Jembatan Tol Retak, Bukti Pembangunan Buruk dalam Kapitalisme
Tinta Media - Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang berfungsi sebagai penghubung antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Selain itu, adanya jembatan akan memudahkan laju pertumbuhan ekonomi serta pergerakan manusia. Maka, infrastruktur yang baik akan meningkatkan konektivitas antarwilayah tersebut. Namun, bagaimana kalau ada sebuah jembatan tol yang menjadi penghubung mengalami keretakan? Tentu akan sangat membahayakan.
Sebagaimana dilansir dari AYOBANDUNG.COM, jembatan tol Purbaleunyi penghubung Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung mengalami keretakan. Keretakan tersebut terdapat pada bagian penyangga bawah masuk wilayah Kota Bandung. Tentu ini menjadi kekhawatiran para pengguna jalan, terlebih retakan tersebut jelas terlihat karena menjadi akses warga kedua daerah tersebut.
Setiap warga yang melintasi jembatan tol tersebut berharap ada tindakan dari pihak terkait untuk segera memperbaikinya. Apalagi, retakan jembatan tol tersebut menganga cukup lebar. Setiap hari, ribuan warga melintasi jembatan, bahkan tidak jarang dilalui truk yang bermuatan banyak. Akan tetapi sangat disayangkan, hal itu tidak direspons oleh pihak jasa marga.
Hal ini menjadi bukti buruknya pembangunan jembatan tol, mulai dari perencanaan hingga realisasi. Ya, karena dalam sistem kapitalisme sekuler, yang diutamakan hanyalah ingin mendapatkan keuntungan.
Karena tujuan membangun jembatan tol hanya ingin mendapatkan keuntungan besar, maka sering kali digunakan bahan-bahan yang kurang berkualitas tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi nantinya. Mungkin anggaran dana yang diberikan pemerintah pusat sudah sesuai, tetapi dana tersebut disalahgunakan alias dikorupsi oleh pihak yang diberi tanggung jawab itu. Terlebih, kurangnya pengontrolan dari pihak pemerintah pusat ketika pengerjaan proyek tersebut, mulai dari bahan hingga pengerjaannya. Negara menyerahkan pengelolaan proyek pembangunan jembatan tol kepada swasta yang hanya mementingkan keuntungan semata.
Berbeda halnya dengan Islam. Dengan sistem politik dan ekonominya yang unggul, Islam menjadikan proyek pembangunan semata demi kepentingan rakyat sehingga perencanaan dilakukan dengan matang, tidak asal-asalan.
Dalam Islam, negara adalah pengurus urusan rakyat, sehingga pembangunan tidak dilakukan dengan orientasi bisnis, apalagi hanya demi kepentingan pemilik modal.
Khalifah sebagai kepala negara mempersiapkan pembangunan dengan dana dari baitul mal, bukan dari utang. Ini tidak seperti di Indonesia ini yang mengandalkan hutang.
Negara Islam tidak hanya membangun, tetapi jaminan keselamatan dan kenyamanan rakyat menjadi prioritas.
Ini dibuktikan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang merealisasikan berbagai proyek. Sekalipun pada saat itu Khalifah Umar menghabiskan dana besar, tetapi beliau tidak mencukupinya dengan utang. Semua pembangunan dirancang dengan cermat. Anggarannya juga sesuai dengan syariah berdasarkan ketentuan wahyu Allah. Sehingga negara cukup aman dari pembangunan yang mengakibatkan dharar (bahaya) Wallahu'alam bishshawab.
Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media