Tinta Media - Sedih nian nasib yang dialami PMI/Pekerja Migran Indonesia. Di negeri sendiri tak di urusi, padahal sebutan mereka adalah pahlawan devisa karena memberikan pemasukan bagi negara. Di negara orang, mereka hidup merana, bahkan pulang tinggal nama.
Menurut Data Rekapitulasi Penanganan PMI Tahun 2023 di Kantor Disnaker Jember, selama tahun 2023, total PMI asal Jember yang dipulangkan mencapai 138 orang dengan beragam penyebab, yaitu sakit, meninggal dunia, atau dideportasi. Sebanyak 40 orang dari 138 PMI itu pulang tanpa nyawa alias meninggal dunia. LamonganNetwork.com (31/12/2023).
Para pekerja migran ini sejatinya sedang dieksploitasi. Ingin hati memperbaiki taraf hidup, tetapi yang didapat justru penderitaan demi penderitaan. Hal ini dilihat peluang oleh para kapitalis untuk menambah cuan, dengan memberangkatkan mereka, meski sering mengabaikan skill, keselamatan, dan kondisi pekerja. Negara juga terlihat abai mengantisipasi agar kasus serupa tidak terulang.
Harus di akui bahwa Jember adalah kota yang kaya. Banyak SDA yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, mulai dari gunung kapur Puger, gunung emas yang membentang dari kecamatan Ambulu-Wuluhan, laut dengan segala kekayaannya, tambang pasir besi, dan lainnya.
Namun, penerapan sistem kapitalisme menjadikan kekayaan alam hanya dinikmati oleh segelintir orang. Bahkan, keberadaan sistem inilah yang menjadi pangkal berbagai masalah yang ada.
Menurut Budi Santoso sebagai perwakilan IHO/lndonesian Healt Observer Jatim, jumlah angka kasus stunting di Jember tertinggi di Jatim. Antara.news 8/10/2023.
Angka perceraian tahun 2023 di Jember tembus 5000 kasus. Ini disampaikan oleh Humas Pengadilan Agama Kabupaten Jember Raharjo, SH, M.Hum. Jembertoday.net (3//10/2023).
Angka kemiskinan juga masih tinggi, yaitu 232,73 ribu jiwa tahun 2022. Antara.news (13/3/2023).
Ada sekitar 40 rb anak yang berada pada kondisi serupa putus sekolah, merujuk pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang di liris BPS RI. Radarjember.id (13/10/2023), dan masalah pelik lain yang belum terurai.
Walhasil, masyarakat pun banyak yang memilih jalan pintas untuk memperbaiki nasib dengan menjadi PMI, meski dengan berbagai risiko yang harus ditanggung. Anehnya, negara memberikan izin rakyat merantau ke negara orang, asal memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
Pertanyaannya, apakah karena PMI memberi manfaat pemasukan untuk negara, lantas keberadaannya dipertahankan? Bukankah negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat?
Islam Sebagai Solusi
Berbeda dengan sistem lslam, tidak akan ada rakyat yang pergi ke negara orang hanya untuk memperbaiki taraf hidup. Hal ini karena pemimpin akan mengurusi kebutuhan dasar masyarakat, mulai pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan dengan murah hingga gratis dengan kualitas terbaik.
Negara akan menggunakan sumber daya alam yang ada sebagai pembiayaan semuanya. Hal ini karena kekayaan alam harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat sebagai pemilik. Dilarang bagi pihak swasta, baik lokal maupun asing menguasai SDA, karena SDA termasuk kepemilikan umum/masyarakat.
Inilah fungsi pemimpin, menjamin kebutuhan rakyat, bukan malah membiarkan mereka bersusah payah mengais rezeki sendiri, sementara kekayaan alam yang ada justru diserahkan kepada swasta, apalagi asing.
Islam sebagai sistem kehidupan akan bisa menyelesaikan berbagai persoalan dengan mekanisme yang efektif dan mudah dilaksanakan karena sistem ini bersumber dari Pencipta alam yang pasti tahu kebaikan buat manusia, terbukti sistem ini berjaya di muka bumi selama 13 abad.
Sebaliknya, penerapan sistem kapitalisme menjadi pangkal masalah yang tak kunjung usai sekaligus menyusahkan. Jelas, masalah PMl tidak akan tuntas selama sistemnya adalah kapitalisme. Masihkah kita berharap pada sistem yang salah ini? Allahu a’lam.