Menyoal Kepincangan pada Hari Anak Nasional
Tinta Media - Peringatan Hari Anak Nasional atau HAN di tanah air diselenggarakan setiap tanggal 23 Juli, “Anak Terlindungi Indonesia Maju” menjadi tema Hari Anak Nasional tahun 2024. Tema ini mengandung makna mendalam bahwa kemajuan bangsa Indonesia sangat bergantung pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
Sudah seharusnya Negara memberikan perhatian kepada anak-anak. Hanya saja peringatan Hari Anak Nasional menjadi seremonial belaka. Peringatan ini diinisiasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI). Tahun 2024, Hari Anak Nasional memasuki peringatan yang ke-40. Setidaknya dalam pemaparan tersebut harus membahas kepincangan yang dialami anak-anak Indonesia.
UU TP-KS dan HAN (Hari Anak Nasional)
Kepincangan pada Hari Anak Nasional saat ini peran masyarakat dan lembaga sangat dibutuhkan untuk peduli terhadap persoalan anak. Hingga detik ini angka kekerasan seksual terhadap anak kian berkembang pesat. OCSEA (Online Child Sexual Exploitation and Abuse) merupakan bentuk kekerasan terhadap anak yang semakin mengkhawatirkan di era digital saat ini.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat pada rentang Januari hingga Juni 2024, terdapat 7.842 kasus kekerasan terhadap anak dengan 5.552 korban anak perempuan dan 1.930 korban anak laki-laki, di mana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2024. (kemenpppa.go.id, 3/7/2024).
Adapun angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebanyak 21,5%. Selain itu maraknya pergaulan bebas dan bullying yang dialami anak-anak maupun terjerat narkoba dan miras. Ditambah lagi fenomena kasus judol yang berkembang di tengah-tengah anak di bawah umur. 80 ribu lebih pemain judol di Indonesia termasuk kategori anak usia di bawah umur 10 tahun. (detik.com, 19/6/2024).
Realita yang ada sejatinya menunjukkan bobroknya kehidupan yang sedang berjalan hari ini. Pemerintah sebagai pemangku kepentingan telah membuat sejumlah program prioritas untuk menyelesaikan persoalan anak di antaranya adalah peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan ataupun pengasuhan anak. Menyediakan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus merintis desa ramah perempuan dan peduli anak hingga Negara ramah anak.
Dalam kacamata Islam semua urusan manusia termasuk mengatur urusan anak dan bagaimana melindungi anak tercantum di Quran Surah Al-an'am ayat 57 yang artinya, "Katakanlah (Muhammad), "Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik."
Islam menjelaskan bahwa hukum itu harusnya benar-benar dari Allah. Maka ketika hukum itu berasal dari Allah pasti akan memberikan yang terbaik termasuk apa yang dibutuhkan anak dan akan melindungi anak-anak Indonesia. Saat ini kita hidup di era sistem pemerintahan yang mengatasnamakan Ketuhanan Yang Maha Esa tetapi pada praktiknya sistem sekuler lah dalang semuanya. Karena Ketuhanan Yang Maha Esa hanya ditempatkan pada saat beribadah 5 waktu saja. Ketika keluar dari sholat 5 waktu kita semua baik orang dewasa maupun anak-anak, semuanya didorong untuk tidak menggunakan hukum-hukum Allah.
Semua permasalahan pada anak tidaklah mungkin terjadi begitu saja dan tanpa adanya solusi pada bobroknya sistem yang diemban saat ini yaitu sistem kapitalisme yang menganut paham sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Di mana solusi ini menyelesaikan masalah denganlah jalan tengah sesuai ciri khas mabda sistem kapitalisme.
Anak-anak sekarang menjadi agen toleransi, agen moderasi. Sementara itu Islam menjadikan generasi pemimpin dan membangun peradaban Islam yang mulia. Generasi yang mandiri dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam seluruh aturannya secara Kaffah. Sistem pendidikan menurut kacamataIislam, negaralah yang harus menjadi panglima untuk menyelesaikan problem-problem ini. Tetapi Negara sudah jauh dari syariat Allah yang di mana pendidikan adalah hak bagi setiap anak untuk mendapatkan didikan sesuai syariatnya Allah.
Maka dari itu sudah sepatutnya negeri ini mengemban sistem Islam yang di mana pembuat hukum adalah hak milik Allah. Sebab hanya JIslam yang mampu memberantas permasalahan yang dipeluk generasi Indonesia pada saat ini. Sudah seharusnya kita beralih ke Islam kaffah yang mampu mengatasi semua problem di tengah-tengah umat. Wallahua’lam bisshowab.
Oleh: Dian Wiliyah Ningsih, Mahasiswi & Aktivis Dakwah