sebagai perang suci di jalan Allah Swt. 
 
"Bangga dengan figur Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Sultan Baabullah, Jenderal Sudirman, dan lain-lain. Karena mereka mengamalkan ajaran jihad yang murni berperang melawan kaum kafir imperialis," gugahnya. 
 
Kedua, Iwan melanjutkan, peringatan Hari Santri juga harus bisa menghadirkan pelajaran (ibrah/insight) kepada para santri dan pelajar Muslim, bahwa kehidupan santri bukanlah kehidupan yang terisolasi dari urusan masyarakat.  
 
"Para santri dan para asatidz bukanlah rahib yang hanya sibuk dengan urusan ritual ibadah. Tidak mau terlibat membahas urusan umat," tandasnya. 
 
Iwan pun mengungkapkan bahwa hakikat resolusi jihad yang dibuat oleh Hadratusy Syaikh Hashim Asy’ari adalah contoh bahwa seorang yang berilmu ('alim) punya kewajiban bergerak dalam perjuangan bersama umat. Dan bahwa kitab-kitab keislaman yang dikaji di pondok-pondok pesantren bukanlah kitab ’mati’ yang selesai bila telah khatam pengkajiannya.  
 
"Justru kitab-kitab itu dikaji untuk menjadi satu-satunya solusi yang benar dan layak untuk umat manusia," pesannya. 
 
Sebagai contoh, Iwan mengulas bahwa bab tentang jihad ketika itu dikaji di pesantren bukan untuk sekadar kepuasan intelektual, tetapi justru wajib diamalkan ketika keadaan menuntut hal tersebut. 
“Maka lahirlah resolusi jihad yang membakar

semangat perlawanan umat Muslim di Tanah Air mengusir kaum kafir penjajah," jelasnya. 
 
Oleh sebab itu, menurutnya, ghirah perjuangan dan perlawanan terhadap anasir asing yang menimpakan mudharat pada umat wajib dimiliki para santri dan kaum 'alim.  
 
"Dunia pesantren harus jadi pihak yang paling peka dengan berbagai kerusakan yang ditimbulkan paham-paham asing pada umat. Juga harus berada di barisan terdepan menghilangkan kerusakan-kerusakan tersebut," tuturnya. 
 
Ia lantas kembali menegaskan, dua hal inilah yang sekurangnya harus hadir dalam suasana Hari Santri. 
 
Menurutnya, sayang bila momen ini berlalu begitu saja sebatas hanya seremonial dan kegembiraan sesaat. Padahal, para ulama yang menjadi bagian dari peletak dasar negeri ini sudah mengobarkan ruhul jihad yang luar biasa. Semua demi membebaskan negeri dari ancaman penjajahan.  
 
Iwan kemudian menjabarkan bahwa tantangan para santri hari ini adalah menghadapi penjajahan pemikiran, budaya dan ideologi yang datang dari Barat. "Semua harus dilawan dan umat wajib diselamatkan," ajaknya. 
 
Jadi, sambungnya, bila dulu Hadratusy Syaikh Hashim Asy’ari mengobarkan resolusi jihad untuk melawan penjajah, saat ini sudah waktunya untuk mengeluarkan resolusi Islam untuk selamatkan negeri.  
 
"Karena, memang tak ada jalan keluar terbaik melainkan dengan penerapan Islam di seantero bumi," tegasnya. 
 
Hari ini, Iwan pun mengungkapkan, Indonesia bukan hidup dengan ajaran Islam, tetapi justru menerapkan paham-paham sekularisme, kapitalisme, demokrasi, liberalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam. 
 
Para santri dan kaum 'alim, terangnya, bisa melihat bagaimana perzinahan merebak, muamalah ribawi ala kapitalisme diberlakukan, sumber daya alam (SDA) dikuasai dan hanya dinikmati asing, aseng atau lokal. 
 
"Bedanya dengan perjuangan yang dikobarkan para ulama pada masa lalu, mereka menggerakkan jihad, maka hari ini para santri dan kaum alim harus menggerakkan dakwah. Menyadarkan umat akan bahaya berbagai pemikiran dan peraturan asing yang bertentangan dengan ajaran Islam. Maka para santri wajib mendakwahkan Islam ke tengah umat, dan menyatakan bahwa hanya Islam solusi terbaik untuk berbagai persoalan di negeri ini," pungkasnya. [] Muhar

Kamis, 02 November 2023

HARI SANTRI, RESOLUSI JIHAD DAN MASA DEPAN PALESTINA



Tinta Media - Sikap yang benar didasarkan dari pemahaman dan persepsi yang benar atas fakta. Karena itu sikap umat Islam atas konflik palestina bisa salah jika persepsinya salah. Persepsi yang benar atas konflik Palestina Israel adalah bahwa bumi Palestina adalah milik kaum Muslimin, bukan milik entitas yahudi. Di sanalah Masjidil Aqsa, masjid Mulia Qiblat pertama Umat Islam berada.

Namun, Sejak Perisai Umat hilang dihancur leburkan dimana umat Islam sejatinya adalah satu tubuh menjadi terpecah belah, lantas  Yahudi berusaha menguasainya dengan cara nista,  78 persen tanah Palestina dicaplok Otoritas Zionisme Yahudi pada 1948 dan disusul pendudukan Yerusalem dan wilayah Palestina lain pada 1967. Umat Islam Palestina pun kian menderita dengan Penjajahan yang tiada henti mereka alami hingga kini.

Dengan demikian, Klaim kaum Yahudi dibantu Barat yang selalu menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan selama ini terhadap bangsa Arab, khususnya penduduk Palestina, sebagai ’self defense’ (membela diri) adalah kebohongan. Nyatanya setiap hari mereka melakukan penggusuran, pengusiran dan pembunuhan terhadap rakyat Palestina. Termasuk membunuhi wanita, lansia dan anak-anak.

Klaim mereka sebagai penduduk asli tanah Palestina dan pemilik tanah yang dijanjikan Tuhan juga dusta besar. Pernyataan itu sesungguhnya adalah kedustaan yang dikarang oleh pendiri negara Yahudi, Theodor Herzl. Hakikatnya mereka adalah agresor keji. Tak ada satu pun ayat dalam kitab suci terdahulu, apalagi dalam al-Quran, yang menyatakan Palestina sebagai tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka.

Kaum Zionis Yahudi mendapatkan tanah Palestina lewat bantuan Inggris dan Prancis melalui Perjanjian Sykes-Picot. Kedua negara tersebut mendukung pembentukan negara Yahudi di tanah Palestina. Kedua negara ini bersekongkol untuk menyembelih Khilafah Utsmaniyah. Mereka lalu menjadikan tanah air kaum Muslim, termasuk tanah Palestina, sebagai harta rampasan mereka.

Karena itu usaha paling penting bagi umat Islam di seluruh dunia adalah membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Sebab Islam adalah agama anti penjajahan. Islam adalah agama yang membebaskan manusia dari keterjajahan dalam berbagai bentuknya.

Khusus Indonesia, secara normatif dalam undang-undang menegaskan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Itulah mengapa sejak dahulu para pejuang muslim berjuang dan berjihad mengusir penjajah Portugis, Belanda, Jepang dan lainnya. Pejuang Islam yang memerdekakan negara ini dari penjajah adalah para ulama dan santri.

Bahkan lahirnya hari santri yang diperingati setiap tanggal 22 oktober dilatarbelakangi oleh resolusi jihad KH Hasyim Asy’ari. Peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober merujuk pada munculnya seruan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama pondok pesantren yang mewajibkan setiap muslim untuk membela Tanah Air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tangan penjajah.

Resolusi jihad sebagai latar historis hari santri harus dimaknai secara benar dalam perspektif jihad kekinian dalam sudut pandang Islam. Sebab jika salah sudut pandang, santri justru akan mengalami disorientasi. Santri dalam hal ini harus mampu mengidentifikasi siapa sebenarnya penjajah negeri ini pada saat ini? Jika saat resolusi jihad, penjajahnya adalah Belanda, lantas siapa penjajah negeri ini pada saat ini? Bagaimana pula dengan negeri Palestina  yang sedang dijajah Israel. Mestinya santri kembali menyuarakan resolusi jihad jilid dua untuk mengusir penjajah Israel dari bumi Palestina.

Salah satu pertimbangan Resolusi Jihad adalah : mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap-tiap orang Islam. Mengutip nu.or.id, Resolusi Jihad ini menegaskan, “memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya.”

Fatwa resolusi jihad yang diumumkan pada 22 Oktober 1945 mengandung tiga poin utama, di antaranya: Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhu 'ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin meskipun bagi orang fakir. Kedua, Hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan musuh (NICA) serta komplotan-komplotannya adalah mati syahid, dan ketiga, hukum untuk orang yang memecah persatuan kita sekarang ini, wajib dibunuh.

Allah berfirman : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Ankabut : 69).

Nah, oleh karena itu momentum hari santri mestinya menjadikan  santri yang benar-benar santri yakni yang memiliki visi jihad membela agama Allah, sesuai dengan kemampuan maksimalnya. Solusi jihad bagi Palestina memang akan menemukan kesulitannya karena umat Islam di negeri-negeri muslim justru dalam jebakan ikatan nasionalisme, sekulerisme dan demokrasi. Bahkan negeri-negeri muslim kini tengah dalam penjajahan sistem kapitalisme.

Mengapa solusi Palestina adalah jihad. Pertama, siapapun yang masih waras akan melihat kemustahilan mengakhiri penjajahan Zionis Yahudi lewat jalur politik. Berbagai perundingan yang dilakukan oleh negara-negara Barat, termasuk PBB, dengan otoritas Palestina dan kaum Yahudi penjajah tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi warga Palestina. Malah wilayah Palestina makin terus dicaplok oleh kaum Zionis, sementara dunia mendiamkan hal itu. Berbagai kutukan dan resolusi PBB, termasuk kecaman dari para pemimpin Dunia Islam, juga tidak berpengaruh apapun terhadap kaum Yahudi. Badan Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR) sejak tahun 2006 sudah mengeluarkan 45 resolusi menentang kaum Yahudi. Namun, tak ada satu pun yang digubris.

Kedua: Islam telah mengharamkan berdamai dan bersahabat dengan entitas yang memerangi kaum Muslim. Karena itu apapun bentuk perdamaiannya, apalagi solusi dua negara yang ditawarkan Barat, adalah haram. Allah SWT berfirman: Sungguh Allah telah melarang kalian menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama, mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir kalian. Siapa saja yang menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah kaum yang zalim (TQS al-Mumtahanah [60]: 9).

Ketiga: Syariah Islam telah mewajibkan jihad fi sabilillah atas kaum Muslim ketika mereka diperangi musuh. Allah SWT berfirman: Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian (TQS al-Baqarah [2]: 194). Allah SWT juga memerintahkan untuk mengusir siapapun yang telah mengusir kaum Muslim: Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian (TQS al-Baqarah [2]: 191).

Karena itu jihad adalah solusi bagi agresi Zionis Yahudi atas tanah Palestina. Hal itu sesungguhnya sangat mudah. Pasalnya, kekuatan militer negeri-negeri Muslim seperti Mesir, Suriah dan Yordania secara perhitungan jauh di atas kekuatan militer kaum Yahudi. Sebagai perbandingan, Pasukan Pertahanan Yahudi (IDF) hanya berjumlah 169.500 orang, 1.300 tank. Adapun kekuatan militer Mesir adalah 450.000 personel militer aktif, dengan tank perang 2,16 ribu dan 5,7 ribu kendaraan perang. Apalagi jika negeri-negeri Muslim lainnya bersatu. Dengan izin Allah, kekuatan entitas Yahudi akan hancur-lebur.

Masa depan Palestina sangat bergantung kepada umat Islam diseluruh dunia. Tidak mungkin masa depan palestina diserahkan kepada dunia barat yang justru ikut terlibat dalam pendirian negara Israel. Melihat realitas politik hari ini, tidak mungkin kaum Muslim mengharapkan pihak lain, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk menolong mereka. Justru PBB juga terlibat dalam kelahiran dan pengakuan negara Yahudi tersebut. Mustahil pula meminta bantuan kepada negara-negara Barat karena mereka, baik AS maupun Uni Eropa, mendukung kaum Yahudi penjajah.

Amerika Serikat akan mengerahkan bantuan militer saat ini. Secara rutin mereka pun setiap tahun menggelontorkan USD3,8 miliar (lebih dari Rp 54 triliun) untuk keperluan militer kaum Yahudi. Tampak bahwa entitas Yahudi ini menjadi kuat karena disokong oleh kekuatan besar. Karena itu sudah seharusnya Palestina pun didukung oleh kekuatan besar kaum Muslim.

Pada masa Rasulullah saw., kaum Yahudi di Madinah juga terusir dari Madinah setelah mereka melakukan pengkhianatan terhadap Negara Islam dan kaum Muslim. Kaum Yahudi Bani Qainuqa diperangi dan diusir oleh Rasulullah saw. setelah mereka melecehkan kehormatan seorang Muslimah dan membunuh seorang laki-laki pedagang Muslim yang membela muslimah tersebut. Yahudi Bani Quraizhah diperangi oleh kaum Muslim setelah mereka bersekongkol dengan kaum musyrik Quraisy untuk membunuh Nabi saw. pada Perang Ahzab.

Mungkinkan hari santri tahun ini akan diserukan resolusi jihad kedua oleh seluruh ulama dan santri untuk mengusir penjajah Israel dari bumi Palestina, bumi para nabi dan tanah kaum muslimin ?. Resolusi jihad untuk menyeru kepada negeri-negeri muslim untuk mengerahkan tentaranya membela muslim Palestina ?

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 20/10/23 : 22.45 WIB)

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab