Tinta Media: fanatik
Tampilkan postingan dengan label fanatik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label fanatik. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 November 2023

NASIONALISME BAGIAN DARI ASHOBIYAH



Tinta Media - Kecintaan tertinggi seorang mukmin adalah kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Ikatan terkuat dari seorang muslim adalah ikatan aqidah atau tauhid. Ikatan tauhid inilah yang kelak menjadi ikatan persaudaraan bagi sesama muslim sedunia. Seorang muslim sejati akan menjadikan ketetapan Allah ini sebagai jati dirinya dan menghindari ikatan apapun yang bukan berasal dari Allah. Sebab Islam melarang sikap ashobiyah.

Kebenaran bukan dilihat dari jumlah yang banyak pengikutnya, maupun sebaliknya. Tetapi kebenaran itu adalah yang sesuai dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya.  Sebagaimana Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Orang yang berakal sehat jangan tertipu dengan kebanyakan manusia, karena kebenaran tidak ditentukan karena banyak orang yang berbuat, akan tetapi kebenaran adalah syariat Allah azza wa jalla yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Majmu’ Fatawa wa Maqolat Ibnu Baz: 1/231]

Ibnu Khaldun menyebut peran vital bagi kebangkitan dan kemajuan peradaban adalah apa yang disebutnya ashabiyah. Istilah ini sudah digunakan sejak masa pra-Islam tetapi dengan konotasi negatif, yakni fanatisme kekabilahan yang sempit yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Ashabiyah seperti itu sangat dikecam Nabi Muhammad SAW karena bisa menjadi chauvinistis dan bahkan rasis.

Fanatisme golongan pada zaman Jahiliyah telah mengubah pikiran manusia untuk mengutamakan kepentingan suku, kabilah, dan bangsa di atas kepentingan yang lain melebihi kepentingan agama sekalipun. Paham ini berbahaya bagi Islam karena bisa menyebabkan terkotak-kotaknya persaudaraan kaum Muslimin. Buktinya hari ini, umat Islam terkotak-kotak dalam nation state lebih dari 54 negara kebangsaan, ini bagian dari ikatan ashobiyah.

Semangat kebersamaan sebagai satu umat yang diikat dengan tali iman menjadi pudar ketika Fanatisme Golongan menghinggapi pemikiran kaum Muslimin. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa keluar dari ketaatan serta memisahkan diri dari jama’ah lalu mati, maka kematiannya adalah kematian secara jahiliyah.

Barangsiapa berperang di bawah panji ashabiyah, emosi karena ashabiyah lalu terbunuh, maka mayatnya adalah mayat jahiliyah. Barangsiapa memisahkan diri dari umatku (kaum muslimin) lalu membunuhi mereka, baik yang shalih maupun yang fajir dan tidak menahan tangan mereka terhadap kaum mukminin serta tidak menyempurnakan perjanjian mereka kepada orang lain, maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan golongannya” [Hadits Riwayat Muslim]

Ashabiyah dalam pengertian Ibnu Khaldun mengandung beberapa pengertian, seperti rasa solidaritas, kesetiaan kelompok, bahkan nasionalisme. Ibnu Khaldun membedakan istilah ashabiyah ini ke dalam dua kelompok yaitu ashabiyah yang berkaitan dengan kelompok manusia berbudaya hadhar dan ashabiyah yang berkaitan dengan kelompok manusia primitif. Dalam bukunya Muqoddimah, Ibnu Khaldun berpendapat secara etimologis ashabiyah berasal dari kata ashaba yang berarti mengikat.

Secara fungsional ashabiyah merujuk pada ikatan sosial budaya yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan kelompok sosial. Ashabiyah juga dapat dipahami sebagai solidaritas sosial, dengan menekankan pada kesadaran, kepaduan dan persatuan kelompok. Lewat konsep ini, Ibnu Khaldun menganalisis persoalan politik yang merupakan kunci awal lahir dan terbentuknya sebuah negara. Apabila unsur ashabiyah suatu negara sudah melemah, maka negara tersebut akan berada dalam ancaman keruntuhan.

Ibn Khaldun mengingatkan, bangsa yang tidak mengokohkan identitasnya tidak bisa maju sehingga sebuah negara harus mencari dan memperkuat identitasnya sendiri dan jangan sekadar menyerap kebudayaan impor. Ikatan nasionalisme sesungguhnya adalah ikatan impor dari Barat, tepatnya freemasonry yang tentu saja bertentangan dengan ikatan aqidah dalam Islam. Lima prinsip yahudi yang tertera dalam kitab Talmud adalah monotaisme, humanisme, nasionalisme, sosial of justice dan demokrasi. Artinya nation state atau nasionalisme adalah ajaran yahudi yang merupakan salah satu ajaran untuk mewujudkan the new of order ala freemansonry.

Nasionalisme untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada abad ke- 18 atau sekitar tahun 1776. Lahirnya paham ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara kebangsaan. Awal terbentuknya negara kebangsaan dilatarbelakangi oleh faktor- faktor objektif seperti persamaan keturunan, bahasa, adat-istiadat dan  tradisi. Umat Islam yang malas baca, tidak belajar sejarah dan tidak memiliki konsep dan metode yang jelas dan detail akan sangat mudah terjebak dengan paham nasionalisme ini, hingga bahkan menjadikan ikatan ini melebihi ikatan aqidah. Tiga kelemahan kaum muslimin ini diungkapkan oleh seorang panglima militer Israel sekaligus seorang intelijen militer.

Amerika menyimbolkan nasionalismenya melalui The Four Freedom dan Patung Liberty (dewi kemerdekaan). Dari patung tersebut, Amerika berusaha menjunjung konsep yang mengutamakan hak dasar manusia untuk mendapat kemerdekaannya. Dari nasionalisme tersebut, ternyata akhirnya terbentuk dasar keyakinan tentang persamaan manusia yang pada ujungnya juga menciptakan sebuah sistem demokrasi yang kini dijalankan.

Inilah yang menjadi salah satu sebab berlarutnya penjajahan entitas yahudi kepada Palestina. Nasionalisme menjadi penghambat bagi persatuan umat sedunia untuk melawan agresi militer yahudi. Inilah yang dimaksud oleh Ibnu Khaldun sebagai sebuah ashobiyah yang justru melemahkan umat Islam. Dengan nasionalisme, umat Islam tak bisa memiliki konsep efektif dan strategis untuk menyelamatkan Palestina. Umat Islam tak bisa bersatu mengerahkan tentara untuk melenyapkan yahudi.

Padahal Allah telah menegaskan bahwa orang-orang kafir akan terus memusuhi Islam dan tidak rela atas umat ini selamanya. Allah berfirman:  Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS Al baqarah : 120)

Konflik Israel Palestina adalah sebuah bentuk nyata dari sebuah penjajahan. Pendudukan yang dilakukan oleh Israel atas tanah palestina sejak awal adalah sebuah pelanggaran berat atas hak rakyat Palestina. Berbagai bentuk protes atas pendudukan datang dari berbagai elemen masyarakat di seluruh penjuru dunia. Berbagai bentuk kecaman, bantuan dan doa bukan tidak ada manfaatnya, namun bukan merupakan solusi praktis dan strategis.

Sebab masalah utama konflik israel Palestina itu adalah adanya pendudukan atau penjajahan Israel atas Palestina. Namanya penjajah harus diusir, sebagaimana penjajah negeri ini terdahulu seperti Belanda dan Portugis, ya diusir dari negeri ini. Bagaimana bisa mengusir penjajah israel jika tidak dengan mengerahkan tentara kaum muslimin untuk berjihad memerangi yahudi.

Karena itu bagi seorang muslim, membela Palestina bukanlah persoalan sekedar persoalan kemanusiaan, kolonialisme dan kezaliman, namun lebih dari itu adalah bagian dari ekspresi keimanan. Allah dengan tegas juga melarang umat Islam bercerai berai, sebaliknya harus bersatu padu saling menolong dan menyayangi.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS Ali Imran : 103)

Penjahahan Israel atas Palestina dikatakan sebagai persoalan keimanan dan keislaman,  karena Masjidil Aqsa (Palestina) adalah tanah suci ketiga bagi kaum Muslimin. “Nabi pernah bersabda, tidak ada perjalanan yang sengaja ke masjid kecuali ke Masjidil Haram, masjidku (Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsa. Jadi tanah Palestina juga tanah yang diberkati. Hal ini juga Allah tegaskan dalam FirmanNya Surat Al Isra ayat 1.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 13/11/23 : 13.12 WIB)

Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab