Tinta Media: cegah
Tampilkan postingan dengan label cegah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cegah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 November 2023

Operasi Pasar, Solusi Buntu Cegah Inflasi dalam Ekonomi Kapitalis



Tinta Media - Dengan alasan untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok utama beras dan menekan laju inflasi, pemerintah di berbagai daerah melakukan Operasi Pasar Murah. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga  komoditas bahan pokok yang semakin meroket,  terutama beras yang  menjadi komoditas penting di negeri ini, yang sekarang mencetak harga eceran tertinggi hingga 15 ribu / kg untuk beras premium dan 13,5 ribu/ kg untuk beras medium. 

Melalui operasi pasar yang telah disubsidi oleh pemerintah, maka masyarakat bisa membeli paket sembako yang harga normalnya 120 ribu, dapat ditebus dengan 59 ribuan saja. Bahkan beras berkualitas bisa ditebus dengan harga lebih rendah dari harga pasaran, yaitu pada kisaran Rp 10.200/kg melalui operasi pasar tersebut. 

Namun yang menjadi permasalahan, untuk siapakah operasi pasar tersebut diadakan? Bukankah seluruh rakyat merasakan efek kenaikan harga beras tersebut? Jika subsidi hanya  untuk rakyat miskin, lantas mengapa kuotanya sangat terbatas? Dan kriteria miskin itu, seperti apa, sehingga berhak mendapatkan subsidi?

Miris, hal tersebut terjadi di negeri yang sangat besar dan kaya sumber daya alamnya ini, serta dikenal dengan sebutan negara agraris. Padahal dahulu Indonesia bisa mewujudkan swasembada pangan hingga bisa mengekspor beras ke negeri-negeri tetangga. Namun kini Indonesia malah harus impor beras dari Cina mencapai hingga 1 juta ton untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Anehnya lagi, kebijakan impor ini dilakukan di tengah fakta di lapangan bahwa terjadi panen raya di berbagai daerah di Indonesia sehingga stok beras dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan lebih. Walaupun demikian, lalu mengapa harus impor dan mengapa harga beras masih tinggi? Bahkan Presiden Jokowi pun turun langsung memastikan ketersediaan beras cadangan pemerintah (CBP) yang ada di gudang Perum Bulog dan menyatakan bahwa stok beras di dalam negeri diprediksi aman sampai akhir tahun 2023. [CNBC, Jakarta, Senin (11/9/2023)]

Kenaikan harga beras saat ini ternyata disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalistik neo liberal di negeri ini. Hal tersebut tampak dari dilahirkannya kebijakan yang selalu berpihak kepada korporasi. Peran pemerintah yang minim sebatas regulator saja, sehingga sangat minim dalam mengatur urusan rakyat, bahkan cenderung menyengsarakan. Selain itu,  tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk menstabilkan harga beras dan ini berefek kepada sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan beras.  Padahal sejatinya beras merupakan makanan pokok utama masyarakat Indonesia.

Negara tidak bertindak sebagai pelayan rakyat, tetapi sebagai pelaku bisnis serta menyerahkan harga setiap komoditas pada mekanisme pasar bebas yang dituntut sistem saat ini dengan mengabaikan kemampuan rakyat untuk memenuhi hak tersebut. Negara hanya fokus pada produksi atau penyediaan komoditas masyarakat, tetapi mengabaikan distribusi. Stok beras berlimpah namun tidak ada pemastian beras tersebut sampai ke tengah masyarakat dengan mudah sehingga mampu dibeli oleh setiap individu masyarakat. Terlebih banyak masyarakat tidak mampu membeli karena rendahnya daya beli.

Tak ayal terjadi banyak kasus kematian yang disebabkan oleh kelaparan. Masyarakat yang memiliki daya beli tinggi melakukan “panic buying”. Selain itu, para oknum nakal melakukan penimbunan untuk meraup keuntungan di tengah terus naiknya harga beras, hingga stok beras habis, sehingga dipandang bahwa pemerintah telah melakukan distribusi.

Penerapan sistem ekonomi kapitalis yang dianut negeri ini terbukti telah gagal dalam menyejahterakan rakyat, karena kebijakan yang tidak pro rakyat dan lebih mengutamakan para kapitalis (pemilik modal).

Tentu hal ini berbanding terbalik dengan sistem Islam yang memosisikan negara sebagai pengatur urusan umat bukan sebagai regulator yang memandang rakyat sebagai objek bisnis seperti saat ini. Dalam Islam pemerintah wajib menjamin seluruh kebutuhan umat. Melalui penerapan Islam secara kaffah, termasuk di dalamnya sistem ekonomi Islam, perekonomian akan  stabil dan anti resesi serta terhindar dari inflasi. Hal tersebut karena ditopang oleh sistem moneter yang berbasis dinar dan dirham yang bernilai stabil, dan negara berdaulat dalam menentukan berbagai kebijakannya. 

Selain itu, Islam memandang bahwa distribusi komoditas kebutuhan rakyat harus diatur dengan baik, sehingga mudah sampai kepada masyarakat, apalagi bahan makanan pokok, termasuk beras. Jika ada individu-individu yang membutuhkan beras dan tidak mampu mengaksesnya dikarenakan miskin, cacat atau tidak ada kerabat yang menanggung nafkah mereka atau lainnya, maka negara harus hadir dan menjamin seluruh kebutuhan mereka,  termasuk sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Negara wajib memastikan mekanisme pasar sesuai dengan syariat dengan menerapkan hukum ekonomi Islam terkait produksi, distribusi, perdagangan dan transaksi sehingga tidak akan terjadi kelangkaan dan mahalnya harga barang seperti saat ini. Operasi pasar dengan menentukan harga tertentu bagi komoditas, tidak akan dilakukan oleh negara. Selain akan mengganggu pasar, juga karena syariat Islam melarang hal tersebut, seperti sabda Rasulullah SAW ketika diminta untuk menentukan harga, Beliau bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT Dzat Yang Maha Menetapkan harga, Yang Maha Memegang, Yang Maha Melepas, dan Yang Memberikan rezeki. Aku sangat berharap bisa bertemu Allah SWT tanpa seorang pun dari kalian yang menuntutku dengan tuduhan kezaliman dalam darah dan harta. (HR. Abu Dawud, dan dinyatakan shahih oleh At-Thirmidzi dan Ibnu Hibban).

Karena itulah hanya dengan penerapan Islam dalam bingkai Khilafah rakyat akan sejahtera dan semua kebutuhannya tepenuhi secara sempurna. Wallahu’alam bishawwab

Oleh : Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab