Tinta Media: hari anak
Tampilkan postingan dengan label hari anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hari anak. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 September 2024

Menyoal Kepincangan pada Hari Anak Nasional


Tinta Media - Peringatan Hari Anak Nasional atau HAN di tanah air diselenggarakan setiap tanggal 23 Juli, “Anak Terlindungi Indonesia Maju” menjadi tema Hari Anak Nasional tahun 2024. Tema ini mengandung makna mendalam  bahwa  kemajuan bangsa Indonesia sangat bergantung pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.

Sudah seharusnya Negara memberikan perhatian kepada anak-anak. Hanya saja peringatan Hari Anak Nasional menjadi seremonial belaka. Peringatan ini diinisiasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI). Tahun 2024, Hari Anak Nasional memasuki peringatan yang ke-40. Setidaknya dalam pemaparan tersebut harus membahas kepincangan yang dialami anak-anak Indonesia.

UU TP-KS dan HAN (Hari Anak Nasional)

Kepincangan pada Hari Anak Nasional saat ini peran masyarakat dan lembaga sangat dibutuhkan untuk peduli terhadap persoalan anak. Hingga detik ini angka kekerasan seksual  terhadap anak kian berkembang pesat. OCSEA (Online Child Sexual Exploitation and Abuse) merupakan bentuk kekerasan terhadap anak yang semakin mengkhawatirkan di era digital saat ini.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat pada rentang Januari hingga Juni 2024, terdapat 7.842 kasus kekerasan terhadap anak dengan 5.552 korban anak perempuan dan 1.930 korban anak laki-laki, di mana kasus kekerasan seksual menempati urutan pertama dari jumlah korban terbanyak sejak tahun 2019 sampai tahun 2024. (kemenpppa.go.id, 3/7/2024).

Adapun angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 tercatat sebanyak 21,5%. Selain itu maraknya pergaulan bebas dan bullying yang dialami anak-anak maupun terjerat narkoba dan miras. Ditambah lagi fenomena kasus judol yang berkembang di tengah-tengah anak di bawah umur. 80 ribu lebih pemain judol di Indonesia termasuk kategori anak usia di bawah umur 10 tahun. (detik.com, 19/6/2024).

Realita yang ada sejatinya menunjukkan bobroknya kehidupan yang sedang berjalan hari ini. Pemerintah sebagai pemangku kepentingan telah membuat sejumlah program prioritas untuk menyelesaikan persoalan anak di antaranya adalah peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan ataupun pengasuhan anak. Menyediakan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus merintis desa ramah perempuan dan peduli anak hingga Negara ramah anak.

Dalam kacamata Islam semua urusan manusia termasuk mengatur urusan anak dan bagaimana melindungi anak tercantum di Quran Surah Al-an'am ayat 57 yang artinya, "Katakanlah (Muhammad), "Aku (berada) di atas keterangan yang nyata (Al-Qur'an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik."

 

Islam menjelaskan bahwa hukum itu harusnya benar-benar dari Allah. Maka ketika hukum itu berasal dari Allah pasti akan memberikan yang terbaik termasuk apa yang dibutuhkan anak dan akan melindungi anak-anak Indonesia. Saat ini kita hidup di era sistem pemerintahan yang mengatasnamakan Ketuhanan Yang Maha Esa tetapi pada praktiknya sistem sekuler lah dalang semuanya. Karena Ketuhanan Yang Maha Esa hanya ditempatkan pada saat beribadah 5 waktu saja. Ketika keluar dari sholat 5 waktu kita semua baik orang dewasa maupun anak-anak, semuanya didorong untuk tidak menggunakan hukum-hukum Allah.  

Semua permasalahan pada anak tidaklah mungkin terjadi begitu saja dan tanpa adanya solusi pada bobroknya sistem yang diemban saat ini yaitu sistem kapitalisme  yang menganut paham sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Di mana solusi ini menyelesaikan masalah denganlah jalan tengah sesuai ciri khas mabda sistem kapitalisme.

Anak-anak sekarang menjadi agen toleransi, agen moderasi. Sementara itu Islam menjadikan generasi pemimpin dan membangun peradaban Islam yang mulia. Generasi yang mandiri dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya dalam seluruh aturannya secara Kaffah. Sistem pendidikan menurut kacamataIislam, negaralah yang harus menjadi panglima untuk menyelesaikan problem-problem ini. Tetapi Negara sudah jauh dari syariat Allah yang di mana pendidikan adalah hak bagi setiap anak untuk mendapatkan didikan sesuai syariatnya Allah.

Maka dari itu sudah sepatutnya negeri ini mengemban sistem Islam yang di mana pembuat hukum adalah hak milik Allah. Sebab hanya JIslam yang mampu memberantas permasalahan yang dipeluk generasi Indonesia pada saat ini. Sudah seharusnya kita beralih ke Islam kaffah yang mampu mengatasi semua problem di tengah-tengah umat. Wallahua’lam bisshowab.

Oleh: Dian Wiliyah Ningsih, Mahasiswi & Aktivis Dakwah

Rabu, 07 Agustus 2024

Catatan Kritis di Balik Peringatan Hari Anak Nasional

Tinta Media - Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli berdasarkan keputusan Presiden No. 44/1984 bertepatan dengan tanggal pengesahan undang-undang tentang Kesejahteraan Anak. Tahun ini merupakan peringatan Hari Anak Nasional yang ke-40. Setiap tahun, ada tema berbeda yang dipilih agar peringatan bisa difokuskan ke sejumlah tujuan dan persoalan. 

Mengutip dari situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), tema Hari Anak Nasional 2024 ini sama seperti tahun lalu, yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. 

Apabila kita perhatikan, peringatan  Hari Anak Nasional yang diselenggarakan tiap tahun tersebut hanyalah formalitas semata. Faktanya, permasalahan anak makin lama makin banyak dan rumit. Masalah-masalah anak yang hingga kini belum terselesaikan terdiri dari banyak aspek, misalnya kesehatan, kemiskinan, kekerasan terhadap anak, pendidikan, pekerja anak, pernikahan anak, anak jalanan, dll.

Dari segi kesehatan, menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2022, stunting di Indonesia masih sangat tinggi, mencapai 24,4%. 

Angka kematian anak di bawah usia 5 tahun masih tinggi, yaitu 24,9 per 1.000 kelahiran hidup. Belum lagi masalah kesehatan anak yang viral akhir-akhir ini, yakni tentang maraknya anak-anak yang mengalami gagal ginjal sehingga harus melakukan cuci darah.

Kasus kekerasan pada anak, terutama kekerasan seksual, saat ini juga mengalami peningkatan yang signifikan. Data KPAI menunjukkan bahwa kasus ini meningkat 60% dari jumlah seluruh anak yang membutuhkan perlindungan khusus. 

Masalah lain yang tak kalah viral sepanjang tahun 2024 yaitu sebanyak 1.160 anak usia di bawah 11 tahun bermain judi online. Nilai transaksinya sudah menyentuh Rp3 miliar. Hal ini disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Gedung KPAI Jakarta Pusat. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa anak usia 11 hingga 16 tahun yang terlibat judi online mencapai 4.514. Nilai transaksinya mencapai Rp7,9 miliar, sedangkan anak rentang usia 17-19 tahun merupakan yang terbanyak main judi online. Jumlahnya mencapai 191.380 orang dengan nilai transaksi mencapai Rp282 miliar. 

Pemerintah memang tidak tinggal diam melihat berbagai permasalahan yang dialami anak ini. Banyak program yang telah dijalankan dengan dana yang tidak sedikit. Misalnya, pemerintah membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Pemerintah juga melakukan pengoptimalan dan pembinaan peran Tim Pendamping Keluarga. 

Melalui Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA), pemerintah menjalankan program Sekolah Ramah Anak dan lain sebagainya. Namun, nyatanya  permasalahan-permasamalahan yang dialami anak semakin hari semakin bertambah. 

Anak semakin jauh dari kesehatan, kesejahteraan, keamanan, dan keimanan pada Allah Swt.

Hal ini membuktikan bahwa pemerintah telah gagal karena solusi yang dijalankan tidak menyentuh akar permasalahan. 

Akar permasalahan anak ini sebenarnya karena diterapkannya sistem kapitalisme sekuler liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan yang dipakai selama ini adalah aturan rusak buatan manusia yang sangat jauh dari aturan Tuhan.

Aturan sekuler buatan manusia ini telah menghilangkan peran dan fungsi keluarga. Peran keluarga sebagai pilar utama penjaga generasi telah tereduksi dari berbagai sisi. 

Orang tua sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam melindungi, mendidik, dan membina anak hanya berfokus pada tanggung jawab finansial. Bahkan, kasus-kasus pada anak seperti kekerasan fisik dan seksual justru banyak dilakukan oleh keluarga sendiri.
 
Ini adalah gambaran lemahnya peran pendidikan dalam keluarga. Hal ini menunjukan semakin jauhnya mayoritas keluarga muslim Indonesia dari aturan agamanya sendiri. Terlebih sistem pendidikan hari ini bersumber dari sekulerisme.

Sistem ekonomi kapitalisme membuat persoalan anak semakin kompleks.
Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Hanya penerapan Islam kaffah yang bisa mewujudkan anak bahagia dan sejahtera. 

Dalam Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat, termasuk anak-anak. Islam juga memiliki sistem ekonomi yang mengatur kepemilikan dan mewajibkan pengelolaan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyat. 

Tidak hanya itu, negara juga menjamin keamanan dan keselamatan anak-anak. Negara wajib memerintahkan setiap individu untuk melindungi pihak yang lemah, termasuk anak-anak. 

Islam pun memiliki sistem sanksi yang selain mampu membuat jera pelaku kejahatan terhadap anak, juga mampu mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa. 

Pada saat yang sama, Islam membangun keimanan kepada Allah sebagai asas kehidupan, baik pada individu, masyarakat, maupun negara. 

Dengan asas akidah Islam, semua pihak menyadari adanya pertanggungjawaban di akhirat atas semua perilaku di dunia. Kesadaran ini akan mencegah seseorang untuk melakukan tindak kejahatan atau melindungi perilaku jahat. 

Islam juga memerintahkan setiap individu untuk peduli pada nasib sesamanya di dunia dan menjanjikan keberuntungan yang besar di akhirat kelak. 

Sungguh, perlindungan anak secara sempurna hanya akan terwujud ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan, yaitu dalam bangunan Khilafah Islamiah. Wallahualam bissawab.

Oleh: Maulida, Sahabat Tinta Media 

Jumat, 02 Agustus 2024

Peringatan Hari Anak Nasional; Sudahkah Anak Sejahtera dan Terlindungi?


Tinta Media - Tanggal 23 Juli 2024 merupakan peringatan Hari Anak Nasional yang ke-40. Setiap tahun, ada tema yang berbeda-beda sebagai tanda peringatan agar bisa difokuskan ke tujuan dan persoalan tertentu. Untuk tahun ini, tema Hari Anak Nasional adalah "Anak Terlindungi, Indonesia Maju" yang dibagi menjadi 6 subtema yang terdiri dari:

1. Anak Cerdas, Berinternet Sehat 
2. Suara Anak Membangun Bangsa 
3. Pancasila di Hati Anak Indonesia 
4. Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor 
5. Pengasuhan Layak untuk Anak: Digital Parenting
6. Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, Pekerja

KemenPPPA telah bekerja sama dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk menyelenggarakan Festival Ekspresi Anak di Ancol, Jakarta. Acara ini diselenggarakan dengan mengusung tema “Anak Cerdas, Berinternet Sehat”. 

Festival ini dihadiri oleh sekitar 1000 peserta yang datang dari perwakilan forum anak dari 38 provinsi, anak-anak DKI Jakarta, dan juga perwakilan yang datang dari kelompok khusus penerima manfaat program.

Peringatan Hari Anak Nasional yang diadakan setiap tahun oleh pemerintah ini dilatarbelakangi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28B ayat 2. Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

Pada pengesahan undang-undang mengenai kesejahteraan anak, pemerintah berupaya seoptimal mungkin meningkatkan kesejahteraan anak. Pemerintah terus mendorong kepedulian semua pihak, salah satunya dengan penyelenggaraan peringatan Hari Anak Nasional. 

Namun, yang masih memprihatinkan di tengah peringatan Hari Anak Nasional saat ini adalah kondisi anak Indonesia yang masih dilingkupi dengan berbagai masalah kronis, seperti stunting, kemiskinan, rumah yang tidak layak, masalah pendidikan, kesahatan, juga masalah pengasuhan yang masih tidak layak. 

Belum lagi masalah mengerikan seperti kekerasan pada anak, kekerasan seksual baik yang dilakukan oleh orang lain maupun keluarga dekat. Ada juga permasalahan anak yang terlibat dengan kejahatan, game online, juga judi online. 

Peringatan Hari Anake Nasional setiap tahun dengan tema yang semakin beragam dirasa belum dapat menyelesaikan permasalahan anak sampai saat ini. Faktanya, persoalan anak yang dikemukakan di atas makin banyak dan makin parah. 

Terlebih lagi, keluarga tidak bisa menjadi pelindung. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak justru menjadi tempat yang mengancam keamanan dan kesejahteraan anak. 

Kalau ditelusuri lebih jauh, sesungguhnya permasalahan yang terjadi pada anak saat ini adalah karena dijauhkannya aturan Islam dari kehidupan masyarakat, khususnya anak. 

Permasalahan-permasalahan tersebut juga berkaitan dengan kepentingan pihak tertentu yang hanya mengutamakan keuntungan semata tanpa melihat risiko yang dihasilkan. Hal itu membuktikan bahwa selain keluarga, negara pun saat ini tidak menjadi perisai untuk melindungi anak-anak penerus bangsa. 

Jika kita bandingkan dengan gambaran keluarga yang diatur dengan aturan Islam, maka ini sangat jauh berbeda. Dalam sistem Islam, keluarga menjadi benteng pertama yang akan melindungi anak dari jahatnya dunia luar, baik dari sisi pendidikan, kesehatan, pergaulan, pengasuhan, dan lain-lain. Semua disandarkan pada aturan Islam.

Keluarga dalam Islam adalah sakinah, mawadah, wa rahmah. Semua yang dilakukan bukan atas asas manfaat, keuntungan, apalagi nafsu semata. 

Keluarga dalam sistem Islam adalah institusi terkecil untuk membangun generasi emas untuk mewujudkan peradaban Islam yang gemilang sesuai dengan aturan Allah, yaitu sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. 

Tidak akan terwujud kejahatan yang dilakukan oleh keluarga pada anak. Tidak akan abai masalah pengasuhan, pergaulan, kesehatan, juga pendidikan jika disandarkan pada Islam. 

Dalam Islam, segala hal yang dilakukan adalah untuk menggapai rida Allah Swt. 

Terlebih lagi jika Islam digunakan dalam aturan bernegara, negara akan benar-benar menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat.

Dalam hal ini, negara mengurusi permasalahan anak dengan aturan Islam sesuai tuntunan Allah Swt. dan Rasulullah saw. 

Belum lagi jika diterapkan sanksi yang berat sesuai Islam untuk setiap pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan pada anak, pastilah kejadian miris pada anak tidak akan bertambah banyak dan tidak akan terulang kembali. 

Dari sini jelas bahwa hanya dengan aturan Islam dalam tatanan keluarga dan negaralah, anak akan terlindungi. Permasalahan anak akan terselesaikan. Wallahu'alam bish shawwab.

Oleh: Ayu Lestari, S.Pd., Sahabat Tinta Media

Senin, 19 Februari 2024

Nasib Anak Hari Ini, Tragis!



Tinta Media - Perempuan adalah makhluk mulia yang harus dijaga dan dilindungi terutama seorang anak. Akan tetapi saat ini sangat disayangkan, lagi-lagi anak menjadi korban dari hawa nafsu jinsiyah orang-orang yang tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Setelah awal bulan lalu Kabupaten Bima dinyatakan darurat kekerasan seksual, nyatanya daerah di Pulau Sumbawa pun sama saja. Ini adalah sederet kasus yang terangkat di media, tidak dibayangkan yang tidak diungkap oleh media. Lantas apa sebenarnya motif kasus ini terus terjadi sehingga tidak menemukan solusi? 

Pelaku dari Orang Terdekat 

Lagi-lagi kasus kekerasan seksual pada anak menjadi pokok pembahasan yang tidak menemukan solusi tuntas oleh pemerintah. Dilansir dari pulausumbawanews.net, entah setan apa yang merasuki benak seorang kakek berinisial JZ alias IN berusia 73 tahun yang tega mencabuli seorang anak perempuan berusia 5 tahun, sebut saja bernama bunga. Kabar menyesakkan dada ini disikapi dengan tegas oleh Aparat Polres Sumbawa setelah menerima laporan dari pihak keluarga korban. Terduga pelaku JZ alias IN ditangkap di kediamannya oleh Kepolisian dari Unit PPA Satreskrim Polres Sumbawa. Kapolres Sumbawa, AKBP Heru Muslimin melalui Kasat Reskrim, Iptu Regi Halili, Minggu (21/01/2024) mengungkapkan bahwa hari Sabtu, 20 Januari 2023 sekitar pukul 14.00 WITA, PS Kanit IV PPA Sat Reskrim Polres Sumbawa bersama anggotanya berhasil mengamankan seorang pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur. 

Pelaku berinisial JZ alias IN berusia 73 tahun merupakan warga Sumbawa. Sementara korban adalah seorang anak perempuan berusia 5 tahun yang beralamat di Kelurahan Seketeng, Kecamatan Sumbawa, Kabupaten Sumbawa. Kronologis berdasarkan kesaksian yang diceritakan oleh saksi yang merupakan pemilik kios mengatakan bahwa pelaku mengajak korban bermain di belakang kios dekat kandang ayam kemudian pelaku mencabuli korban. Iptu Regi Halili menjelaskan bahwa pelaku berhasil diamankan di rumahnya oleh anggota Polsek Sumbawa. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga perkara ini naik ke tahap penyelidikan dan segera ditindaklanjuti. 

Kasus ini banyak datang dari orang-orang terdekat seperti pacar, saudara, bahkan ayahnya. Seperti yang dilansir dari TBNewsNTB, Polda NTB berhasil mengungkap sebanyak tiga kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan tiga orang tersangka. Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Rio Indra Lesmana dalam konferensi persnya di Polda NTB, Kamis (18/01/2024) menjelaskan detail terkait tiga kasus tersebut. Kasus pertama melibatkan pelaku berinisial RD dengan korban berinisial LI seorang pelajar berusia 17 tahun. Kata Perwira Polda NTB diketahui mereka menjalin hubungan asmara. Namun pelaku memanfaatkan kesempatan dan kepercayaan korban untuk melakukan pengancaman serta tindakan kekerasan seksual terhadap LI. 

Sementara kasus kedua, sambung Kabid Humas Polda NTB, tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anak kandungnya. Pelaku berinisial EH memaksa anak kandungnya berinisial RN melakukan tindakan tidak manusiawi. Menurutnya sangat disayangkan seorang ayah yang seharusnya melindungi malah menjadi pelaku. Kemudian kasus yang ketiga adalah melibatkan pelaku berinisial DA yang melakukan persetubuhan dengan kekerasan terhadap korban berinisial NWS. Lantas sebenarnya apa yang menjadi pokok permasalahan dalam kasus ini? 

Generasi yang Rusak Lahir dari Sistem yang Juga Rusak 

Merebaknya kasus kekerasan seksual pada perempuan terutama anak saat ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi kita bahwa kehidupan kita sekarang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Anak yang menjadi sumber kebahagiaan orang tua nyatanya menjadi korban dari kebiadaban manusia. Banyak fakta yang bisa kita lihat saat ini bahwa kasus kekerasan seksual tidak hanya dilakukan oleh orang lain, justru kini orang terdekat yang menjadi pelakunya. 

Hal ini sangat wajar terjadi dalam kehidupan sekuler kapitalistik saat ini yang diterapkan oleh negara yang aturannya dibuat oleh tangan manusia dan jauh dari keridhaan Pencipta, sehingga melahirkan generasi yang bobrok imannya dan hilangnya rasa takut kepada Penciptanya. Dalam sistem sekuler kapitalis saat ini standar kebahagiaan adalah ketika apa yang diinginkan bisa dicapai walaupun melanggar aturan Pencipta. Allah bukan lagi standar ketakutan mereka dalam berbuat melainkan terpuaskannya keinginan. 

Kemudian munculnya pandangan rusak kapitalisme seputar hubungan laki-laki dan perempuan. Paham liberal melahirkan generasi dan orang-orang yang tidak memperhatikan rambu-rambu syariat dalam berbuat sehingga berteman dengan lawan jenis tanpa adanya keperluan yang diperbolehkan syariat seolah menjadi hal biasa. Inilah yang menjadi salah satu pemicu adanya kekerasan seksual. Sistem saat ini melahirkan paham liberal (kebebasan), paham kebebasan inilah yang menjadi standar bebasnya media menayangkan konten yang memicu pada kekerasan seksual. Karena berawal dari tontonan muncul rasa ingin mencoba. 

Yang paling utama adalah negara tidak hadir untuk menjaga manusia dan tidak memberikan solusi yang komprehensif dan efek jera bagi pelaku. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 pasal 81 dan 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak ini diatur bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak dipidana penjara maksimal 15 tahun. 15 tahun penjara menurut penulis tidaklah sebanding dengan apa yang dialami oleh korban. Mengingat kejadian ini akan memberikan pengaruh yang besar kepada korban seperti gangguan fisik hingga gangguan psikologis yang akan dideritanya seumur hidup dan menghambat pertumbuhannya. Dampak buruk psikologis yang dapat dideritanya adalah depresi, trauma pasca kejadian, dan paranoid akan hal-hal tertentu seperti takut bertemu orang dan merasa hidupnya sudah hancur. 

Apabila trauma psikis ini tidak segera ditangani dengan baik, maka dapat menyebabkan tiga kemungkinan efek jangka panjang seperti, mendorong korban untuk terjun ke dalam pergaulan bebas, mendorong korban untuk melakukan pembalasan dendam dan bahkan bisa saja si korban menjadi seorang homoseksual dan yang terakhir bisa saja dia menjadi pelaku kejahatan yang sama. Naudzubillah. 

Islam Memberikan Keadilan Bagi Manusia 

Kasus kekerasan seksual pada anak seakan tidak ada habis-habisnya untuk kita bahas karena kasusnya semakin hari semakin meningkat. Saatnya kita kembali kepada Islam, karena Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah individu kepada Allah saja melainkan ideologi yang mempunyai pandangan yang khas tentang pengaturan urusan umat termasuk bagaimana Islam memberikan solusi terhadap kasus kekerasan seksual pada anak. Penerapan aturan Islam dalam bingkai khilafah Islamiyyah akan mendorong individu yang bertakwa dan melahirkan generasi yang senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan sehingga akan jauh dari kemaksiatan.

Pun dalam kehidupan sosial, Islam memiliki pandangan khas relasi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum adalah untuk ta'awun. Karena hukum asal kehidupan laki-laki dan perempuan adalah terpisah kecuali yang diperbolehkan syariat. Adanya aturan seperti ini untuk mencegah perzinaan dan kerusakan. Allah SWT berfirman, "katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar menjaga pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka kerjakan." (QS. An-Nur 30) 

Dalam Islam negara berkewajiban dan bertanggung jawab menerapkan aturan Islam secara keseluruhan. Umat akan mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan secara adil dan merata. Di samping itu, negara adalah pelaksana utama penetapan syariat Islam. Oleh karenanya negara akan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kejahatan seksual. Maka jelas sanksi bagi pezina yang sudah menikah akan dirajam (dilempari batu sampai mati). 

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, "bahwa seorang laki-laki berzina dengan perempuan, Nabi memerintahkan untuk menjilidnya, kemudian ada khabar bahwa ia adalah mukhson (sudah menikah), maka Nabi memerintahkan untuk merajamnya". Sedangkan sanksi untuk pezina ghaira mukhson (belum menikah) adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan satu tahun. Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw. menetapkan bagi orang yang berzina tetapi belum menikah diasingkan selama satu tahun dan dikenai had kepadanya. 

Allah SWT berfirman, "pezina perempuan dan pezina laki-laki deralah dari masing-masing keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman". (QS. An-Nur : 2) 

Hanya sanksi dalam Islam yang akan memberikan efek jera dan keadilan kepada umat manusia. Terbukti selama dalam kurun waktu sekitar 500 tahun yakni dalam masa kekhilafahan Utsmani (5 abad) angka kriminalitas hanya sekitar 200 kasus. Ini adalah angka yang sangat kecil dibandingkan kasus kekerasan seksual yang ada dalam sistem demokrasi saat ini. Tidakkah kita merindukan suasana Islam dalam naungan khilafah seperti ini? Semoga tidak lama lagi dengan pertolongan Allah dan perjuangan kaum muslimin, khilafah ala minhaj nubuwwah yang dijanjikan oleh Rasulullah segera tegak. Aamiin allahumma aamiin.


Oleh : Paramita, Amd.Kes.
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab