Tinta Media: gen Z
Tampilkan postingan dengan label gen Z. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gen Z. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 November 2024

Berharap kepada Milenial dan Gen Z Menuju Indonesia Emas 2045, Apa Bisa?


Tinta Media - Pemkab dan Kasbangpol melaksanakan seminar bagi generasi muda bertemakan "Talkshow Why Gen Z: Kepemimpinan ala Gen Z" di Hotel Sutan Raja. Acara ini diikuti para pelajar SLTA di Kabupaten Bandung dan ditujukan kepada generasi muda. 

Diharapkan, seminar ini akan memberi pencerahan dan wawasan untuk para calon pemimpin ke depannya dan kesempatan untuk mempersiapkan diri dalam proses kepemimpinan mendatang. Hal itu merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengayaan pendidikan politik dan wawasan kebangsaan guna mempersiapkan dan menghadapi Indonesia Emas 2045 (kim.bandungkab.go.id, Rabu 23/10/2024).

Sementara, pasangan calon bupati dan wakil bupati no urut 2 Dadang Supriatna-Alie Sakieb berkomitmen akan menciptakan 50 ribu lapangan pekerjaan serta wirausahawan muda untuk  generasi milenial dan Gen-Z. Hal itu dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan untuk disalurkan menjadi karyawan ataupun wirausahawan muda. Mereka berjanji untuk memberikan bantuan alat maupun dana pinjam bergulir tanpa bunga dan tanpa jaminan, serta ribuan lapangan pekerjaan setiap tahunnya.

Dengan kondisi sistem demokrasi seperti ini, janji tersebut hanyalah nyanyian surga dari para pejabat yang jauh dari kemungkinan untuk terwujud. Mereka hanya berucap belaka dalam waktu berkampanye untuk membuat janji-janji manis. Nyatanya, di lapangan susah sekali mencari pekerjaan. Adapun yang mudah mendapat pekerjaan hanya orang yang memiliki koneksi orang dalam. Nyatanya, setiap lowongan pekerjaan hanya meloloskan orang-orang yang berduit alias nyogok di awal.

Milenial dan Gen-Z seharusnya dipersiapkan sebagai pemimpin masa depan. Mereka adalah aset besar untuk sebuah perubahan ke arah perbaikan dan kebangkitan, terutama seorang muslim. Mereka adalah para penerus estafet ketaatan. Kita tidak bisa hanya fokus pada perubahan ekonomi saja, tetapi harus menyeluruh kepada perubahan yang hakiki, yaitu mencetak generasi muda yang memiliki syakhsiyah (kepribadian) Islamiyyah.

Sistem demokrasi hanya memandang mereka sebagai komoditas untuk kemajuan ekonomi semata.
Dengan sistem kufur demokrasi,  mustahil terbentuk peradaban gemilang ke depannya. 

Hanya dengan sistem Islamlah kita bisa mencetak generasi cemerlang dan menggantungkan harapan karena berasal dari Zat yang menciptakan kita, yaitu Allah Swt, Sang Khaliq, al Mudabbir. Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Ummu Aisha
Sahabat Tinta Media


Jumat, 08 November 2024

Saatnya Gen-Z Melek Politik untuk Perubahan Hakiki Sesuai Syariat Islam



Tinta Media - Pemerintah Kabupaten Bandung sukses menggelar Talkshow Why Gen-Z: "Kepemimpinan Ala Gen-Z" melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Talkshow ini diselenggarakan dalam upaya memberikan pengayaan, pendidikan politik dan wawasan generasi muda dalam menghadapi Indonesia Emas 2045. Tujuan diadakannya acara ini yaitu untuk meningkatkan karakteristik kualitas Gen-Z.

Dikky Achmad Sidik Pjs. Bupati Bandung mengucapkan terima kasih kepada Badan Kesbangpol Kabupaten Bandung yang telah melaksanakan seminar bagi generasi muda dalam upaya mempersiapkan calon-calon pemimpin di masa mendatang, apalagi saat ini yang juga bertepatan dengan akan dilaksanakannya Pilkada Serentak Nasional pada 27 November 2024. Kita tahu, pada momen itu, generasi muda akan memberikan hak suaranya.

Gen-Z menjadi target paling diincar oleh kandidat Bacabup dan Bacawabup Pilkada 2024. Bukan tanpa alasan, Gen-Z menjadi kelompok pemilih terbesar kedua setelah generasi milenial karena dikenal sebagai kaum muda yang tumbuh bersama teknologi dalam pemilihan kepala daerah serentak 2024.

Bicara tentang politik tentu sangat menarik, tetapi tidak bagi Gen-Z . Mereka berpandangan bahwa politik adalah alat untuk meraih tujuan tertentu, sehingga mereka cenderung anti untuk bicara politik.

Padahal Gen-Z dan milenial disebut-sebut sebagai pilar dari generasi emas 2045, sehingga mereka sangat diperhitungkan di segala aspek kehidupan, termasuk suara mereka yang diperebutkan dalam Pemilu/Pilkada 2024, karena mereka terkategori pemilih pemula pada 2024 ini.

Potensi usia muda pada Gen-Z seharusnya disiapkan bukan sekadar keahlian untuk bekerja, tetapi mereka juga perlu disiapkan sebagai calon pemimpin di masa depan. Mereka adalah aset besar untuk perubahan ke arah perbaikan dan kebangkitan, terutama sebagai seorang muslim. Generasi adalah para penerus estafet ketaatan. 

Dalam sistem sekuler, Gen-Z tidak lebih hanya dipandang sebagai aset komoditas untuk meningkatkan kemajuan ekonomi, yang keuntungannya hanyalah untuk para oligarki dan penguasa korporatokrasi. Sehingga, upaya memajukan generasi selalu fokus pada aktivitas ekonomi semata, dengan mengabaikan aspek karakter yang kini kian jauh dari nilai-nilai luhur. Jangankan berbicara pemuda bersyakhsiyah Islam yang mulia, saat ini Gen-Z dalam hal moral saja sangat mengkhawatirkan. Namun, penguasa  justru fokus menawarkan lapangan pekerjaan. Itu pun sangat mungkin untuk diragukan, apalagi janji-janji saat kampanye.
 
Sudah saatnya Gen-Z diarahkan pada kesadaran politik hakiki, karena mereka aset berharga umat. Hanya Islam ideologi yang mampu membangkitkan pemuda menjadi generasi yang mampu dalam segala hal, bukan untuk sekadar menjadi pekerja, tetapi mereka adalah para kreator.

Dalam Islam, politik atau siyasah artinya mengatur, memelihara, mengurusi urusan umat, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan syariat Islam.

Bukan hanya itu, Islam juga mengatur hubungan internasional, masalah kewajiban kepada Allah (ubudiah), pakaian, makanan, dan akhlak seorang muslim. Ketika semua hal tersebut diterapkan dengan aturan Islam, itulah yang dinamakan pemberlakuan politik Islam.

Namun, penerapan seluruh syariat Islam tersebut membutuhkan institusi politik berupa negara, yakni Khilafah Islamiah.

Gen-Z dan milenial harus memahami cakupan Islam kaffah, serta mengetahui bahwa berbagai persoalan yang mendera seluruh umat manusia saat ini adalah akibat tidak diterapkan Islam kaffah dan justru melandaskan pengaturan kehidupan berasaskan sekularisme, kapitalisme, dan sistem politik demokrasi.

Sudah saatnya Gen-Z melek dan beraktivitas politik guna mewujudkan institusi politik Islam, yakni Khilafah Islamiah sehingga semua ketentuan syariat Islam bisa terterapkan. Wallahu a'lam bisshawab.



Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Senin, 04 November 2024

Selamatkan Kondisi Mental Gen Z dengan Aktivasi Islam Kaffah


Tinta Media - Berdasarkan data dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, hal ini setara dengan  15,5 juta remaja. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, satu dari dua puluh remaja (2,45 juta) terdiagnosis gangguan mental. Survei Kesehatan Indonesia (2023), mengungkap bahwa depresi sebagai penyebab utama disabilitas pada remaja, dengan Gen Z (15-24 tahun) tercatat paling rendah dalam mengakses pengobatan (timesindonesia.co.id, 17-10-2024).

Sungguh miris, mental Gen Z semakin rapuh jauh dari kata yang selalu disematkan sebagai agent of change. Alih-alih sebagai agen perubahan, masalah diri pribadi pun belum mampu diselesaikan dengan baik dan benar, apalagi urusan umat. Ada apa dengan Gen Z?

Ada berbagai banyak persoalan yang dihadapi oleh Gen Z, mulai dari UKT mahal, pengangguran, gangguan mental, judol, pinjol, dll. Semua hal ini terjadi sebagai dampak dari sistem demokrasi kapitalisme yang banyak melahirkan aturan rusak. Di sisi lain, hari ini Gen Z terjebak dalam gaya hidup rusak, mulai dari FOMO (Fear Of Missing Out/takut ketinggalan tren), konsumerisme dan hedonisme.

Gen Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang shahih. Namun, demokrasi menjauhkan Gen Z dari perubahan hakiki dengan Islam kaffah, padahal hanya dengan sistem Islam generasi dan umat manusia akan selamat.

Untuk itu, Gen Z membutuhkan  adanya partai yang akan membina mereka secara shahih, yang mendorong terbentuknya kepribadian Islam yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap Islami, yang akan membela dan membangun peradaban Islam. Sudah saatnya menyelamatkan Gen Z dengan mengaktivasi Islam Kaffah ke dalam diri-diri mereka, agar terwujud mental pemuda yang kokoh.

Wallahu a’lam bishowab.

Oleh: Agustriany Suangga, Muslimah Peduli Generasi

Mengaktivasi Peran Gen Z dalam Perjuangan Islam Kaffah

Tinta Media - Dampak dari demokrasi kapitalis begitu banyak aturan yang rusak, nyatanya banyak gen Z yang terjebak dalam kubangan yang merugikan diri dan orang lain, sadar atau tidak mereka benar-benar terjebak dengan life style atau gaya hidup, pola hidup  yang lepas dan jauh dari ajaran Islam. Mereka wujudkan dalam berbagai aktivitas gaya mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti teknologi, fashion, dan makanan. 

Begitu banyak tantangan, cobaan bahkan gangguan yang menjatuhkan mental pikiran karena tekanan hidup dan dari rayuan yang melumpuhkan cara berpikir benar. Indonesia sebenarnya kaya akan generasi muda yang cerdas berpotensi, berkemampuan menjadi pemimpin yang amanah bersyariat Islam berarti Indonesia rindu akan pemimpin yang bisa diandalkan pilihan rakyat yang betul-betul jujur memiliki potensi, kekuatan, kemampuan, kejujuran dan harapannya ada pada pundak gen Z. Potensi dan produktivitas gen Z sekarang nyata dirusak, dibungkam, dibajak oleh sistem yang menyesatkan.

Dalam hal ini perlu peran pemerintah yang serius dan totality  dalam pendidikan dan bimbingan masyarakat untuk berkembangnya Gen Z. Teknologi memang semakin berkembang, namun dengan berkembangnya teknologi membuat generasi muda ada dalam  circle toxic artinya suatu hubungan pertemanan yang berefek negatif dalam kehidupan. Pertemanan yang negatif ini tentu saja lebih sering menimbulkan masalah antara satu dengan yang lainnya. 

Media sosial bisa dijadikan pula untuk mengekspresikan diri, namun sayang sekali berdampak pula pada psikologis. Terkadang seseorang merasa tertinggal dari yang lain. Begitu banyak aktivitas yang sekedar pamer memperlihatkan kekayaannya dan akhirnya memicu kecemasan ,merasa diri lemah dan putus asa, hingga sampai ke tingkat depresi .ini menjadi permasalahan yang perlu penanganan serius dari negara juga masyarakat.  QS Luqman :13.

Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.

Gen Z merupakan komponen  yang diharapkan untuk berubahnya negeri di pundak gen Z yang memiliki fisik kuat, pengetahuan yang baru dan cemerlang inovatif kreatif  dan Siddiq sesuai ajaran Islam.

Pada pundak  generasi muda ada beban yang dapat mengungkap kebenaran yang harus di pegang teguh. Sebagaimana ucap dan langkah yang selaras dengan pribadi Islam. 

Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Ica, Sahabat Tinta Media

Gen Z Terjerumus Doom Spending, Berantas dengan Solusi Tuntas



Tinta Media - Gen Z keracunan gaya hidup bedebah, terlihat gegabah, hilang arah, hingga gelisah atau gundah. Ironis, seakan membantah, memberi isyarat mampu menikmati hidup, dalam bingkai fenomena doom spending.

Fenomena ini memiliki makna secara harfiah, yaitu pengeluaran yamg sia-sia. Artinya, pengeluaran yang dilakukan seseorang secara impulsif, yang sifatnya kesenangan semata. Pemicu lahirnya doom spending adalah rasa kecemasan yang membuncah, kekhawatiran, bahkan stres. (Finansial.bisnis, 17/10/24)

Gambaran sederhananya, ketika Gen Z memiliki tujuan jelas, yaitu ingin menabung untuk membeli rumah, misalnya, dalam konteks ini, rumah adalah properti yang sangat penting selama kehidupan. Memiliki rumah pribadi, terlebih sesuai desain sendiri merupakan impian setiap manusia. Tragisnya, harapan ini pupus bersamaan dengan beban hidup tinggi, income rendah. Jangankan untuk menabung beli rumah, tidak ketemu istilah krisis di akhir bulan saja sudah bersyukur.

Alhasil, makna menabung untuk kepentingan bergeser menjadi keinginan. Didasari maindset nabung untuk beli rumah, seumur hidup pun tidak akan terbeli. Akhirnya, ia menabung untuk membeli sesuatu yang membuat bahagia. Misalnya, fenomena membeli boneka labubu.

Berangkat dari maindset keliru ini, lahirlah berbagai macam fenomena menyesatkan, seperti FOMO, Flexsing, bahkan gaya hidup minimalis dan frugal living yang didamba-dambakan. Hal itu akan membuat kehidupan lebih sederhana, bersahaja, dan cenderung vibes positif. Realitasnya, mereka hanya mengikuti tren semata. Alhasil, ketika sudah berganti mode, aktivitas tersebut dianggap tidak relevan lagi.

Selain konsumtif terhadap fashion dan fun, ternyata mereka  juga brutal dalam pembelian food. Berdasarkan survei Populix, dinyatakan bahwa Gen Z cenderung menyukai yang sifatnya instan. Misalnya, lebih suka membeli makanan daripada memasak. Maraknya fast food, frozen food, produk siap masak,  makanan rumahan, freshmade, healthy food, sampai beragamnya minuman kekinian, dengan kadar sukrosa tinggi, yang tidak baik untuk tubuh jika dikonsumsi secara abnormal, membuat Gen Z merasa difasilitasi, tetapi berujung malapetaka. (Klasika.kompas, 1/10/24)

Terminologi hidup sehat nampaknya kian sempit dalam kamus Gen Z, terbukti dengan beragam fenomena yang silih berganti. Hal ini menunjukkan maindset seseorang dalam semua hal, akan sangat memberikan impact besar dalam kehidupan.

Ketika maindsetnya benar, tentu hidup akan tenang, bahkan ada istilah "dunia dalam genggaman, akhirat selamat". Ironis, ketika maindset seseorang yang diadopsi keliru, justru ia akan masuk ke dalam lembah kenistaan. Jangankan akhirat selamat, hidup di dunia saja berantakan.

Sejatinya, pondasi awal kehidupan dimulai dari pola pikir (maindset) seseorang. Dari maindset, akan lahir keyakinan dan menghidupkan keimanan. 

Pola pikir terbentuk oleh banyak faktor, seperti lingkungan keluarga, circle nongkrong, masyarakat, bahkan media sosial. Terlebih, detik ini, Gen Z hidup dalam era digital nativ.

Faktor utama dari semua itu adalah informasi. Ketika informasi yang masuk dalam tubuh manusia adalah informasi yang sifatnya baik, benar, positif, tentu pribadi yang terbentuk menjadi positif. Misalnya, manusia mendapatkan informasi bahwa segala perbuatan semasa hidup akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Khalik, tentu tingkah laku kesehariannya akan direncanakan secara matang, seperti memilih gaya hidup yang sesuai nilai dan norma yang berlaku.

Sebaliknya, apabila informasi yang masuk dalam diri manusia, merupakan informasi yang cenderung kesenangan semata, hura-hura, bahkan sifatnya implusif, maka akan timbul kerugian di kemudian hari. Misalnya, merasa FOMO ketika tidak membeli labubu, tidak hits, tidak keren, bahkan cenderung kudet. Alhasil, ia tidak memiliki tabungan, dana darurat, susah untuk sedekah, tidak memiliki pencapaian dalam konteks kebutuhan primer, karena kebutuhan bukan lagi skala prioritas utama.

Sejatinya, sikap konsumtif pada remaja menunjukkan eksistensi kapitalisme karena perbuatan manusia berasas materi, bukan semata-mata keridaan Allah semata. Cara pandang kapitalisme selalu mempertimbangkan keuntungan, sehingga wajar jika banyak generasi terjerumus dan termakan iklan, serta promo yang menggiurkan.

Selain itu, pemikiran liberal dan gaya hidup kebarat-baratan lahir dari paradigma sekuler. Esensi sekuler adalah peran Sang Pencipta tidak dilibatkan dalam seluruh kancah kehidupan. Kehidupan tidak boleh dicampuraduk dengan agama. Mayoritas orang dengan paradigma sekuler beranggapan bahwa porsi agama hanya mengurusi ibadah manusia dengan Tuhan saja. 

Padahal jelas, Islam merupakan agama sekaligus mabda. Agama Islam mengatur segala problematik manusia. Menyoal urusan pribadi sampai tataran negara, Islam memiliki solusi sempurna.

Islam mengondisikan seluruh elemen, memberikan informasi positif, bahkan dalam bentuk apa pun yang akan tayang di media. Islam memiliki standarisasi mencerdaskan umat. Tentunya, ini sangat selektif dalam penayangan media.

Berawal dari informasi yang terjaga, akan terbangun pola pikir umat pada kebangkitan, terkhusus generasi muda yang mengalami kemunduran, komorosotan, ketertinggalan, dan keterpurukan.

Islam memiliki sistem ekonomi yang sangat detail, mengatur tata kelola harta, baik harta kepemilikan individu maupun umum. Tidak ada privatisasi dalam pengelolaan. Harta umum hanya berhak dikelola oleh negara untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.

Dalam sistem pendidikan, kurikulumnya mencerdaskan bangsa, tidak fokus pada pemberdayaan generasi untuk mencetak devisa negara, bagaimana melahirkan generasi bermoral luhur dengan akidah Islam. Dengan standar akidah Islam, segala perbuatan dititikberatkan pada standar Sang Pencipta, dan pastinya ini akan mencetak generasi yang mampu menaklukkan, sehingga terbentuk peradaban jahiliyan menuju Islamiyah.

Islam memiliki sistem keamanan siber yang detail. Dengan SDM yang berkompeten, Islam akan memastikan bahwa tidak ada indikasi kejahatan digital, bahkan tidak ada aplikasi yang berpotensi menimbulkan kejahatan yang menjembatani, misalnya, misalnya pinjaman online, ribawi, bullying, phone seks, dsb. Wallahu'alam Bisawab.



Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak., 
Penulis Ideologis, Pengiat Literasi

Kamis, 31 Oktober 2024

Fenomena FOMO Gen Z dalam Sistem Kapitalisme

Tinta Media - Gen Z kembali dipenuhi dengan fenomena baru, yakni Fear of Missing Out (FOMO). Fenomena ini mengharuskan Gen  Z bersifat materialistik. Jika tidak ikut tren, maka dianggap tidak keren. Tak heran, banyak Gen Z yang sengaja menjerumuskan dirinya ke dalam hal tersebut.

Dikutip dari kompas.com, Public & Government Relation Manager 360Kredi, Habriyanto Rosyidi S mengatakan bahwa  dominasi anak muda yang kini memuncaki populasi membawa dampak positif bagi dunia kerja. Namun di sisi lain, gaya hidup anak muda yang cenderung merasa takut tertinggal atau fear of missing out (FOMO) menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi kesehatan finansial.

Harbiyanto juga menerangkan bahwa gaya hidup FOMO, YOLO (you only live once) dan FOPO (fear of other people’s opinion) menjadi salah satu faktor bagi permasalahan finansial anak muda saat ini jika tidak dapat dikelola dengan baik dan bijak. Sebab, hal tersebut menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan ketergantungan terhadap utang yang tidak produktif. (Jumat, 11/10/2024).

Dari berita di atas telas jelas bahwa FOMO telah menjadi salah satu tren signifikan di kalangan generasi Z. FOMO mencerminkan dampak besar atas interaksi berbasis teknologi, yaitu dampak terhadap psikologi individu dan perilaku komunikasi, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.

Satu satunya alasan yang menyebabkan generasi Z bermental materialistik adalah karena diterapkannya sistem sekuler kapitalis. Sistem ini mengajarkan bahwa hakikat kebahagiaan adalah dengan memiliki materi dan kekuasaan sebanyak-banyaknya. Sistem ini juga memberikan kebebasan pada setiap individu manusia. Maka, terlahirlah individu yang bersifat hedonisme dan konsumerisme.

Di sisi lain, Indonesia menjadikan sistem kapitalisme sebagai kiblat peradaban. Hal ini menjadikan Indonesia harus menciptakan regulasi yang menyesuaikan eksistensi sistem tersebut. Salah satunya adalah dengan menjerumuskan Gen Z pada lingkaran materialistik melalu sosial media. Alhasil, terciptalah gaya hidup generasi yang FOMO. 

Karena faktor-faktor inilah, terjadi pengabaian potensi Gen Z untuk berprestasi dan berkarya lebih baik. Selain itu, potensi mereka sebagai agen perubahan menuju kebaikan juga terhalagi. Dengan kata lain, Gen Z memiliki pengaruh yang kuat dalam merancang masa depan yang cemerlang.

Sebagaimana dalam Islam, pemuda dipandang memiliki potensi luar biasa. Pemuda juga dianggap memiliki kekuatan yang dibutuhkan umat. Terlebih dalam ranah perubahan, Gen Z dipercaya sebagai agen perubahan menuju kebangkitan Islam.

Dengan potensi yang dimiliki Gen Z, Islam akan mengasah dan melejitkan potensi tersebut dengan sistem terbaik, yakni dengan sistem pendidikan Islam, yang mengarahkan hidup seseorang sesuai dengan tujuan penciptaan, serta mempersembahkan karya terbaik untuk umat dan Islam. 

Di sisi lai,n tak hanya melejitkan potensi, Islam juga menanamkan syaksiyah islamiyah (kepribadian Islam) pada setiap individu generasi. Islam juga memahamkan kepada mereka hakikat kehidupan di dunia, yaitu meraih rida Allah semata. Sehingga, tidak mungkin ada individu yang FOMO seperti generasi saat ini.

Maka, potensi pemuda seperti inilah yang dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban gemilang yang pernah dicapai umat Islam pada masa lalu dalam naungan Khilafah Islamiah. Wallahutaalaa'lamubisshawwab.



Oleh: Shofiyah Hilyah
Sahabat Tinta Media

Rabu, 30 Oktober 2024

Gen Z Menjadi Pengangguran, Apa Solusinya?



Tinta Media - Awal bulan Oktober lalu, ramai hastag desperate atau putus asa, yang dipakai oleh akun-akun Gen Z di platform LinkedIn. Hastag putus asa ini menyertai profil akun bertuliskan "open to work", menandakan seseorang sedang free dan butuh pekerjaan.

Angka pengangguran Gen Z memang tinggi. Diperkirakan, ada 9,9 juta Gen Z dalam kondisi NEET (No Education Employment and Training). Padahal, 2045 nanti Indonesia mencanangkan diri menjadi Indonesia emas, mencapai kemajuan ekonomi yang tinggi. Apa jadinya bila generasi di usia 15-24 tahun memiliki masa depan yang buram?

Pemerintah menilai bahwa tingginya pengangguran Gen Z karena skill mereka tidak memenuhi kebutuhan industri. Karena itu, beberapa program dicanangkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini, mulai dari mengadakan pelatihan vokasional hingga pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Akan tetapi, tetap saja, beberapa ahli berpendapat bahwa solusi yang diberikan pemerintah tidak menyentuh akar masalah.

Akar Masalah Pengangguran

Masalah pengangguran Gen Z yang tinggi disebabkan dua hal, yaitu skill sumber daya manusia dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Keduanya butuh solusi yang tepat dan mendasar.

Skill atau kemampuan Gen Z tidak lepas dari pendidikan yang mereka dapatkan. Jangan salahkan bila mereka kurang mampu atau lemah mentalnya, serta tidak cerdas secara intelektual dan emosional. Ini karena kedua hal tersebut harusnya mereka dapat dari pendidikan. Masalahnya, negeri ini masih mempertahankan pendidikan sekuler. Anak-anak dicetak sesuai arahan penjajah kapitalis. Tak ada standar kualitas yang menjadi visi misi pendidikan.

Ketersediaan lapangan pekerjaan disebabkan karena negeri ini menjalankan sistem ekonomi kapitalis. Tak ada ruang bagi rakyat, tetapi peluang besar para kapitalis. Sumber daya alam dikuasai para kapitalis, sementara rakyat harus bersabar berbagi sisa-sisa kekayaan negeri ini. 

Gen Z bukanlah pemalas. Namun, buruknya ekonomi menjadikan mereka "terpaksa" menganggur. Buktinya adalah tingginya angka pekerja honorer di beberapa instansi, tetapi mereka tidak bisa diangkat menjadi pegawai negeri, karena keterbatasan APBN juga APBD.

Solusi Islam untuk Mengatasi Pengangguran Gen Z

Solusi untuk pengangguran ini adalah dengan sistem pendidikan yang berkualitas. Ini sudah dijalankan oleh sistem Islam sejak masa Rasulullah di Madinah. Kewajiban menuntut ilmu di segala bidang direalisasikan dalam kebijakan negara oleh Rasulullah. 

Para Khalifah melanjutkan apa yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Kurikulum dan fasilitas disiapkan negara agar generasi Islam menjadi generasi yang tangguh, bermanfaat bagi umat manusia, dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Tercatat dalam sejarah bagaimana Khalifah Harun al Rasyid memberikan fasilitas yang optimal dalam pendidikan. Tak heran jika para ulama di masa itu tidak hanya ahli dalam ilmu agama, tetapi juga dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengangguran Gen Z bisa diselesaikan secara tuntas hanya dengan penerapan syariah kaffah di seluruh dunia. Hal inu karena masalah tersebut bukan hanya menimpa negeri ini, tetapi juga negara lain, bahkan negara-negara maju di dunia.


Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Sahabat Tinta Media

Jumat, 06 September 2024

Gen-Z Sulit Cari Kerja, di Mana Peran Negara?



Tinta Media - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat banyak Gen Z susah cari kerja. Salah satunya adalah salah memilih sekolah dan jurusan. Faktor salah jurusan inilah yang menjadikan banyak anak muda Indonesia masuk golongan pengangguran tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET). 

Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyampaikan terkait kondisi penduduk muda Indonesia. Menurut laporan BPS, pada tahun 2023, sekitar 9,9 juta orang usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan. Dari 9,9 juta orang tersebut, 5,73 juta adalah perempuan muda dan 4,17 juta adalah laki-laki muda.

Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012. Mereka biasanya berada di tengah masa produktif, sebab sekarang berusia antara 12-27 tahun. Status NEET mewakili 22,25% dari populasi usia 15 hingga 24 tahun di Indonesia. (CNBC Indonesia, 21/05/2024)

Melihat banyaknya anak muda sekarang yang sulit mendapatkan pekerjaan, pemerintah melakukan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Dalam PP tersebut, pemerintah daerah diminta membangun ekosistem bisnis untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) serta perusahaan rintisan (Startup). 

Akibat Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme dalam kehidupan tidak melakukan edukasi atau pemahaman tentang hak dan kewajiban antara personal, korporasi, dan negara dengan baik dan benar. Keutamaan pembangunan negara hanya berfokus pada pembangunan materi yang bersifat fisik sehingga pembangunan manusia terdidik tidak terpedulikan, khususnya Gen Z saat ini. Angka NEET yang tinggi di negara harus diselesaikan melalui sistem yang tepat.

Karena persoalan tersebut bersifat sistemis, maka solusinya harus sebanding, yaitu sebagai penawar yang juga bersifat sistemis. Akan tetapi, persoalan sistemis tidak bisa disamakan dengan persoalan cabang seperti yang dilakukan negara dengan peraturan pemerintah (PP). Dalam PP ini, negara hanya mendorong anak muda untuk berkerja menjadi wirausaha tanpa pembekalan yang matang. 

Sistem kapitalisme dengan dasar pemikiran sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan,  menuntut Gen Z untuk tidak membawa agama dalam setiap jurusan yang diampu, sehingga di saat mereka sulit mendapatkan pekerjaan, yang disalahkan adalah jurusannya. 

Ini membuat Gen Z tidak memahami setiap apa yang telah dipelajari untuk bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Ini karena sejatinya agama adalah sebuah aturan dalam kehidupan. Gen Z dikenal dengan pemalas, mageran, ingin mendapatkan sesuatu dengan instan. Hal itu merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme dan makin menegaskan bahwa sistem sekuler kapitalisme telah merusak dan mengaburkan peran besar mereka sebagai generasi penerus peradaban dengan segala potensinya.

Solusi dalam Islam

Islam hadir untuk memberikan solusi atas kerusakan sistemik tersebut dengan mengembalikan peran penuh negara sebagai pemelihara dan pelindung umat, khususnya Gen Z. 

Pengelolaan SDA akan dikendalikan penuh oleh negara untuk menyejahterakan rakyat dan Gen Z sehingga industri pun akan mendapatkan SDM yang berkualitas serta optimal.

Selain itu, negara wajib menerapkan kebijakan anti pengangguran. Gen Z  juga mendapat support system dari berbagai arah, seperti jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan agar mampu menggali kemampuan di berbagai keterampilan. 

Laki-laki dalam Islam memiliki kewajiban bekerja sebagai pemberi nafkah dan kepala keluarga. Negara harus memprioritaskan pekerjaan untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan hanya sebatas kemampuan mereka yang diperbolehkan dalam Islam. 

Negara juga harus mengontrol dan menyediakan lapangan pekerjaan, baik milik negara atau milik individu, sehingga Gen Z tidak lagi memikirkan sulitnya mendapatkan pekerjaan. 

Lulusannya pun akan dimaksimalkan berkarya berdasarkan keilmuan tanpa dihadapkan dengan tekanan biaya hidup yang mahal dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
 
Sistem Islam telah diterapkan selama masa Rasulullah saw. dan kekhalifahan, dan telah terbukti dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Hal itu dapat terwujud karena negara mengaplikasikan peraturan-peraturan yang berasal dari Allah Swt. Negara tidak akan mengambil kebijakan dari sudut pandang keuntungan materi (bisnis), melainkan dari sudut pandang Sang Pencipta, yakni syariat dan kemaslahatan umat. 

Akidah Islam seharusnya terus dijaga dan digaungkan umat Islam sebagai bahan bakar perubahan global, yaitu perubahan besar tatanan dunia dari kegelapan menuju terang, dari kebodohan modern menuju kejayaan Islam, sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nisa’ ayat 9, yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 
Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Okni Sari Siregar, S.Pd
Sahabat Tinta Media

Minggu, 09 Juni 2024

Lowongan Pekerjaan Sempit, Kreativitas Gen Z Terimpit


Tinta Media - Lowongan pekerjaan menjadi langka bagi generasi muda atau gen Z. Banyak dari mereka memiliki keterampilan dan lulusan tertentu, tetapi tidak sesuai dengan loker yang ada. Akibatnya, angka pengangguran semakin meningkat. 

Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, data Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat 9,9 juta anak muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Usia mereka antara 18 sampai 24 tahun. Hal ini terjadi karena belum ada pekerjaan yang cocok dengan pendidikan dan pelatihan kerja mereka. Oleh sebab itu, upaya pemerintah mengubah pendidikan dan pelatihan kerja harus berorientasi dengan kebutuhan pasar kerja (kumparan.com, 20 Mei 2024).

Waktu Gen Z Menjadi Sia-sia

Memprihatinkan, di saat usia masih muda, generasi muda atau gen Z kehilangan arah dan tidak berdaya karena tidak mendapatkan pekerjaan yang diharapkan. Sehingga, ilmu, keterampilan dan Kreativitas mereka juga tidak berkembang karena menyesuaikan dengan lowongan pekerjaan yang ada. Padahal, di masa muda inilah waktu produktif dan emas mereka, titik manusia memiliki kekuatan, semangat, dan pengaruh yang besar. Merekalah penerus peradaban. Maka, sangat disayangkan jika waktu gen Z terbuang sia-sia. 

Era digital akrab dengan gen Z, tetapi peran mereka diabaikan.  Mereka dipaksa harus sesuai kebutuhan para pengusaha, hanya menjadi buruh atau pekerja saja. Sedangkan kelebihan dan ilmu mereka tidak digunakan. Sehingga, wajar jika gen Z tidak memilih loker yang sesuai harapan. Ini berakibat naiknya angka pengangguran. 

Pengangguran yang meningkat menjadi PR negara. Namun, negara telah gagal menyediakan lapangan pekerjaan dan memfasilitasi rakyatnya. Sedangkan investor yang berdatangan tidak menjamin terbukanya lapangan kerja untuk rakyat pribumi sebab mereka membawa pekerja sendiri dari negara asalnya.  Investor hanya fokus memanfaatkan dan mengeruk SDA yang ada, tidak peduli dengan kondisi rakyat dan alam yang rusak karena ulah mereka.

Sikap negara yang abai dan diam terhadap kerusakan alam dan sempitnya lowongan pekerjaan membuat rakyat semakin tidak berdaya. Beginilah watak dari sistem sekarang, siapa yang memiliki uang dan kepentingan, dialah yang berkuasa. Sistem kapitalis menjadikan keuntungan dan manfaat lebih diutamakan sehingga para pengusaha tidak mau dirugikan dengan kondisi alam yang rusak ataupun banyaknya pengangguran rakyat pribumi. Negara pun tidak memiliki kekuatan ketika para pengusaha dan investor mengeruk SDA yang ada. 

Bagaimana dalam Sistem Islam?

Berbeda kondisinya jika sistem Islam yang mengatur kehidupan ini. Sistem ini berasal dari Sang Pencipta. Dalam sistem Islam diatur tentang kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan umum, individu, dan negara. Individu tidak boleh menguasai kekayaan milik masyarakat secara umum.

Diriwayatkan Ibnu Majah dari Abdulah bin Said, dari Abdullah bin Khirasy bin Khawsyab asy-Syaibani, dari al-‘Awam bin Khawsyab, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda,

اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram.”

SDA merupakan kepemilikan umum, tidak bisa dikuasai oleh negara, bahkan individu. Tugas negara hanyalah bertanggung jawab untuk mengelola SDA yang ada kemudian hasil pengelolaan tersebut akan dikembalikan kepada rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. 

Para gen Z akan dipersiapkan dengan sebaik-baiknya dan maksimal untuk menjadi generasi peradaban mulia. Mereka tidak hanya mendapatkan ilmu dan skill sesuai yang dibutuhkan lapangan pekerjaan saja. Akan tetapi, mereka juga siap menjadi generasi yang cemerlang, taat kepada Allah Swt. dan penerus peradaban yang mulia.

Seperti kesuksesan Abdurrahman bin Auf, tidak saja karena etos kerja yang dimilikinya, tetapi juga semangat ibadahnya yang tidak pernah redup. Kemudian beliau juga gemar bersedekah.

Jadi, dalam sistem Islam, semua SDA akan dikembalikan kepada pemiliknya. Sehingga, untuk pengelolaan SDA, negara akan mempersiapkan SDM yang ada, tidak hanya secara ilmu, keterampilan, dan kreativitas saja, tetapi juga akidahnya. 

Negara akan menumbuhkan kesadaran hubungan para gen Z dengan Allah Swt. Sehingga, para gen Z akan menjadi generasi yang mustanir dan bertakwa. Semua generasi akan memiliki peran masing-masing untuk peradaban. Wallahu a'lam bisshawab.


Oleh: Rita Razis
Sahabat Tinta Media

Jumat, 09 Februari 2024

Khilafah News: Gen Z Sasaran Empuk Para Parpol dan Politisi



Tinta Media - Narator Khilafah News menyatakan bahwa Gen Z menjadi sasaran empuk para parpol dan politisi. 

"Gen Z ini menjadi sasaran empuk para parpol dan politisi. Ini bisa dimanfaatkan mereka untuk kepentingan politik," tuturnya dalam video: Gen Z Target Empuk Politisi Pragmatis? Kamis (1/2/2024) di kanal Youtube Khilafah News. 

Ia menyesalkan, tak jarang para generasi milenial dan Gen Z hanya dijadikan sebagai obyek politik semata. 

“Dalam era digital dan teknologi informasi yang semakin canggih, generasi milenial dan Gen Z telah menjadi kekuatan politik yang signifikan,” imbuhnya. 

Ia melanjutkan, dengan jumlah pemilih yang besar, kelompok ini terdiri dari individu yang lahir antara tahun 1980 hingga pertengahan tahun 2000-an yang telah tumbuh dalam era globalisasi, diversifikasi informasi dan akses internet yang luas. 

"Dengan ciri khasnya yang berbeda dari generasi sebelumnya, potensi generasi milenial dan Gen Z menggiurkan bagi para kandidat dan parpol prodemokrasi untuk mendapatkan dukungan suara yang signifikan," ujarnya. 

Ia mengungkapkan, di balik upaya parpol dan politisi untuk mendapatkan dukungan dari generasi milenial dan Gen Z terdapat risiko bahwa kelompok ini hanya dijadikan objek politik saja. 

"Selain itu juga, terdapat fenomena yang dikenal sebagai virtue signaling yang bermakna bahwa politisi atau parpol-parpol menggunakan isu sosial yang populer di kalangan generasi milenial dan Gen Z untuk memamerkan dukungan mereka tanpa melakukan tindakan nyata yang substansial," ungkapnya. 

"Hal ini, nilainya,  tentunya dapat mengakibatkan kekecewaan dan rasa ketidakpercayaan dari pihak generasi ini terhadap politik. 

Menurutnya, generasi milenial dan Gen Z tidak dijadikan sebagai kelompok yang benar-benar dihargai dan didengar. 

“Oleh karena itu, penting bagi generasi milenial dan Gen Z untuk sadar dan terus dibimbing oleh ulama agar tidak menjadikan diri sebagai sasaran empuk para parpol dan politisi sekuler pragmatis. Tetapi juga berperan aktif dalam memilih sistem dan pemimpin yang diridhai Allah Swt.," terangnya. 

Ia memandang , selain punya potensi yang menjadi pemantik perubahan besar. Generasi muda muslim juga memiliki potensi untuk terlibat secara aktif dalam politik Islam. "Baik melalui pembinaan, mengemban dakwah, aksi advokasi, bahkan pencalonan diri sebagai pemimpin yang saleh di masa depan," pungkasnya.[] Ajira

Sabtu, 29 Juli 2023

Siyasah Institute Ingatkan Juru Dakwah Pentingnya Menanamkan Islamic Manner kepada Gen Z

Tinta Media - Direktur Siyasah Institute, Iwan Januar mengingatkan juru dakwah akan pentingnya menanamkan islamic manner (adab islami) untuk disampaikan kepada gen Z.

"Di sinilah pentingnya kemudian para juru dakwah mengenalkan dan menanamkan adab atau manner, islamic manner, kepada gen Z ini agar mereka kemudian tahu bahwa menjadi anak muda yang kreatif, anak muda yang kemudian itu inovatif, anak muda yang juga kemudian selalu ingin tantangan itu juga keren dan harus punya manner," jelasnya dalam rubrik Kabar Petang dengan tema "Gen Z Pemalas, Benarkah?" pada kanal Youtube Khilafah News, Senin (17/7/2023)

Ustadz Iwan Januar menilai bahwa gen z ini menjadi bagian dari masyarakat umum yang sekarang ini memang mengalami kegamangan dan ketidakjelasan tentang etika atau adab dalam agama. "Mana yang baik, mana yang buruk itu dianggap sesuatu yang abu-abu," ujarnya.

Dia mengutarakan bahwa orang sekarang sering nonton anak-anak muda gen Z membuat konten-konten prank, hoax, yang buat lucu-lucuan bagi mereka. "Dan untuk kemudian menjadi satu konten yang bisa menaikkan viewer mereka, segala macam lah seperti itu," imbuhnya.

Kondisi umum seperti di atas, menurut Iwan, membutuhkan juru dakwah agar mengenalkan manner, khususnya Islamic manner, kepada gen Z agar gen Z yang suka dengan tantangan tadi tahu kalau sampai merusak kehormatan orang lain maka itu tidak lagi keren.

Iwan menegaskan bahwa gen Z harusnya menjadi generasi dengan adab yang kuat. "Dan adab yang kuat itu harus dibangun berdasarkan akidah, berdasarkan satu keyakinan hidup, bukan karena asas maslahat, bukan karena mengharapkan ada benefit," ujarnya.

"Saya muslim, tapi saya juga harus memiliki adab atau manner yang baik dalam hidup saya", pungkasnya. [] Hanafi


Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab