Tinta Media: fitrah
Tampilkan postingan dengan label fitrah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fitrah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Maret 2024

Kapitalisme Mengeliminasi Fitrah Manusia


Tinta Media - Awal-awal setelah menikah, teman-teman berseloroh, "Menikah itu enak apa enak sekali?  Ya, tentu enak dong, ha ... ha ...."

Namun, sekarang sangat berbeda. Pasangan muda tidak mau menikah, tidak mau merasakan bagaimana enaknya menikah atau lika-liku menjalani biduk rumah tangga. Sungguh sangat ironi!

Sebagaimana laporan Badan Pusat Statistik bahwa terjadi penurunan angka menikah selama enam tahun terakhir sebesar 200 ribu lebih (Kamis, 7/3/2024. CNBC Indonesia).

Memang hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di Jepang sehingga populasi rakyatnya hanya bertambah 1%. Hal yang sama terjadi juga di Korea Selatan, Cina, dan telah menyebar secara global.

Buah Busuk Kapitalisme

Enggannya pasangan muda untuk menikah menurut pengamat disebabkan karena masalah ekonomi. Tidak dimungkiri, memang ekonomi kapitalisme liberalisme saat ini telah membuat lmasyarakat kesulitan mencukupi kebutuhannya. Di Indonesia yang notabene sebagai negara berkembang, tingkat kesenjangan yang terjadi antara yang kaya dan miskin sangat tinggi. Ini karena kekayaan hanya berputar pada orang kaya saja.

Sebab lain keengganan pasangan muda untuk menikah adalah karena tidak ingin mempunyai anak. Ini selaras dengan propaganda childfree yang terjadi secara global. Tentu ini tidak bisa dilepaskan dari propaganda Barat yang terus menyuarakan feminisme, kesetaraan gender, dan lain sebagainya. Barat terus menyebarkan virus feminisme, childfree, dan kesetaraan gender agar dapat mengontrol dunia. 

Di sisi lain, sebenarnya mereka mengalami persoalan juga. 
Dampak dari penundaan atau pun tidak menikah ini sangat berkaitan erat dengan jumlah populasi negara, keberlanjutan generasi, dan lain-lain.  Ya, inilah buah busuk dari kapitalisme yang berlaku di dunia saat ini.

Potensi Manusia

Allah Swt. telah memberikan potensi kepada manusia. Potensi manusia tersebut adalah naluri (gharizah), kebutuhan jasmani, dan akal. Naluri yang diberikan naluri antara lain naluri berkasih sayang (gharizah nau'), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa'), dan naluri beragama (gharizah tadayun). Inilah fitrah manusia.

Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan." (TQS An-Nisaa: 1)

Menikah merupakan pokok dari manifestasi atau penampakan dari gharizah nau' yang ada pada manusia. Penampakan lainnya bisa kita lihat pada rasa sayang terhadap anak, keibuan, kebapakan, dan lain sebagainya.

Dengan perkawinan/ menikah, akan tersalurkannya gharizah nau' tersebut.

Jika seseorang menolak atau enggan untuk menikah dan memiliki anak, berarti ia sedang menolak fitrahnya sendiri. Inilah yang sedang digencarkan oleh Barat. Artinya, sistem kapitalisme telah mengeliminasi fitrah kemanusiaan. Ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam.

Islam Mendorong Pernikahan

Islam dalam konteks pernikahan telah mendorong para pemuda untuk menikah. 

Rasulullah bersabda:

"Kawinilah oleh kalian wanita penyayang lagi subur, karena aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan para nabi yang lain pada hari kiamat kelak" (HR Ahmad).

Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:

"Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Utamakanlah karena agamanya, niscaya engkau akan beruntung" (Muttafaq 'alaihi).

Tuntunan dalam Islam yang Agung ini telah disyariatkan oleh Allah. Inilah yang akan membawa kebahagiaan hakiki pada manusia. Selain itu, negara menerapkan syariat Islam secara kaffah, yakni khilafah Islamiyah ala minhaj nubuwah.


Oleh: Muhammad Nur
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 10 Februari 2024

Tingginya Beban Hidup, Fitrah Ibu Meredup



Tinta Media - Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. 

Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan.
Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar, kata Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi, kepada kumparan, Rabu (24/1). 

Kepada polisi, Rohwana mengaku tega membunuh bayinya karena tidak menginginkan kelahirannya dan tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh dengan dua anaknya yang masih hidup.


Faktor Ekonomi 

Wakapolres Belitung Kompol Yudha Wicaksono mengungkapkan motif pelaku tega membunuh dan membuang bayinya disebabkan motif ekonomi. Tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuan. Seharusnya seorang ibu adalah wanita lembut yang penuh kasih sayang pada anaknya, perjuangan dari mengandung sampai melahirkan menjadikan ikatan emosional yang kuat antara ibu dan anak menumbuhkan jalinan kasih di antara keduanya. 

Tentu ada banyak faktor yang berpengaruh. Lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi, lemahnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan dari negara atas rakyat bagi individu per individu. Semua berkaitan erat dengan sistem yang di terapkan negara. Sayangnya, sistem saat ini menjadikan seorang ibu turut menanggung beban ekonomi keluarga, sehingga kelahiran anak di anggap menjadi beban tambahan. Seharusnya negara tampil terdepan sebagai pelindung bagi kaum ibu, mengondisikan masyarakat dan keluarga agar peduli pada keselamatan jiwa dan raga ibu beserta janin yang dikandungnya. 

Namun, perlindungan itu tidak di jalankan oleh penguasa, negara tidak memfungsikan dirinya sebagai pelindung rakyat. Akibatnya, tidak menutup kemungkinan akan ada lagi kejadian serupa seorang ibu yang dengan tega membunuh anak yang telah di melahirkannya, bahkan Indonesia adalah negara yang memiliki kasus tertinggi seorang ibu sanggup mematikan hati nuraninya untuk membunuh darah dagingnya sendiri. 

Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme. baik jalur nafkah, seorang ibu atau istri berhak mendapatkan nafkah dari suaminya atau walinya, dengan demikian seorang ibu tidak menanggung beban    ekonomi keluarga.


Masyarakat Islam


Di dalam masyarakat Islam sangat menjunjung tinggi prinsip _taawwun._ Ketika di tengah-tengah masyarakat kedapatan satu keluarga mengalami kekurangan secara ekonomi, maka anggota masyarakat yang lain akan dengan suka rela membantu meringankan beban atau kesulitan saudaranya dengan memberikan sedekah, memberikan tawaran pekerjaan bagi kepala keluarga, dan memberikan bentuk bantuan lainnya yang dibutuhkan.

Dalam sekop negara juga memberikan santunan kepada warga yang terkategori fakir atau miskin. 

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya. Kepedulian sistem Islam dapat memberikan kesejahteraan secara merata. Dari segi ekonomi Islam negara memiliki 12 pos pemasukan yang dengan itu negara memiliki dana yang sangat cukup untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dengan di terapkannya sistem Islam secara menyeluruh di dalam naungan sebuah negara, maka kesejahteraan masyarakat terlebih para kaum ibu dan anak terpenuhi sehingga kesehatan mental jiwa dan raga mereka baik, yang berdampak pada baiknya seorang ibu dalam mendidik serta mengasuh anak-anaknya sebagai generasi Islam yang tangguh dan cemerlang. 

Wallahu a'lam bisshawab 

Oleh: Fuji Ummu Alif
Ummu warobbatul bait

Kapitalisme Membuat Fitrah Ibu Redup


Tinta Media - Ibu adalah sosok yang luar biasa, seperti peribahasa yang selalu terngiang di telinga kita  "kasih sayang ibu sepanjang masa". Peribahasa ini menggambarkan bagaimana besarnya kasih sayang ibu kepada buah hatinya. 

Namun, entah apa yang ada di benak seorang ibu di Kabupaten Belitung Desa Membalong Rohwana alias Wanna (38 tahun). Ia tega membunuh buah hatinya sendiri di kamar mandi dengan cara menenggelamkan bayi tersebut ke dalam ember berisi air selepas dilahirkan. Setelah memastikan sang bayi sudah tak bernyawa, sang ibu pun membuang bayinya di semak-semak kebun milik warga sekitar. 

Usut punya usut, ternyata penyebabnya adalah faktor ekonomi. Ibu Rahwana mengaku tega membunuh sang buah hati karena merasa tidak cukup biaya untuk membesarkannya. Ibu Rohwana memiliki dua orang anak yang sudah besar dan suami yang bekerja sebagai buruh. (KumparanNwes, Rabu 24/01/2024). 

Sangat memilukan, seorang ibu tega membunuh anaknya karena masalah ekonomi. Dari fakta ini jelas, betapa beratnya beban ekonomi yang harus ditanggung masyarakat, sehingga fitrah ibu telah redup akibat beban hidup yang begitu sulit. 

Semua ini terjadi karena diterapkannya sistem kapitalisme. Sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan membuat manusia bebas melakukan apa pun tanpa memedulikan apa yang diperbuat tersebut dapat mendatangkan dosa besar baginya walaupun yang dibunuh adalah bayinya sendiri. 

Dalam sistem kapitalis sekuler, seorang ibu dituntut untuk bekerja di luar rumah dan harus memenuhi kebutuhan keluarga karena tekanan ekonomi. Alhasil, hati nurani seorang ibu mati, bahkan tega membunuh bayi yang baru dilahirkan. Ditambah lagi tingginya beban hidup sehingga menjadikan seorang ibu tertekan, stres, dan tidak tahu bagaimana mencari solusi atas beban hidup yang menimpa, hingga berujung pada tindakan kriminal. Salah satunya adalah dengan membunuh darah dagingnya sendiri. 

Kalau dicermati lagi, sebenarnya bada banyak faktor yang mempengaruhi. 

Pertama, lemahnya iman sehingga membuat seseorang gelap mata dan tidak bisa berpikir panjang sebelum melakukan kejahatan. 

Kedua, lemahnya pertahanan keluarga. Hanya keluarga yang dapat menguatkan dan menjaga mental seorang ibu. Akan tetapi, dalam sistem saat ini, justru kaum ibu dipaksa oleh keadaan ekonomi yang semakin mengimpit hingga membuatnya berpikir bahwa dengan bertambahnya anak, maka bertambah pula beban keluarga. 

Ketiga, peran masyarakat yang tidak berjalan semestinya. Masyarakat seharusnya bisa menjadi pendukung. Akan tetapi, on sistem saat ini membuat masyarakat bersikap acuh dan tidak peduli dengan masalah orang di sekitarnya. Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri. 

Keempat, peran negara. Seharusnya negara menjadi tameng terdepan dan memberi solusi yang baik bagi para ibu. Namun faktanya, negara tidak menggunakan fungsinya untuk melindungi kaum ibu. Mereka lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa memikirkan betapa sulit ekonomi masyarakat saat ini, yaitu segala sesuatu sangat mahal. 

Sungguh sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam adalah agama yang sempurna yang diturunkan oleh Allah untuk seluruh umat manusia. 

Dalam Islam, ibu sangat dimuliakan karena mengandung, menyusui, melahirkan, dan membesarkan anak-anaknya, dengan didikan Islam yang kaffah. 

Firman Allah Swt. 

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS Luqman: 14). 

Sejatinya, kemuliaan seorang ibu dalam Islam adalah salah satu kehormatan yang harus dijaga dan tidak boleh terlepas pada fitrahnya. 

Dalam Islam, negara sangat berperan dalam perlindungan bagi seorang ibu dan wanita dalam Islam. Bukan hanya dari fisiknya saja, tetapi ekonominya, makanannya, dan lain-lain. Selama tidak melanggar hukum syara' (syariat), maka negara Islam berperan penting untuk memberikan apa yang dibutuhkan seorang ibu.
    
Salah satu pandangan Islam di antaranya adalah pemberian nafkah. Selain itu, wanita tidak diwajibkan untuk bekerja. wanita hanya mendapatkan nafkah dari suami atau walinya. 

Kemudian tolong menolong. Hal ini dilakukan oleh masyarakat, seperti bersedekah dan membantu meringankan beban saudara muslim lainnya. 

Inilah gambaran ketika Islam diterapkan di negeri ini. Semua ini hanya bisa terwujud dengan adanya kepemimpinan Islam yang diterapkan secara kaffah. Sebab, hanya Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan untuk umat manusia, baik dalam masyarakat ataupun bernegara. Wallahu ‘alam bishawwab.

Oleh: Dwi Oktaviani Tamara 
(Generasi Peduli Umat) 

Kamis, 08 Februari 2024

Fitrah Ibu yang Tersingkirkan


 Kasih ibu kepada beta
 Tak terhingga sepanjang masa
 Hanya memberi tak harap kembali
 Bagai sang surya menyinari dunia

Tinta Media - Lirik lagu ini begitu sering didengar semenjak masih masa kanak-kanak. Lagu yang menggambarkan betapa bernilainya seorang ibu dengan segala kiprah yang dicurahkan sejak mulai menempati posisi sebagai seorang ibu. Fitrah yang Allah berikan pada seorang perempuan bernama "ibu" sangat indah dan penuh dengan nilai kemuliaan. Luncuran kasih sayang adalah bagian yang tidak bisa lepas dari naluri seorang ibu.

Namun sayang seribu sayang, nilai itu seakan pudar. Tersapu oleh perilaku amoral yang sangat kejam, yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya sendiri.
Seperti dikutip dari Detik.com 12/1/2024, di Musi Rawas  Dusun IV, Desa Leban Jaya, Kecamatan Tuah Negeri pada Kamis (11/1/2024) sekitar pukul 21.40 WIB, seorang ibu yang bernama Suminah (43)  telah menusuk tubuh anak kandungnya SR (7) sampai akhirnya tewas.

Begitu juga yang terjadi Di Desa Membalong, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, seorang ibu bernama Rohwana alias Wana (38), membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air, sesaat setelah dilahirkan. Setelah sang bayi tidak bernyawa, Wana membuangnya ke semak-semak di kebun milik warga setempat. Perempuan yang telah memiliki dua anak ini tega melakukan pembunuhan dengan alasan tidak memiliki biaya untuk membesarkannya. Suaminya hanya seorang buruh. (Kumparan, 24/1/2024).

 Tersingkirnya Fitrah Ibu

Ada api ada sumbernya. Demikianlah yang terjadi pada banyak kasus pembunuhan yang dilakukan ibu terhadap anaknya. Faktor  internal maupun eksternal telah  mendorong seorang ibu tega menghilangkan nyawa anaknya, menyingkirkan fitrahnya sebagai ibu yang penuh kasih sayang. 

Beberapa faktor tersebut antara lain: 
Pertama, faktor internal. Keimanan dan ketakwaan yang lemah menutup mata, hati,  rasa, pikir dan jiwa seorang ibu hingga hilang kesadarannya untuk menjaga anak sebagai anugerah indah serta amanah dari Allah Swt. 

Alih-alih mengasuh, membesarkan dan mendidiknya, seorang ibu malah membunuhnya. Sistem kapitalisme yang berasaskan materi semakin mendukung lemahnya ilmu terkait tugas seorang ibu, di mana seorang ibu lebih mengedepankan materi dari pada memerhatikan pola asuh yang baik untuk anak-anaknya. Pemahaman yang mendasar bahwa ibu adalah seseorang yang penuh limpahan kasih sayang untuk hadirkan surga di rumahnya, malah neraka yang dirasa. Hal ini turut mendukung pola sikap ibu yang tega berbuat kejam sampai menghilangkan nyawa anaknya.

Kedua, faktor eksternal. Ketahanan keluarga menjadi hal yang juga berpengaruh terhadap perilaku seorang ibu. Dalam sistem kapitalisme, kaum ibu  dipaksa harus menanggung beban ekonomi keluarga. Menjadi tulang punggung keluarga yang sangat membebani hidup seorang ibu, memengaruhi kondisi ibu baik secara fisik maupun psikologis, hingga  kelahiran anak bisa dianggap sebagai  tambahan beban. 

Stres tingkat tinggi menghantui kaum ibu, hingga tak lagi bisa berpikir jernih dan tenang menghadapi hidup, dan anak menjadi pelampiasan amarah yang akhirnya hilang kewarasan seorang ibu untuk meneguhkan dirinya sebagai sosok yang penuh kasih sayang. Padahal keluarga seharusnya mendukung kaum ibu untuk menjalankan fungsi utamanya sebagai ibu. Alih-alih terealisasi yang ada sebabkan anaknya meninggal dunia.

Faktor eksternal lainnya adalah, lingkungan masyarakat. Sistem kapitalisme telah menjadikan masyarakat bersikap individualis yang tidak peduli pada nasib orang lain.

Kesibukan masing-masing telah menghilangkan perhatian terhadap adanya kesulitan yang sedang dihadapi orang lain.  Tidak peduli lagi apakah ada yang butuh bantuan atau tidak. Konsep ta'awun (tolong menolong) seakan hilang ditelan arus kehidupan.

Dan faktor eksternal yang juga tidak kalah pentingnya terkait dengan kasus ini adalah peran negara. Negara yang seharusnya menjadi garda terdepan mengurusi urusan perempuan (ibu), seakan ghosting di saat dibutuhkan, lenyap dikala rakyat (kaum ibu) disergap duka lara. 

Negara yang seharusnya memiliki peran utama dalam melindungi kaum ibu serta mampu untuk menanamkan keimanan yang kokoh  pada kaum ibu agar kaum ibu kuat menjalani ujian hidup dan yakin bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan, yakin bahwa Allah Ta'ala pasti turunkan pertolongan, negara lalai dalam merealisasikannya.

Negara  seharusnya menjadi aktor utama dengan sistem yang dijalankannya,  sigap memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, termasuk untuk kaum ibu. Alih-alih menyejahterakan, yang terjadi malah menyempitkan hidup rakyatnya (adanya pajak, regulasi yang merampas ruang hidup, dll). Penguasa lupa diri. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyampaikan: 

"Barang siapa menyulitkan (orang lain) maka Allah akan mempersulitnya pada hari Kiamat" (HR Al-Bukhari no. 7152)."

Negara seharusnya selalu berupaya mengondisikan masyarakat dan keluarga untuk peduli pada keselamatan jiwa dan raga ibu agar ibu bisa menjalankan amanahnya dengan baik.

Demikianlah individu, masyarakat dan negara dalam sistem kapitalisme dapat  menjadi faktor tersingkirnya fitrah ibu pada diri perempuan.

 Sistem Islam Menjaga Fitrah Ibu

Berbeda dengan sistem Islam. Islam sangat menjaga fitrah ibu. Islam memuliakan posisi ibu. Dalam sistem Islam, negara  melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk kesulitan ekonomi.

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu secara merata. Pos pemasukan negara dipastikan  memiliki dana yang cukup untuk menyejahterakan rakyatnya.

Berbagai mekanisme dilakukan agar  negara benar-benar merealisasikan kesejahteraan ibu. Pertama, mekanisme penjagaan keimanan baik secara formal (sekolah sejak usia dini) maupun non formal (berbagai forum untuk edukasi kaum perempuan). Sehingga ketakwaan senantiasa terjaga, menghindarkan dari perbuatan tercela (ibu bunuh anak).

Kedua, mekanisme penafkahan. Perempuan berhak mendapatkan nafkah dari suami atau walinya,  tidak perlu bekerja menanggung beban ekonomi keluarga, sehingga  perempuan fokus pada  fungsi utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dengan penuh ketenangan.

Ketiga, mekanisme ta’awun. Mekanisme ini mendorong masyarakat untuk peduli pada kesulitan hidup orang lain kemudian akan membantu meringankan bebannya.

Keempat, mekanisme negara.  Sistem Islam menuntut penguasa (Khalifah) benar-benar meriayah rakyatnya. Santunan akan disalurkan negara pada fakir atau miskin, sehingga kebutuhan dasarnya terpenuhi. Dengan ini kaum ibu tidak tereksploitasi untuk tugas ganda (sebagai ibu dan pencari nafkah). Stres karena tekanan hidup yang membebani terhindarkan dari hidupnya. Ketenteraman didapat sehingga ibu mampu menjalankan tugasnya dengan baik sesuai fitrahnya.

Demikianlah saat sistem Islam diterapkan,  penjagaan fitrah ibu pasti terealisasi. Sistem kapitalisme yang telah menyingkirkan fitrah ibu harus segera dibuang sejauh-jauhnya dan menggantikannya dengan sistem Islam kafah secara paripurna, karena dengan sistem ini saja sejahtera menjadi niscaya adanya.

Wallaahu a'laam bisshawaab.



Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty 
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Rabu, 07 Februari 2024

Tingginya Beban Hidup Matikan Fitrah Keibuan



Tinta Media - Sering kita dengarkan  sebuah penggalan lagu, "Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia..." Sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa besar kasih sayang ibu kepada anaknya. Dan sebaliknya betapa anak sangat mengagumi sosok ibunya yang penuh kasih sayang.

Tapi sungguh miris, saat ini betapa banyak kita temui ibu tega berbuat kekerasan kepada anaknya hingga berujung sampai hilangnya nyawa sang anak.

Seperti kabar dari Belitung, tepatnya di desa Membalong , seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga membunuh dan membuang bayi yang baru lahir di kamar mandi. Kamis, 18 Januari 2024 ( Bangkapos.com ).

Alasan ibu yang tega menghabisi sendiri nyawa buah hatinya tersebut adalah karena tidak cukup biaya untuk membesarkan karena suaminya hanya seorang  buruh.
Hal serupa sebelumnya terjadi di Gunung Kidul. Seorang ibu membekap anaknya yang masih bayi hingga meninggal juga dengan alasan karena kesulitan ekonomi. Selasa, 7 November 2024 ( Radar Jogja ).

Hal apa yang bisa mematikan fitrah ibu yang seharusnya penuh cinta kasih pada anaknya? Padahal idealnya ibu yang mencintai anaknya akan menjaga anaknya selama 24 jam.
Ternyata semua fitrah keibuan itu akan padam saat seorang ibu dibenturkan dan harus menghadapi buruknya keadaan hasil dari sistem sekuler kapitalis.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi, yakni karena lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi, lemahnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu.

Ibu masa kini adalah ibu yang mempunyai beban berat di pundaknya. Dalam sistem demokrasi ibu harus mengorbankan waktu dengan anaknya untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga yang semua serba mahal. Istri harus turut serta membantu suami mencari nafkah bahkan menggantikan peran suami sebagai tulang punggung keluarga.

Buah dari sebuah sistem yang tidak manusiawi, sistem yang mengesampingkan pemenuhan kebutuhan hidup umatnya. Negara tidak bisa menjadi penjaga dan pelindung bagi umatnya.

*Adakah solusi Islam untuk menyejahterakan ibu dan anak?*

Hal tersebut tentunya tidak akan pernah terjadi jika kita menerapkan sistem Islam yang diridhoi Allah Swt. dalam naungan khilafah.

Hukum asal seorang perempuan adalah : sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga.

Maka dalam sistem Islam tidak akan kita temui ibu yang lelah dan pusing dalam mencari nafkah. Karena sistem Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan Ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara.

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya.
Ibu tidak harus mencari kesejahteraannya sendiri, sehingga bisa fokus menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya sebagai ibu dan istri.

Wanita dalam Islam boleh bekerja karena untuk mengamalkan ilmu bagi kepentingan umat. Dengan catatan tanggung jawab sebagai istri dan ibu tetap terlaksana dengan baik.

Islam juga memerintahkan para ibu untuk mencari sebanyak-banyaknya tsaqofah Islam. Sebagai bekal dalam mendidik anaknya dan menjalani hidup yang diridhoi Allah swt.

Hanya dalam naungan khilafah ibu bisa fokus mencetak generasi cemerlang. Sistem ini telah terbukti bertahan sepanjang 13 abad lamanya. Dan telah menempatkan ibu dalam posisi yang sangat tinggi, karena berhasil mencetak anak-anak peradaban cemerlang yang sejarahnya telah tercatat dengan tinta emas. Sebagaimana Fatimah binti Ubaidilah Azdiyah ibunda Imam Syafi'i.

Kesejahteraan anak, ibu dan keluarga akan terwujud dalam sebuah sistem yang diridhoi Allah SWT yakni sistem Islam dalam naungan khilafah Islamiyah.

Waalahu a'lam bishawaab.

Oleh : Rahma
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 04 Februari 2024

Tingginya Beban Hidup Mematikan Fitrah Keibuan


 
Tinta Media - Ibu memiliki peran yang signifikan dalam keluarga, sebab sifat penyayang dan lembut ada pada perempuan. Karena itu, seorang ibu memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan karakter anaknya.  Seorang ibu akan melakukan apa saja untuk keluarganya. Termasuk dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Namun bagaimana jika ternyata fitrah seorang ibu yang penyayang justru minim akibat tingginya beban hidup. Seorang ibu yang tega membunuh anaknya karena faktor ekonomi. Tingginya beban hidup justru telah mematikan fitrah keibuannya. 

Seperti seorang ibu di kabupaten Belitung, Bangka Belitung, bernama Rowana alias Wana (38 tahun) ditangkap polisi karena terlibat dalam pembunuhan anaknya sendiri. Ia yang berprofesi sebagai buruh itu tega membunuh bayinya sendiri yang baru saja dilahirkannya dengan cara menenggelamkannya di dalam ember yang berisi air kemudian di buang ke semak-semak dalam kebun milik warga. Kejadian itu terjadi pada Kamis, 18 Januari 2024, sekitar 21.00 WIB. Ia melakukannya seorang diri tanpa bantuan siapa pun bahkan pelaku merahasiakan kehamilannya kepada suaminya sendiri. Ia tega membunuh bayinya akibat tidak sanggup membiayainya.  (Sumber bangka.tribunnesw.com) 

“Ibu ini ada dua anaknya, semua sudah besar. Dan anak ketiga ini (korban) dibunuh karena alasannya faktor ekonomi. Dia tidak kehendaki anak itu,” ujar AKP Deki Marizaldi, kepada Kumparan, Rabu (24/1). 

Akibat perbuatannya, Rowana dijerat Pasal 338 KUHP atau pasal 305 KUHP Jo Pasal 306 Ayat 2 KUHP atau Pasal 308 KUHP. (Sumber Kumparan.com) 

Sungguh miris, kasus pembunuhan terhadap anak kian terjadi, tingginya beban hidup mematikan fitrah keibuan seorang perempuan. Tentu banyak faktor yang berpengaruh. Lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi, lemahnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu. Semua berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan negara. Sistem kapitalisme lahir dari akidah sekularisme, akidah yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga manusia menjalani kehidupannya bukan berdasarkan pada aturan Allah namun diatur oleh aturan yang dibuat manusia itu sendiri. Sehingga terwujudlah individu yang minim keimanan, masyarakat apatis dan negara yang abai terhadap perannya terhadap umat, sehingga beban bagi seorang ibu ketika ingin membesarkan anak-anaknya. 

Berbeda halnya dengan sistem Islam, dalam sistem Islam merawat dan menjaga fitrah keibuan. Jika fitrah ini terwujud dengan optimal pada Perempuan, maka generasi akan terdidik dengan benar. Fitrah keibuan merupakan perwujudan dari gharizah nau’ (naluri berkasih sayang) yang ada dalam diri setiap manusia. Jaminan kehidupan berkaitan erat dengan kesejahteraan yang tidak mungkin diwujudkan per individu namun membutuhkan peran negara. Maka Islam mengatur agar negara menjadi support system bagi para ibu dan anak agar mereka mendapatkan jaminan kesejahteraan. 

Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik itu dari jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. Dalam jalur nafkah, syariah menetapkan bahwa menjadi tanggung jawab laki-laki untuk mencari nafkah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah/2: 233 sebagai berikut: 

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf… “(Q.S. Al-Baqarah/2: 233) 

Dan firman Allah dalam Al-Quran Surah An-Nisa ayat 34 sebagai berikut: 

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan Sebagian mereka (laki-laki) atas Sebagian yang lain (Perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka Perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri Ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)…” (QS. An-Nisa/4: 34) 

Nafkah berkaitan erat dengan pekerjaan, dan itu tidaklah cukup hanya pada individu semata namun harus ada juga lapangan pekerjaan, maka Islam mewajibkan negara menjadi penanggung jawab tersedianya lapangan pekerjaan dan memadai. Tidak ada seorang laki-laki pun yang tidak bekerja. Selain itu, Islam juga memerintahkan kehidupan masyarakat dilandasi dengan ikatan akidah dengan begitu tolong menolong (ta’awun) antar masyarakat menjadi dukungan tersendiri bagi seorang ibu untuk mengasuh anak-anak mereka. 

Jika pun seorang ibu mendapatkan qodho suami meninggal atau kehilangan kemampuan mencari nafkah, Islam juga punya mekanisme agar mereka tetap mendapatkan jaminan kesejahteraan. Jalur penafkahan akan beralih ke saudaranya, jika tidak memiliki saudara maka tanggung jawab itu akan beralih kepada negara. Alokasi jaminan tersebut akan diambil dari Baitul maal, tidak hanya itu, Islam juga mewajibkan negara menjamin harga pangan terjangkau oleh masyarakat. Dengan begitu maka para ibu dapat menyiapkan kebutuhan gizi anak dan keluarga dengan baik. Islam juga mengatur kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan lain-lain juga dijamin oleh negara secara mutlak. Rakyat mendapatkannya secara gratis dan berkualitas karena kebutuhan publik tersebut dibiayai oleh Baitul maal. (Sumber MMC) 

Dengan demikian kesejahteraan akan dirasakan oleh setiap orang termasuk para ibu dapat mengasuh anaknya dengan optimal tanpa rasa khawatir terhadap masalah ekonomi, sehingga dapat menjaga fitrah seorang ibu. Allahu A’lam Bisshawab[]

Faktor Beban Hidup, Mematikan Fitrah Keibuan



Tinta Media - Fitrahnya setiap ibu adalah mendambakan buah hati, apabila ibu tak kunjung hamil mereka akan ikhtiar dengan program hamil hingga bayi tabung. Tak dihiraukan lagi berapa banyak biaya yang dikeluarkan agar bisa hamil dan melahirkan anak. Namun banyak pula yang tak menginginkannya meskipun mereka hamil, justru terpaksa digugurkan atau dibunuh secara tragis. Memasuki awal tahun, berharap negeri ini baik-baik saja, sayang seribu sayang, kasus demi kasus kian terjadi. 

Akhir bulan ini digegerkan kasus ibu bunuh anak karena tidak sanggup membiayai kehidupan si bayi. Dikutip dari Bangkapos.com (23/1/24) bahwa insiden tragis di Desa Membalong, Kabupaten Belitung, seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga membunuh dan membuang bayi yang lahir secara normal di kamar mandi. Kejadian itu terjadi pada Kamis, 18 Januari 2024, sekitar pukul 21.00 WIB. Motif dari tindakan mengerikan ini diduga terkait dengan faktor ekonomi, ibu tiga anak tersebut merasa terdesak secara finansial. 

Sistem kapitalisme secara tidak langsung sistem yang diterapkan sekarang mematikan fitrah ibu, yang seharusnya ibu itu menginginkan anak dan memiliki sifat penyayang. Tidak hanya itu, tugas ibu juga mengasuh, membesarkan serta mendidik, karena anak adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Namun fitrah keibuan kian terkikis oleh sistem kapitalisme, banyak dari ibu enggan punya anak karena khawatir dengan penghasilan keluarganya tak mencukupi kebutuhan anak karena mahalnya kebutuhan pokok dan biaya pendidikan. 

Banyak ayah yang kehilangan pekerjaannya, hasil kerja serabutan tak mencukupi kebutuhan keluarga. Sehingga sistem ini memaksa para ibu untuk kerja di luar rumah membantu perekonomian keluarga. Akhirnya anak bukan lagi menjadi takdir tapi pilihan, anak menjadi korban hidup atau mati. Na'udzubillahi mindzalik! 

Akhirnya sistem kapitalisme memberikan efek besar seperti lemahnya ketahanan iman keluarga, tidak berfungsinya peran keluarga, lemahnya kepedulian masyarakat, serta tidak ada jaminan kesejahteraan dari negara. 

Islam mempunyai aturan yang sempurna, termasuk masalah ekonomi. Ekonomi dikelola oleh negara dengan baik sehingga dapat menyejahterakan rakyat, mulai dari bahan pokok (sandang, papan dan pangan), para ayah diberikan pekerjaan dengan gaji yang setimpal sehingga ibu dengan fitrah keibuannya fokus menjadi ummu warabbatul bait dan ummu madrasatul ula. 

Visi misi akhirat dan tolok ukur halal haram diterapkan di setiap keluarga, serta masyarakat saling membantu dan mengingatkan. Negara pun bertanggungjawab atas setiap keluarga yang kurang mampu serta memberikan fasilitas pendidikan yang murah bahkan gratis untuk seluruh rakyat, semua itu hanya dapat terjadi dengan diterapkannya aturan Allah yakni Islam di muka bumi ini secara kaffah, sehingga setiap anak dijamin oleh negara dan lahirlah generasi Sholahuddin berikutnya, in syaa Allah. 

Wallahua'lam bisshawab

Oleh: Maula Riesna
Sahabat Tinta Media 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab