Nasib Peternak Susu Sapi di Tengah Meningkatnya Impor Susu
Tinta Media - Beberapa waktu lalu viral peternak sekaligus pengepul susu sapi dari Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur membuang susu hasil perahannya. Penyebabnya, lantaran pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) mengurangi kuota penerimaan pasokan susu dari para peternak dan pengepul susu lokal. Begitu pun yang terjadi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Bahkan, pada hari Sabtu (9/11/2024) ratusan peternak sapi perah, peloper, hingga pengepul susu sapi Boyolali menggelar aksi mandi susu di Tugu Patung Susu Tumpah Kota Boyolali. (kumparan.com, 10/11/24)
Alasan penyebab minimnya penyerapan susu segar dari peternak lokal diungkap oleh Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS). Direktur Eksekutif AIPS Sonny Effendhi mengatakan bahwa pengusaha olahan susu kebanyakan impor susu lantaran kualitas dari produksi dalam negeri tidak sesuai dengan keamanan pangan. (kumparan.com, 11/11/2024)
Berdasarkan data dari BPS, sebenarnya terjadi ketidakseimbangan antara produksi susu segar peternak lokal Indonesia dengan kebutuhan konsumsinya. Produksi susu segar peternak lokal Indonesia masih jauh nilainya di bawah kebutuhan konsumsi. Pada tahun 2023 misalnya, produksi susu segar di Indonesia hanya mencapai 837.223 ton. Nilai tersebut hanya setara 19% dari kebutuhan konsumsi nasional sebesar 4,4 juta ton. Kementan mencatat kebutuhan susu segar di Indonesia naik mencapai 4,7 juta ton pada 2024.
Mengacu pada data tersebut, seharusnya susu hasil perahan peternak lokal bisa diserap IPS seluruhnya. Alih-alih mengupayakan realisasi hal itu, yang terjadi justru sebaliknya. Serapan susu lokal dibatasi menjadi lebih sedikit dari biasanya, tetapi kran impor justru dibuka lebar. Akhirnya, peternaklah yang dirugikan dan pengusaha diuntungkan.
Kebijakan semacam ini lumrah terjadi di sistem ekonomi kapitalis. Penguasa punya kecenderungan berpihak pada pemegang modal (kapital), dibanding kepada umat.
Ini sangat berbeda dengan pengaturan kebijakan dalam sistem Islam. Negara akan berdiri di tengah umat, memberi solusi setiap permasalahan dengan syariat Islam demi mewujudkan kemaslahatan umat. Negara akan berupaya memenuhi seluruh kebutuhan rakyat secara mandiri dengan cara mengoptimalkan seluruh potensi yang ada, baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya alam.
Ketika terjadi defisit kebutuhan, negara akan mencari tahu secara mendetail apa penyebabnya, sehingga solusi yang diberikan bisa sesuai dengan persoalannya. Negara akan menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi dengan penerapan syariat Islam secara sempurna. Bila diperlukan penelitian untuk inovasi teknologi terbarukan, maka negara akan memfasilitasi sarana dan prasarana dengan gratis. Negara tidak akan membuka peluang bagi pihak mana pun untuk mencari keuntungan di tengah persoalan yang ada.
Berkenaan dengan kualitas produksi susu dalam negeri, bila tidak sesuai dengan standar keamanan pangan, maka negara akan memberikan edukasi dan pendampingan secara masif kepada peternak tentang bagaimana menciptakan dan menjaga kualitas susu yang baik. Edukasi ini mulai dengan tata cara menjaga kesehatan sapi, bagaimana memerah susu dengan baik, menjaga kebersihan peralatan, dan sebagainya. Negara tidak akan menyerah begitu saja dalam mengedukasi dan mendampingi rakyat, terlebih menyerah pada impor.
Negara akan sangat berhati-hati dalam membuat sebuah kebijakan agar umat tidak dirugikan karena tiap kebijakan yang dibuat akan dimintai pertanggungjawaban pada hari akhir. Ini adalah prinsip yang dipegang penguasa di dalam sistem Islam. Ini karena dalam Islam, penguasa adalah pelayan umat. Tugasnya adalah mengurus seluruh urusan umat.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).
Oleh: Yanti MDY
Sahabat Tinta Media