Tinta Media: eksis
Tampilkan postingan dengan label eksis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label eksis. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Februari 2024

Kapitalis Masih Eksis, Individu Makin Sadis



Tinta Media - Sadisi. Baru-baru ini terjadi pembunuhan satu keluarga berjumlah lima orang oleh seorang remaja berinisial J (16). Kejadian pembunuhan ini terjadi di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kalimantan Timur dikarenakan persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Antara pelaku dengan korban saling bertetangga.

Mengutip dari Republika.co.id (08/02), pada Senin (05/02) pelaku tengah berpesta minuman keras bersama teman-temannya. Kemudian sekitar pukul 23.30 WITA, pelaku diantar pulang oleh temannya. Dengan bermodal senjata tajam berupa parang, pelaku melakukan aksi pembunuhan pada satu keluarga.  Sebelumnya, pelaku mematikan aliran listrik rumah korban. 

Korban terdiri dari W (34), istri berinisial SW (33), dan ketiga anaknya berinisial RJS (14 tahun), VDS (10 tahun), dan ZAA (2,5 tahun). Sadisnya lagi, pelaku juga memperkosa jasad korban RJS dan ibunya berinisial SW, mengambil ponsel dan uang korban sebesar Rp363 ribu. Motif pelaku adalah karena dendam lantaran sering cekcok perihal ayam dan persoalan asmara dengan korban RJS.

Individu Sadis

Sungguh, membaca berita ini amat memilukan hati. Betapa tidak, bagaimana bisa seorang remaja berusia 16 tahun berbuat kriminal yang amat keji. Padahal, lumrahnya, usia remaja adalah usia untuk mengukir cita, mendulang prestasi untuk kehidupan yang lebih baik. 

Namun, itulah potret individu sekularisme yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan. Agama hanya dipakai untuk mengatur ranah ibadah saja, sementara dalam kehidupan manusia bebas menentukan aturannya sendiri. Sering kali jika berbicara masalah agama, dibilang "cukup di masjid saja" atau "apa-apa tidak usah dikaitkan dengan agama".

Padahal, faktanya manusia tanpa agama bagaikan seseorang yang berjalan tanpa punya indra penglihatan, bingung menentukan arah, bisa salah langkah dan berujung tersesat. Individu tanpa paham agama, berujung kesesatan, bahkan mudah melakukan kemaksiatan. Ia akan mudah kalut dan emosi hanya karena masalah sepele. Bahkan, bisa sampai menghilangkan nyawa sebagaimana dalam kasus ini. 

Belum lagi pergaulan para remaja yang makin bebas. Nyatanya, pendidikan tak mampu membuat karakteristik generasi menjadi lebih baik. Wajar, karena pendidikan dalam sekularisme orientasinya adalah materi, pencetak generasi buruh bagi para kapitalis. Maklum, kapitalisme adalah sebuah sistem yang menuhankan materi. Kekayaan materi adalah puncak kebahagiaan tertinggi bagi mereka.

Alhasil, generasi yang dihasilkan dari sistem pendidikan kapitalisme sekuler adalah generasi yang nir adab dan berkepribadian rusak. Seperti mengonsumsi minuman keras (miras). Telah jamak diketahui bahwa efek dari miras sangat membahayakan, yakni mampu merusak akal, hingga berujung kematian. Akan tetapi, remaja yang terkungkung pendidikan sekularisme tak memikirkan itu. Yang terpenting adalah bersenang-senang atau sekadar melampiaskan permasalahan hidup yang terjadi. 

Lemahnya sistem hukum hari ini pun turut menyumbang kerusakan. Hukum tak membuat jera, sekadar penjara dan ancaman denda. Sungguh, membiarkan sistem kapitalisme sekuler tetap eksis sama saja menyuburkan manusia-manusia sadis.

Islam Menjaga Nyawa

Sesungguhnya, Islam adalah sebuah agama yang di dalamnya memuat aturan secara keseluruhan. Islam mewajibkan manusia terikat dengan agama. Sebab, dalam agama muncul syari'at sebagai hukum yang mengikat manusia sehingga manusia tidak diberikan kebebasan dalam mengatur kehidupannya. Manusia harus tunduk pada aturan Pencipta. Sebagaimana benda yang diciptakan oleh manusia, harus taat dalam aturan pembuatnya. Jika melanggar, maka kerusakanlah yang akan terjadi. 

Karena itu, individu dibina agar memiliki akidah (keimanan) yang kokoh, mampu menjadi filter dalam mengarungi kehidupan. Seorang muslim akan senantiasa berhati-hati dalam berbuat, karena sadar akan pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Sebagaimana Sabda Nabi saw.

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan.” (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Hati yang dekat dengan Ilahi Rabbi tak mudah rapuh hanya karena hinaan manusia. Begitu pun jiwa yang dekat dengan Allah Swt. tak mudah menyerah jika harapan berbanding terbalik dengan kenyataan. Ia sadar bahwa apa pun keputusan dari-Nya adalah yang terbaik. Jika remaja muslim memahami hakikat ini, maka ia tak mudah menempuh jalur emosi untuk membalaskan segalanya. 

Namun, membentuk generasi mulia berkepribadian Islam juga butuh sistem kehidupan, terkhusus dalam pendidikan. Islam memandang pendidikan adalah sesuatu yang penting. Dalam pendidikan Islam, penanaman akidah bagi siswa menjadi hal penting sejak usia dini. Output pendidikannya berbeda dalam kapitalisme, yakni selain membentuk generasi yang cerdas ilmu pengetahuan dan terapan, juga memiliki syakhsiyyah Islam (berkepribadian Islam).

Jika sampai terjadi perilaku maksiat, Islam memerintahkan untuk memberikan hukuman yang setimpal, termasuk dalam kasus pembunuhan. Hukum membunuh adalah qishash. Allah Swt. berfirman, 

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.” (QS. Al-Baqarah: 178).

Sanksi tegas yang diberikan ini akan mampu menjadi upaya pencegahan pada pelaku setelahnya sehingga tidak ada lagi remaja sadis di luar sana. Hanya saja, untuk mewujudkan generasi yang terbaik dan kehidupan terbaik, dibutuhkan dukungan sistem. Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang hukumnya diatur dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Wallahua'lam bisshawab.

Oleh: Ismawati 
(Aktivis Dakwah dari Banyuasin) 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab