Teknologi Dimanfaatkan untuk Kejahatan, Salah Siapa?
Tinta Media - Semakin ke sini, kehidupan mengalami perkembangan yang cukup pesat. Apalagi ketika berkaitan dengan perkembangan teknologi yang memiliki pengaruh cukup signifikan dalam kehidupan. Pesatnya kemajuan teknologi, khususnya di perkotaan, membuat banyak hal yang bersifat administratif berubah dari cara manual beralih ke teknologi melalui jejaring yang memudahkan akses transaksi berlangsung.
Bagaimana tidak, mulai dari aktivitas pengeluaran perjalanan, pengurusan masalah perut, hingga keperluan kebutuhan sehari-hari seluruhnya sudah dapat menggunakan aplikasi digital, seperti m-banking, e-money, e-wallet, hingga sistem terbaru keluaran Bank Indonesia, QRIS. Semua memudahkan kita dalam bertransaksi multi-platform.
Kemajuan teknologi tersebut menjadikan orang-orang berubah persepsi dalam menjalani kehidupan, sehingga sebagian orang cenderung lebih takut tidak terhubung ke internet dibandingkan ketinggalan dompet.
Selain dampak positif dalam hal kemudahan bertransaksi melalui daring, kemajuan teknologi juga memiliki dampak negatif, yaitu kejahatan siber (cybercrime) seperti pencurian data, penipuan, manipulasi, kebohongan, dan lain-lain yang hari ini sering kali terjadi sehingga menimbulkan kerugian, baik secara ekonomi maupun fisik.
Keberadaan teknologi memang dibutuhkan manusia untuk kehidupan yang lebih baik. Namun, penguasaan teknologi tanpa pijakan yang sahih akan menghantarkan pada kejahatan dan kecurangan sehingga membawa bencana bagi rakyat. Hal ini menjadi satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme karena keberadaannya memberikan peluang bagi orang-orang melakukan tindakan kejahatan berdasarkan asas manfaat dan keuntungan belaka.
Susatyo, dalam keterangan pers yang disampaikan di Jakarta, Sabtu (20/1/2024) mengatakan bahwa kejahatan dulu dilakukan secara psikologis, sedangkan sekarang modelnya dengan teknologi. Teknologi memengaruhi tugas-tugas kepolisian.
Ini menunjukkan bahwa kejahatan dengan menggunakan teknologi dan jejaring mampu membuat pihak keamanan kewalahan dalam menangani. Di balik kemudahan yang ditawarkan dunia saat ini melalui teknologi nyatanya juga menimbulkan masalah.
Pemanfaatan teknologi untuk kejahatan dapat terjadi karena abainya negara dalam membina keimanan dan kepribadian rakyat. Di sisi lain, ini menunjukkan ketidakseriusan negara dalam menghadapi kejahatan tersebut.
Sungguh miris, negara justru kalah dengan penjahat. Selain itu, hal tersebut menunjukkan lemahnya sistem sanksi yang diberlakukan negara. Ini adalah kegagalan negara dalam menyejahterakan rakyat.
Islam menetapkan negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat, termasuk dalam membentuk kepribadian Islam yang kuat. Negara menjaga agar penggunaan teknologi tidak salah arah dan membahayakan rakyat. Negara juga membangun sistem perlindungan yang kuat, baik untuk keamanan data maupun keselamatan rakyat.
Islam merupakan agama yang banyak berbicara tentang keamanan. Salah satunya dinyatakan dalam QS An-Nur ayat 27 yang di dalamnya berkaitan dengan larangan memasuki rumah yang bukan rumahnya tanpa izin dari pihak pemilik rumah, serta tidak boleh ada pemaksaan pemilik rumah untuk menerima tamu tersebut.
Selanjutnya, disinggung dalam suatu riwayat hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah yang menyatakan bahwa tidak berdosa bagi pemilik rumah melempar kerikil hingga tercungkil mata orang yang mengintip ke dalam rumahnya. Ini dari hadis riwayat Al Bukhari dan Muslim.
Dalam hal ini, dapat kita ketahui bersama bahwa agama Islam secara jelas dan nyata mengatur perlindungan, baik yang berkaitan dengan data pribadi ataupun yang berpengaruh pada fisik.
Data pribadi bersifat sensitif sehingga harus ada perlindungan karena jika ada kebocoran data, sesuatu yang tidak diinginkan bisa saja terjadi. Hal tersebut juga bisa disalahgunakan sehingga merusak harkat dan martabat seseorang. Dalam konsepnya, melindungi informasi yang bersifat pribadi merupakan kebutuhan primer karena tergolong dalam maqashid syari’at, yaitu perlindungan kehormatan diri (hifdzul ‘irdh). Wallahua'lam.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd
(Aktivis Muslimah)