Tinta Media: butuh penyelesaian
Tampilkan postingan dengan label butuh penyelesaian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label butuh penyelesaian. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Desember 2023

Karhutla Butuh Penyelesaian Bukan Pencitraan



Tinta Media - Pencitraan dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan gambaran positif atau citra yang baik terhadap suatu individu, kelompok, atau negara. Dalam hal ini, negara biasa melakukan pencitraan di hadapan negara lain untuk meningkatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat internasional dengan harapan dapat membangun hubungan diplomatik yang baik, meningkatkan daya tarik investasi, meningkatkan nilai perekonomian, meningkatkan pariwisata, meningkatkan kerja sama internasional, dan banyak lagi.

Namun begitu, reputasi atau citra positif dari negara lain pada dasarnya akan datang dengan sendirinya, bila Indonesia khususnya yang notabene memiliki kekayaan alam yang berlimpah, mampu menyejahterakan rakyatnya, memiliki kedaulatan atas bangsanya, kuat pertahanan dan keamanan negara dan tidak bernegosiasi apalagi pasrah di bawah kaki penjajah. Sehingga menjadi negara yang tangguh dan disegani, serta meningkatkan kepercayaan dari masyarakat internasional.

Tapi hari ini , jangankan kesejahteraan atau rakyat diperhatikan, yang ada penderitaan demi penderitaan muncul silih berganti. Misalnya permasalahan Karhutla atau kebakaran hutan dan lahan, yang terus muncul di Indonesia setiap tahunnya, yang hingga kini belum juga ada solusi pasti dari pemerintah untuk mengatasi hal tersebut.

Kendati pada hari Kamis 30/11/2023 di Expo City, Dubai, Uni Emirat Arab Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Erick Thohir menegaskan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam menjaga hutan dari berbagai ancaman seperti perubahan iklim, illegal logging, kebakaran hutan, dan deforestasi.

Erick Thohir juga bangga dengan beberapa program dan keberhasilan yang telah dicapai Indonesia dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan. Beberapa di antaranya adalah berhasil mengurangi titik api secara signifikan hingga 82% dari 1,6 juta hektar pada tahun 2019 menjadi 296 ribu hektar pada tahun 2020. (cnnindonesia.com 01/12/2023)

Pernyataan tersebut memang tidak sepenuhnya salah, namun jika kita melihat lebih teliti pada tahun 2021, luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sebanyak 358.867 hektare (ha). Dan jumlah tersebut meningkat 20,85% dibandingkan pada 2020 yang seluas 296.942 ha. Artinya, masalah karhutla pada dasarnya belum benar-benar terselesaikan.

Masalah karhutla juga telah terjadi selama bertahun-tahun, dan jelas membuat rakyat sangat menderita, bukan hanya pada wilayah titik terjadinya karhutla, tapi juga ke daerah sekitarnya, akibat asap yang terbawa angin. Dan hampir seluruh rakyat dari dewasa, anak-anak dan para balita, dipaksa menghirup udara kotor dampak dari karhutla, hingga menyebabkan berbagai penyakit seperti gangguan saluran paru-paru, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), kanker paru-paru, kardiovaskular, penyakit paru-paru obstruktif kronis, hingga kematian.

Penyebab utama masalah karhutla adalah adanya praktik deforestasi atau penebangan hutan yang tidak sesuai dengan aturan, terutama dalam rangka membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit, karet, dan industri lainnya. Hal ini seolah menegaskan bahwa kebakaran, pembabatan, dan penebangan hutan adalah perusakan hutan yang sistematis akibat sistem kapitalisme liberal.

Karakter kapitalisme yang individualis telah mewujud dalam sikap menomorsatukan kepemilikan individu, hingga melahirkan sikap eksploitatif atas sumber daya alam seraya mengabaikan aspek moralitas, dengan hanya memikirkan keuntungan materi. Melahirkan banyak penyelewengan dan penyimpangan dalam tataran teknis di lapangan, misalnya penyimpangan aturan yang menjadi pemicu terjadinya karhutla.

Meski tidak dapat diabaikan, faktor cuaca seperti El Nino, angin kencang, dan curah hujan yang tinggi atau rendah juga mempengaruhi terjadinya karhutla. Namun masalah alam, dengan pola-pola familier yang kerap terjadi, bertahun-tahun, sepatutnya sudah dapat ditanggulangi dengan adanya badan mitigasi bencana yang melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanganan karhutla, sehingga masalah ini dapat diatasi dengan lebih efektif.

Ditambah dengan kelalaian atau kurangnya pengawasan dari pihak berwenang, dalam hal ini negara menjadikan pengawasan dan penegakan hukum sebagai instrumen yang digunakan sangat lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Tidak adanya transparansi melahirkan dugaan akan adanya "permainan" antara perusahaan-perusahaan pelaku pembakaran dan oknum di pemerintahan yang juga menjadi faktor tidak pernah selesainya masalah ini.

Di dalam Islam, menjaga lingkungan dan melindungi alam dari bahaya dianggap sebagai tanggung jawab besar bagi umat manusia. Tindakan merusak atau membakar hutan dan lingkungan dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum, terlebih jika tindakan tersebut menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat, kehidupan makhluk hidup lainnya dan lingkungan secara umum. Itu jelas dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai Islam.

Eksploitasi hutan yang telah menimbulkan kerusakan hutan seharusnya dihentikan karena menurut ketetapan syariah, hutan termasuk dalam kepemilikan umum, bukan kepemilikan individu atau negara. Maka pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara saja, bukan oleh pihak lain (misalnya swasta atau asing).

Dan kesalahan pembuat kebijakan sesungguhnya adalah kesalahan ideologi, sebab kebijakan yang terwujud dalam bentuk undang-undang dan peraturan itu tiada lain adalah ekspresi hidup dan nyata dari ideologi yang diyakini pembuat kebijakan.

Tegasnya, yang menjadi sumber utama kegagalan pengelolaan hutan serta akar masalah karhutla selama ini adalah ideologi kapitalisme.

Maka solusinya tidak lain adalah mencampakkan ideologi tersebut, dengan ideologi Islam, yang sumber hukumnya adalah Al-Quran dan hadits Rasulullah. Sehingga pengelolaan kekayaan alam yang sangat penting dan strategis dapat benar-benar dinikmati oleh masyarakat dan bukan menjadi beban penderitaan seperti saat ini. Dan sebab-sebab penderitaan rakyat seperti karhutla ini bisa benar- benar terselesaikan, bukan sekedar pencitraan. 
Wallahu'alam bissawab.

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab