Game Online, Dilarang atau Didukung?
Tinta Media - Orang tua dan guru bernapas lega dan penuh harap akan janji pemerintah menerbitkan perpres game online. Kegelisahan para orang tua dan guru terjadi karena anak-anak semakin kecanduan game online yang berakibat buruk kepada anak-anak. Konsentrasi yang buruk, kesehatan fisik terancam cepat menurun, dan kontrol emosi yang rendah menjadi efek buruk game online. Sementara itu, tak ada keuntungan yang bisa mereka dapatkan.
Tapi sayangnya, menjadi paradoks ketika pemerintah juga mendukung game online. Mata pelajaran e-sport ada di kurikulum pendidikan anak-anak kita. Sejak tahun 2020, presiden secara langsung mendukung kompetisi-kompetisi game online.
Terlebih, pemerintah mengeluarkan Perpres nomor 19 tahun 2024 tentang percepatan pengembangan industri game nasional. Perpres ini mulai berlaku sejak tanggal 12 Februari lalu. Ada 2 kementerian yang menangani amanah perpres ini dari riset hingga perlindungan untuk hasil kreativitas. Sementara, masyarakat kembali hanya gigit jari.
Bagi pemerintah, kapitalisasi game online sangat menggiurkan dari sisi keuntungan materi. Melihat apa yang terjadi di Korea dan China yang mampu mendapatkan devisa yang besar dari game online. Maka, Indonesia pasti bisa mendapatkan lebih.
Merujuk pada data Statista 2023, pasar game online Indonesia meraup keuntungan 343 ribu US dolar. Menggiurkan, bukan? Pemerintah pun tidak ragu mengeluarkan modal dengan memberikan porsi dari APBN 2024 untuk proyek ini.
Nampaknya, uang menjadi pilihan bagi pemerintah daripada kualitas generasi untuk kehidupan negeri ini di masa depan. Inilah ciri khas negara kapitalis yang memandang segala hal hanya dari keuntungan materi. Layak bila kita harus meninggalkan sistem ini.
Ini berbeda dengan sistem Islam yang memiliki visi dan misi terjaganya kemuliaan manusia, terutama generasi. Kurikulum pendidikan yang menjadi bekal awal generasi menjadi manusia yang unggul disusun sempurna dalam Islam. Teknologi yang dihasilkan dalam sistem Islam bukan semata untuk keuntungan materi, tetapi untuk memuliakan manusia.
Teknologi ada di bawah kendali manusia untuk memudahkan masyarakat hidup dalam ketakwaan. Generasi tidak lalai karena perkembangan teknologi, apalagi efek merusak lainnya. Sebagai generasi penakluk, generasi muslim akan berlomba-lomba menciptakan teknologi untuk jihad dan dakwah.
Negara mendukung penuh inovasi teknologi dengan pendanaan APBN dari pemasukan yang diizinkan oleh syariat. Begitulah Khilafah sebagai institusi yang memikul amanah untuk menegakkan hukum Allah dan berjalan meraih rida Allah. Manusia hidup mulia di bawah naungannya.
Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Sahabat Tinta Media