Tinta Media: caleg
Tampilkan postingan dengan label caleg. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label caleg. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 Maret 2024

Fenomena Caleg Gagal, Bukti Lemahnya Mental


Tinta Media - Setelah euforia pemilu Februari lalu, ternyata bukan hanya terjadi pada caleg namun banyak tim sukses yang mengalami tekanan mental, hingga depresi. Hal ini terjadi akibat hasil pemilu tidak sesuai dengan harapan mereka. Karena calegnya gagal mendapatkan kursi, beberapa tim sukses menarik kembali amplop serangan fajar mereka. Ada juga yang marah pada tim sukses lawan, sebab calegnya lah yang menang, ironisnya bahkan ada tim sukses yang sampai bunuh diri. Mengerikan sekali efek pemilu tahun ini, bagaimana bisa terjadi? 

Dalam laman TvOneNews.com 19/02/2024. Banyak para caleg dan tim sukses yang tertekan sebab hasil pemilu tidak sesuai dengan keinginan mereka. Mereka merasa telah berusaha semaksimal mungkin memperjuangkan calegnya, mulai dari sosialisasi, hingga memberikan bantuan dalam bentuk uang dan sembako pada masyarakat, namun tetap saja mereka kalah saat perhitungan suara. Salah satu tim sukses bahkan mengambil kembali uang yang sudah diberikan kepada warga, sebagai rasa kecewa sebab gagalnya caleg yang dia usahakan. 

Namun hanya beberapa warga yang mengembalikan uang serangan fajar tersebut, mereka beralasan uangnya sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan juga para warga tidak pernah meminta, mereka hanya menerima. Caleg dan tim sukses yang kalah merasa dirugikan. Ada juga tim sukses yang mendatangi padepokan dalam rangka menenangkan diri dan mendekat pada sang pencipta. Beberapa kejadian ini memperlihatkan begitu lemahnya iman caleg dan tim suksesnya. Mereka hanya bersiap untuk menang tapi tidak siap mengalami kekalahan. 

Tentu saja kekalahan ini membuat mereka sangat dirugikan, sebab telah menggelontorkan dana yang sangat banyak untuk kepentingan sosialisasi hingga pemilu. Ini juga membuktikan betapa mereka sangat menginginkan kekuatan, dengan harapan akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menjabat. Oleh karena itulah mereka rela mengeluarkan dana besar di awal untuk membeli suara rakyat. 

Jabatan Dan Keuntungan Dalam Kapitalisme 

Tahun ini semakin banyak orang yang berebut ingin mendapatkan kursi legislatif, mereka merasa kursi ini merupakan gerbang menuju keuntungan besar.

Pemahaman inilah yang membuat mereka rela menjual berbagai aset berharga yang dimilikinya seperti rumah, tanah, mobil, perhiasan, untuk menjadi modal awal perjuangan sosialisasinya, bahkan ada yang rela berhutang besar pada bank demi tujuannya meraih kemenangan. 

Biaya yang dikeluarkan tentu sangat besar, untuk sosialisasi pada masyarakat, percetakan baliho, bantuan sembako, gaji tim sukses, dan yang paling penting untuk amplop serangan fajar. Wajar saja jika mereka depresi dan mengalami tekanan berat saat mengalami kegagalan, sebab sudah keluar modal yang sangat besar. Sementara rakyat yang menerima sogokan berkedok bantuan itu sadar bahwa mereka akan mendapatkan banyak keuntungan ketika sudah menang, inilah sebabnya rakyat merasa perlu menerima pemberian mereka, apalagi ini sudah menjadi rahasia umum setiap kali pemilu. 

Islam memandang Jabatan Pemerintahan 

Dalam Islam setiap hal yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti, apalagi jabatan, seorang pemimpin akan bertanggung jawab atas nasib yang dipimpinnya. Itu sebabnya pemimpin haruslah amanah kepada rakyat, dan ini merupakan beban yang sangat berat, sebab akan ditanyai di hadapan Allah Swt nantinya. 

Contohnya pada kisah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang rela memikul sendiri karung gandum ke rumah rakyatnya yang kelaparan dan tidak memiliki makanan apa pun untuk dimakan, hal ini diketahuinya saat ia berkeliling bersama ajudannya sambil menyamar. Dalam waktu lain, Umar menangis ketika mengetahui ada keledai yang terperosok ke jurang dan mati akibat jalanan rusak yang tidak rata. Ini semua karena takutnya Umar akan ditanyai Allah Swt kelak tentang tanggung jawabnya sebagai pemimpin umat. 

Dalam Islam negara dipimpin oleh Khalifah, syarat mutlak menjadi pemimpin dalam Islam haruslah orang yang bertakwa, sebab orang yang bertakwa tidak akan menzalimi dan berbuat keburukan kepada rakyatnya. Penguasa dalam Islam bukanlah orang-orang yang sibuk mencari keuntungan, bukan pula yang mengumpulkan harta sebanyak- banyaknya. Sebab contoh pemimpin yang luar biasa amanah sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw, yang tidurnya hanya beralaskan kain tipis, dan hidup sederhana. 

Di dalam Islam tidak ada Kampanye atau janji-janji palsu politik yang diumbar sebelum pemilu, pemilihan pemimpin dalam Islam juga sederhana, jujur dan tidak mengeluarkan biaya yang besar. Pemilihan berlangsung adil dan sesuai dengan syariat Islam. Orang-orang yang dicalonkan juga sangat luar biasa ketakwaannya, bukan orang yang cinta dunia, atau hanya memandang materi semata. Sebab mereka sadar tanggung jawab berat yang harus diemban untuk rakyatnya, dan Allah maha mengetahui segalanya.
Wallahu A'lam Bisshowab.


Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru) 

Kamis, 07 Maret 2024

Caleg Gagal Depresi, Bukti Rusaknya Politik Demokrasi



Tinta Media - Pesta Demokrasi telah usai. Meninggalkan berbagai fenomena miris lagi menyedihkan di kalangan para caleg (calon anggota legislatif) dan juga timsesnya. Dikutip dari tvOnenews.com (18/02/2024) terdapat dua timses gagal yang mengalami tekanan berat sehingga mengambil kembali amplop yang sebelumnya telah dibagikan kepada warga pada Sabtu sore. 

Tak hanya itu, warga desa Jambewangi, Kecamatan Sempu Banyuwangi, Jawa Timur dihebohkan oleh salah satu caleg yang menarik kembali material paving lantaran tidak mendapat dukungan suara seperti yang dikehendaki. (Kompas.com, 19/02/2024)

Hal serupa juga terjadi di Subang, Jawa Barat. Seorang caleg membongkar kembali jalan yang telah ia bangun karena mengalami kekalahan saat pemilu kemarin. Tak hanya membongkar jalan, ia juga melakukan aksi teror petasan siang dan malam di kawasan yang perolehan suaranya anjlok hingga menyebabkan satu orang lansia meninggal dunia terkena serangan jantung. (Newsokezone.com, 25/02/2024). 

Lebih parahnya lagi, terdapat seorang caleg yang gantung diri di kebun karet miliknya lantaran caleg yang diusungnya kalah. (mediaindonesia.com, 19/02/2024)
Berbagai fenomena tersebut menggambarkan lemahnya kondisi mental para caleg ataupun tim suksesnya yang hanya siap menang dan tidak siap kalah. Inilah bukti rusaknya penerapan sistem politik Demokrasi Kapitalisme. Sistem yang menegasikan aturan Allah Ta’ala sehingga politik tampak begitu kotor dan keji.

Pemilu politik Demokrasi Kapitalisme meniscayakan pemilu berbiaya tinggi, “Lu punya duit, lu punya kuasa”, itu katanya. Rela menghalalkan berbagai macam cara demi mendapat jabatan dunia yang sementara. Mereka ‘membeli suara’ rakyat dengan modal tinggi dengan pamrih mendapat suara rakyat. Mereka juga menjadikan jabatan sebagai sesuatu yang sangat diharapkan, berebut kursi pemerintahan demi keuntungan yang nanti akan didapatkan.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan sistem politik dalam Islam. Semua kejadian itu juga tidak akan pernah terjadi jika sistem yang diterapkan sahih, yaitu sistem Islam yang diatur langsung oleh Allah SWT Sang Pencipta manusia Al-Khaliq Al-Mudabbir. 

Dalam Islam, kekuasaan adalah sesuatu yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah kelak di yaumul hisab nanti. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik” (HR Muslim).

Kekuasaan di dalam Islam digunakan untuk menegakkan syariat Allah dan Rasul-Nya di muka bumi ini, bukan untuk mendapat pengakuan dari masyarakat apalagi untuk memperkaya diri dan golongan.

Imam Al-Ghazali pernah menulis dalam kitabnya Al-Iqtishad fi al-I’tiqd bab 1 halaman 78 “Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar, agamanya adalah fondasi sedangkan kekuasaan adalah penjaganya, apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancur, apa saja yang tidak memiliki penjaga akan lenyap.”

Pemilu dalam Islam hanya sebatas uslub (cara) untuk mencari pemimpin atau majelis ummah. Mekanismenya sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi, tanpa tipuan atau janji-janji dan penuh dengan kejujuran. Individu yang terpilih adalah individu yang bermental kuat serta berkepribadian islami termasuk amanah pada jabatannya, sehingga ia akan berhati-hati dalam mengemban amanahnya, semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah SWT.

Metode untuk mengangkat Khalifah adalah baiat, tanpa baiat maka kekuasaan Khalifah tidak sah.  Para calon tidak diwajibkan untuk memenuhi syarat afdholiyah sebagai Khalifah. Para calon hanya diwajibkan untuk memenuhi syarat in’iqad untuk menjadi kepala negara yaitu laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan. 

Seperti inilah hasil dari sistem sahih jika diterapkan. Sudah saatnya umat sadar dan bangkit dari keterpurukan saat ini. It’s time to be one ummah!
Waallahua’lam bisshawab. []

Oleh: Shiera Kalisha Tasnim
(Aktivis Muslimah)

Minggu, 03 Maret 2024

Caleg Gagal, Bersiap Stres?


Tinta Media - Fenomena caleg gagal sungguh membuat miris. Ada yang protes dengan perhitungan suara, ada yang menarik bantuan yang dulu diberikan pada masyarakat, ada yang berakhir di RSJ, bahkan ada yang sampai gantung diri. Ini bukanlah hal yang aneh di negara demokrasi ini. 

Seperti diberitakan oleh news.okezone.com ( 25/2/20254), Caleg DPRD Kabupaten Subang membongkar jalan yang sebelumnya dibangun, termasuk menyalakan petasan di menara masjid di Tegalkoneng, Subang. Hal ini dilakukan karena perolehan suaranya anjlok di beberapa titik TPS. 

Sementara, mediaindonesia.com (19/2/2024) mengabarkan bahwa seorang tim sukses calon anggota legislatif warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di pohon rambutan. Ia mengalami depresi karena caleg yang diusungnya kalah. 

Fenomena ini bisa ditebak. sebelumnya, pihak RSUD Otista, Soreang, Kabupaten Bandung sudah menyiapkan 10 ruangan khusus bagi caleg yang kejiwaannya terganggu akibat gagal pada pemilu 2024 (antaranews.com, 27/11/2024). 

Hal tersebut mengindikasikan bahwa:

Pertama, motivasi menjadi caleg bukan bekerja demi rakyat, tetapi sebagai jalan mendapatkan kekayaan, maka akan ditempuh jalan apa pun untuk bisa mendapatkan kekuasaan dan kekayaan tersebut. 

Kedua, menjadi caleg perlu biaya kampanye. Tidak sedikit dana dikeluarkan, baik secara pribadi atau kelompok. Terlebih, rakyat yang 'makin pintar', meminta bukti dulu sebelum menjabat. 
Misalkan, diberikan bansos atau diperbaiki jalan. 

Namun, saat gagal, para caleg merasa pengorbanan yang dikeluarkan sia-sia, bahkan tidak sedikit yang bermodalkan utang, sementara mereka menanggung kekalahan. 

Ketiga, para caleg menyiapkan mental menang, tetapi tidak menyiapkan mental kalah. Akhirnya, berujung pada depresi dan bunuh diri. 

Demokrasi memang menjadikan kekuasaan sebagai alat penentu kebijakan, sehingga kekuasaan menjadi incaran berbagai kalangan, termasuk para oligarki. 

Kekuasaan disebut sebagai alat untuk mengamankan aset, termasuk mengembangkannya. Semua jauh dari nilai-nilai ruhiyah yang dicontohkan dalam sistem Islam yang dibangun Rasulullah saw. 

Pertama, dalam Islam, pemilu adalah uslub (cara) dalam memilih pemimpin yang amanah  Pemimpin tersebut dipilih untuk melaksanakan perintah Allah Swt., bukan membuat hukum sendiri. 

Kedua, dalam Islam, kekuasaan adalah amanah. Setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban. 

Para sahabat cenderung takut saat diberikan jabatan. Ini karena jabatan adalah penghinaan di dunia juga di akhirat. 

Rasulullah saw., bersabda dalam riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Umar r.a: 
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ 
       
"Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban."

Rasulullah saw. bersabda: 

"Sesungguhnya kekuasaan itu pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu." (H.R Muslim). 

Ketiga, dalam Islam, sistem dan pejabat yang sahih akan melahirkan riayah (pengurusan terhadap rakyat) yang benar. Amanah jabatan dilaksanakan bukan untuk memenuhi tanggung jawab di hadapan manusia saja, tetapi tanggung jawab di hadapan Allah Swt. 

Rasulullah saw. bersabda: 

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari)

Maka, hanya dalam sistem Islamlah, bentukan masyarakat akan dibangun berdasarkan ketakwaan. Baik rakyat atau pejabat, mereka akan saling menolong dalam ketaatan, tanpa diminta, tanpa diberi dana. Semua tertuju pada Rida Allah Swt. 

Oleh karena itu, masihkah kita berharap pada sistem demokrasi sebagai jalan perubahan dan kesejahteraan? Ini bagai mimpi di siang bolong! Wallahu a'lam.


Oleh: Rismayanti, M.M 
(Muslimah Peduli Umat) 

Jumat, 22 Desember 2023

Ruang Isolasi untuk Caleg Gagal Terpilih, Sudah Tepatkah?



Tinta Media - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Oto Iskandar Dinata (Otista) Soreang, Kabupaten Bandung. Jawa Barat telah menyiapkan 10 ruangan khusus bagi calon anggota legislatif (caleg) yang kejiwaannya terganggu akibat gagal pada pemilu 2024.

"Kalau setiap ada kegiatan pemilu, kita selalu menyiapkan ruangan dan tempat pemeriksaan untuk caleg-caleg yang kalah," kata Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RSUD Otista Kabupaten Bandung dr. Marsudi, Sp.Kj (K), Senin (27/11/2023)

Menurutnya, ruangan khusus isolasi ini untuk memberikan pelayanan kepada caleg pengidap depresi atau gangguan jiwa usai mengetahui bahwa dirinya tidak terpilih menjadi anggota legislatif pada pemilu 2024. (Jawa pos.com)

Sudah menjadi rahasia umum jika seseorang yang mencalonkan diri menjadi caleg kemungkinan besar harus siap dalam kegagalan karena saingan antar para caleg cukup banyak. Jadi, dibutuhkan mental yang kuat i menerima kekalahan. 

Selain memerlukan mental yang kuat, sistem demokrasi sekuler juga membutuhkan modal besar karena untuk biaya kampanye saja memerlukan biaya yang tidak sedikit, seperti untuk membuat spanduk, kaos, kalender, atau alat-alat kampanye yang lain.

Ini sangat berbeda di dalam Islam ketika memilih pemimpin. Di dalam Islam, pemimpin ditetapkan dengan cara membaiat khalifah (pemimpin) secara langsung. tanpa melalui  pesta demokrasi yang menggelontorkan biaya sangat banyak dan tidak memperturutkan hawa nafsu. 

Seperti firman Allaah SWT dalam Al-Qur'an, 

"Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti Hawa nafsunya tanpa mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun?" TQS Al-Qashash (28): 50)

Di dalam Islam, masyarakat pun akan terbentuk menjadi masyarakat yang bertakwa dan memiliki iman yang tinggi. Masyarakat mengetahui bahwa amanah menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, sehingga orang-orang tidak akan berbondong-bondong seperti sekarang untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin. 

Masyarakat di dalam sistem Islam ketakwaannya sudah terbentuk karena memang dikondisikan atas dasar akidah Islam. Karena itu, ketika mencalonkan anggota legislatif kemudian tidak terpilih, maka kejiwaannya tidak akan terganggu seperti yang saat ini marak terjadi.

Artinya, sudah saatnya kita kembali pada aturan Islam yang akan memberikan ketenangan hati, ketenteraman jiwa, serta kemaslahatan dunia dan akhirat. 
Saatnya kita mengambil peran dalam perjuangan penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai daulah Khilafah. 
WalLahua'lam.

Oleh: Ida 
Muslimah Bandung

Kamis, 14 Desember 2023

Ruang Isolasi untuk Caleg Depresi



Tinta Media - Perhelatan pemilu tahun 2024 semakin ketat. Para kandidat semakin gencar melakukan berbagai kegiatan guna meraih suara masyarakat. Masyarakat merasa dilema, siapa caleg yang akan mereka pilih di antara sekian banyak kandidat. Para kandidat pun harus siap dengan segala konsekuensi yang akan dihadapi, termasuk jika pada akhirnya mereka tidak terpilih untuk menjadi pejabat pemerintahan. 

Namun pada faktanya, jika kita melihat rekam jejak pada tahun-tahun sebelumnya, banyak dari para caleg yang tidak mampu menghadapi kenyataan yang ada. Dengan tidak terpilihnya mereka sebagai pejabat pemerintahan, akhirnya jiwa mereka mengalami tekanan mental yang berujung pada depresi. Maka dari itu, sebagai langkah untuk mengantisipasi caleg gangguan jiwa, pemerintah Kabupaten Bandung Jawa Barat berinisiatif untuk menyiapkan kurang lebihnya 10 ruangan khusus bagi caleg yang kejiwaannya terganggu akibat gagal pada pemilu 2024 mendatang.

Adapun rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Oto Iskandar Dinata (Otista), Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Untuk menjaga privasi para caleg yang depresi, pihak rumah sakit akan merahasiakan identitas caleg gagal saat menjalani perawatan di RSUD Otista Kabupaten Bandung tersebut dan memberikan sosialisasi sebelum para caleg mendaftar guna mempersiapkan kejiwaan apabila gagal dalam pemilihan legislatif tersebut.

Pemilu sejatinya hak masyarakat, mau memilih ataupun tidak memilih. Itu dikembalikan kepada individu yang ada di masyarakat. Akan tetapi, yang saat ini terjadi ketika pemilu adalah masyarakat dihadapkan pada calon aktor politik dengan berbagai pencitraan yang dihadirkan, seperti blusukan ke sana kemari, mengucurjan dana atas nama bantuan sosial ke berbagai pelosok desa ataupun ke instansi-instansi yang ada di masyarakat, atau bentuk serangan pajar ke setiap individu yang kesemuanya itu dipoles oleh partai politik. 

Oleh sebab itu, pastinya butuh biaya yang sangat mahal  untuk mencalonkan diri sebagai kandidat di pemerintahan. Tidak tertutup kemungkinan adanya kongkalikong antara kandidat dengan pemilik modal. Di sinilah awal permasalahan itu dimulai, yaitu selalu ada politik transaksional antara si calon dengan parpol. 

Tidak ada makan siang gratis. Ada dukungan, di situ harus ada cuan. Jika kandidat memenangkan pemilu, maka ada harga yang harus dibayar. Jika kandidat kalah dalam pemilu, harga itu tetap harus dibayar. Modal pun tetap harus kembali.

Akan tetapi, untuk membayar harga dan mengembalikan modal merupakan sesuatu yang dirasa sulit, sehingga pada akhirnya kekalahan itu mengakibatkan depresi. Alhasil, sudah biasa kita lihat fenomena bagaimana para pemenang kekuasaan lupa terhadap rakyat yang suaranya telah berhasil memenangkannya. Begitu pula para calon yang kalah, mereka memendam dendam dan tak pernah peduli keadaan, bahkan jiwa mereka kena beban mental.

Fenomena caleg depresi memang kerap terjadi. Mereka yang kalah dalam kontestasi pemilu tak mampu menghadapi kenyataan, sebab pencalonan mereka didasarkan pada asas manfaat semata tanpa memiliki kapabilitas dan kualitas, yang penting punya modal besar dan berani mempertaruhkan kemenangan. 

Inisiatif pemerintah menyiapkan ruang isolasi bagi calon kandidat yang mengalami depresi tentu tidak bisa menjadi solusi, malah semakin menambah permasalahan dan beban perekonomian, sebab dalam perawatannya akan dibutuhkan biaya yang sangat mahal. Pada akhirnya, asas manfaat jugalah yang dijadikan sandaran.

Inilah bukti cacatnya sistem demokrasi, secara teori ataupun realisasi. Demokrasi lahir dari akidah sekularisme, akidah yang menafikkan peran agama dalam sistem pemerintahan. Sehingga, tidak heran banyak kita jumpai para caleg yang depresi karena memang pada dirinya tak dibentengi oleh akidah Islam. 

Dari sini sangat jelas bahwa demokrasi adalah produk akal manusia yang meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara dalam sistem Islam, berpolitik itu harus diawali dari dorongan keimanan. Seorang politikus muslim akan berpolitik sebagaimana ajaran Islam. Dalam sistem Islam, berpolitik berarti mengurusi urusan rakyat, bukan sebatas manfaat dan hanya mengharap rida Allah Swt. semata. Mereka memahami bahwa seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, mereka tidak akan berlomba-lomba demi meraih kekuasaan karena nafsu.

Pemilu dalam Islam hanyalah sebagai uslub (cara) untuk memilih pemimpin yang dilakukan secara sederhana, mudah, dan murah. Semua yang terlibat dalam pelaksanaannya akan menjalankan amanah dengan dorongan keimanan, bukan keuntungan. 

Walhasil, pemilu akan berjalan dengan aman, damai, dan jujur. Siapa pun yang menang akan amanah dengan kepemimpinannya, dan yang kalah akan menerima dengan qanaah (rela) tanpa ada beban mental, apalagi sampai depresi. Sebab, pada dirinya tertanam akidah Islam yang kuat. Pemilihan pemimpin melalui pemilu yang simpel ini hanya akan terealisasi di bawah satu institusi, yaitu sistem pemerintahan Islam.

Wallahu'alam bishawaab

Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Aktivis Dakwah Bandung)

HUKUM MEMBUAT KALENDER BERGAMBAR CALEG



Tanya :
Tinta Media - Afwan mau bertanya Ustadz. Jadi ada yang mau kasih saya project cetak kalender, hanya saja kalender Caleg, apakah jika project ini saya ambil masuk dalam kategori ta’āwun dalam kemaksiatan Ustadz? (Hamba Allah). 

Jawab :
Wa ‘alaikumu salam wr. wb. Tidak boleh hukumnya Anda mengerjakan proyek tersebut, karena pembuatan kalender dengan gambar Caleg (Calon Anggota Legislatif), termasuk kategori ta’āwun (tolong menolong) dalam dosa, sesuai firman Allah SWT : 

وتعاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ 

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al-Maidah : 2). 

Padahal sistem demokrasi itu sendiri hukumnya haram untuk diterapkan, sesuai penjelasan Syekh Abdul Qadim Zallum sebagai berikut : 

الدِّيمُقْرَاطِيَّةُ نِظَامُ كُفْرٍ يَحْرُمُ أَخْذُهَا أَوْ تَطْبِيقُهَا أَوْ الدَّعْوَةُ إِلَيْهَا 

“Demokrasi adalah sistem kufur, haram hukumnya mengadopsinya, menerapkannya, dan mempropagandakannya.” (Abdul Qadim Zallum, Al-Dīmūqrāthiyyah Nizhām Kufr Yahrumu Akhdzuhā Aw Tathbīquhā Aw Al-Da’watu Ilayhā, hlm. 21-22). 

Keharaman demokrasi dikarenakan demokrasi itu mempunyai prinsip yang berbunyi “kedaulatan di tangan rakyat” (Arab : Al-Siyādah li Al-Sya’bi, Eng : The Sovereignty Belongs to The People), yang maknanya adalah adanya hak membuat hukum di tangan manusia. Padahal Islam menegaskan bahwa yang berhak membuat hukum, hanyalah Allah SWT semata, manusia tidak boleh membuat hukum sama sekali. Jika manusia membuat hukum, hukum itu dalam Al-Qur`an dinamakan “Hukum Jahiliyyah” atau “Hukum Thaghut”. 

Dalam Islam, hanya Allah SWT yang berhak membuat hukum, sesuai firman-Nya : 

اِنِ الْحُكْمُ اِلَّا لِلّٰهِ 

“Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah.” (QS Al-An’ām : 57). 

Maka dari itu, jika manusia membuat hukum, yang tidak bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, seperti fungsi legislasi saat ini dalam sistem demokrasi, hukumnya haram. Hukum yang dihasilkan dari legislasi tersebut, di dalam Al-Qur`an disebut sebagai “Hukum Jahiliyyah” atau “Hukum Thaghut”. 

Allah SWT berfirman : 

اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ 

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Mā’idah : 50). 

Allah SWT berfirman : 

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ يَزْعُمُوْنَ اَنَّهُمْ اٰمَنُوْا بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَآ اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَحَاكَمُوْٓا اِلَى الطَّاغُوْتِ وَقَدْ اُمِرُوْٓا اَنْ يَّكْفُرُوْا بِهٖ ۗوَيُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّضِلَّهُمْ ضَلٰلًا ۢ بَعِيْدًا 

“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An-Nisā` : 60). 

Orang yang membuat hukum yang tidak bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, berarti melakukan perbuatan haram, dan secara agama, telah murtad (keluar dari agama Islam), jika dia mengingkari ayat Al-Qur`an yang dengan tegas (qath’ie) menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak membuat hukum (QS Al-An’ām : 57, dsb). Firman Allah SWT : 

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ 

“Barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS Al-Mā`idah : 45). 

Adapun jika orang yang membuat hukum yang yang tidak bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah itu, masih beriman kepada Al-Qur`an, yaitu tidak mengingkari ayat Al-Qur`an yang dengan tegas (qath’ie) menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak membuat hukum (QS Al-An’ām : 57, dsb), maka dia tidak dapat dikafirkan dan tidak dapat pula dikatakan telah murtad, meskipun tetap dia tidak bisa lepas dari dosa, karena dalam Al-Qur`an, mereka ini disebut sebagai “orang zalim” atau “orang fasik”. 

Firman Allah SWT : 

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ 

“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS Al-Mā`idah : 45). 

Firman Allah SWT : 

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الفَاسِقُوْنَ 

“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik.” (QS Al-Mā`idah : 47). Wallāhu a’lam. 

Bandung, 10 Desember 2023 

Oleh : KH M. Shiddiq Al-Jawi 
Pakar Fiqih Mu’amalah dan Kontemporer

Rabu, 16 Agustus 2023

Ongkos Politik Caleg di DKI Mencapai 40 Miliar, IJM: Refleksi Demokrasi BerbiayaTinggi

Tinta Media - Pernyataan Muhaimin Iskandar  (Cak Imin) yang menyebut bahwa ongkos politik calon legislatif di DKI Jakarta mencapai 40 miliar rupiah dinilai oleh Direktur  Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana sebagai refleksi bahwa praktek demokrasi berbiaya tinggi.
 
“Pernyataan Cak Imin ini bisa menjadi refleksi bagi kita semua bahwa memang praktek demokrasi itu berbiaya tinggi yang terjadi di Indonesia hari ini,” ungkapnya dalam video: Ujung-ujungnya Rebutan Balik Modal? Melalui kanal Youtube Justice Monitor, Selasa (15/8/2023).
 
Menurutnya, mahalnya ongkos pemilu dalam sistem demokrasi memang bisa dipahami. Hal ini terkait dengan paradigma kekuasaan dalam sistem ini yang tak lebih dari alat berburu materi, eksistensi, dan melanggengkan kekuasaan.
 
“Hal yang sama juga terjadi pada perwujudan kedaulatan rakyat dalam hal pemilihan pemimpin, di mana rakyat seakan dipaksa memilih calon pemimpin yang disodorkan oleh partai politik. Dengan demikian kedaulatan rakyat dalam memilih penguasa memang sudah dibatasi oleh partai politik,” imbuhnya.
 
Agung menilai, kondisi tersebut  berpotensi membuat mafia politik semakin subur di panggung pemilu. Hal ini, lanjutnya,  mencerminkan tatanan politik demokrasi yang seakan diatur secara terorganisir oleh sekelompok elit dari kalangan aristokrat dan pemilik modal yang saling bekerja sama untuk menjaga kepentingan bersama.
 
“Parpol berpotensi tidak lagi menjadi penyambung aspirasi rakyat tetapi berubah menjadi alat untuk tujuan kekuasaan dan harta,” duganya.
 
Meningkat
 
Dalam pandangan Agung, konsekuensi dari mahalnya biaya dan pragmatisme politik pemilu untuk kedepannya bisa jadi semakin meningkatnya gaji tunjangan, fasilitas, dan penghasilan yang semakin besar untuk penguasa dan anggota legislatif.
 
“Para penguasa dan politisi dikhawatirkan tidak berperan sebagaimana seharusnya, yaitu sebagai pemelihara dan pelayanan umat tetapi justru menjadi tuan bagi rakyatnya dan rakyat diposisikan sebagai pelayan,” ungkapnya.
 
 Padahal, ujarnya,  peran penguasa seharusnya adalah memelihara dan mengatur urusan-urusan rakyat. “Kepentingan dan kemaslahatan rakyat harusnya dikedepankan dan diutamakan, bukan malah mendahulukan kepentingan pribadi para penguasa dan korporasi,” sesalnya.
 
Ia membeberkan konsekuensi lain dari mahalnya biaya pemilu, yaitu rawan terjadi korupsi, kolusi manipulasi, dan sejenisnya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan.
 
“Ini yang menjadi koreksi bagi kita  bersama.  Kita memerlukan sistem dan pemimpin alternatif yang mampu menghantarkan bangsa ini diberkahi oleh Allah Swt.  Saatnya kita berbenah saatnya kita berubah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab