Tinta Media: bukan
Tampilkan postingan dengan label bukan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bukan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Oktober 2024

Terorisme Bukan Ajaran Islam



Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna (Kang DS) menerima penghargaan RAN PE Award 2024. Penghargaan ini langsung diberikan oleh Wakil Presiden (Wapres) RI, Ma'ruf Amin kepada Kang DS. Hal ini diberikan atas komitmen dan inisiatifnya dalam pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan, yang Mengarah pada Terorisme. (RAN PE)

Ma'ruf Amin menyatakan bahwa sepanjang tahun 2023, tidak ada aksi terorisme. Ini menjadikan skor Indonesia naik, yang tadinya urutan ke-31 sekarang menjadi urutan ke-24 dalam laporan Global Terrorism Index 2024. 

Berita terkait terorisme seakan-akan terus dibahas. Apalagi menjelang akhir tahun, biasanya isu itu muncul, tepatnya pada perayaan agama tertentu. Tempat ibadahnya dikawal ketat oleh aparat kepolisian, diibaratkan akan menghadapi pasukan musuh yang berbahaya. Dalam hal ini, tentu Islamlah yang dicurigai.

Padahal, dalam Islam terorisme jelaslah dilarang dan merupakan dosa besar. Ini karena terorisme adalah suatu perbuatan yang menyebabkan suatu teror yang mengakibatkan banyak korban. Mirisnya lagi, yang menjadi korban adalah orang-orang yang tidak berdosa. 

Tentu hal ini bertentangan dengan ajaran Islam. Ini karena Islam mengajarkan perdamaian, melarang kekerasan, dan permusuhan antara siapa pun. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, di balik para pelaku terorisme itu ada dalangnya. Mereka hanya dikendalikan saja dengan iming-iming surga sebagai jaminan. Yang seperti ini sering dikaitkan dengan jihad. Itulah contoh dari bentuk gagal paham tentang ajaran Islam. Jihad bukanlah terorisme. Jihad adalah bagian dari Islam, sedangkan terorisme sangat dilarang dalam Islam.

Islam adalah agama rahmatan lil alamiin, tidak mengajarkan kekerasan, kezaliman, apalagi terorisme. Islam adalah agama yang membawa kedamaian. Tindakan kezaliman, baik kepada orang muslim ataupun nonmuslim, apalagi tindakan membunuh atau terorisme, sangat dilarang dalam Islam. 

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Barang siapa yang membunuh mu'ahad (orang kafir yang terikat janji dengan kaum muslimin untuk tidak saling berperang) tidak mencium baunya surga, dan sesungguhnya bau harumnya surga tercium dari jarak 40 tahun perjalan." (HR.Bukhari)

Akan tetapi, berdasarkan fakta yang nyata, para pembenci Islam atau Islam fobia telah berhasil menggiring opini yang negatif tentang ajaran agama Islam, sehingga orang yang tidak mau berpikir dan belajar akan gagal paham. Mereka akan semakin jauh dengan ajaran Islam yang sesungguhnya, karena Islam dianggap radikal.

Oleh sebab itu, di balik terjadinya aksi terorisme, tentu ada faktor-faktor yang menjadi pemicu. Di antaranya adalah kemiskinan, ketidakadilan yang merata, dan banyak hal lain yang dirasakan janggal oleh rakyat. Mestinya negara menjamin segala yang dibutuhkan oleh rakyat terutama dalam masalah kesejahteraan, kenyamanan, dan keamanan. 

Dengan demikian, sudah saatnya kita berpegang teguh pada ajaran Islam yang sesungguhnya, yaitu syariat Islam yang langsung datang dari Allah Swt. Kita harus bersatu agar kekuatan Islam semakin kokoh, tidak mudah dihasut atau diadu domba oleh musuh-musuh yang membenci  Islam, dan menginginkan Islam hancur bercerai-berai. Wallahu alam bisshawab.




Oleh: Emy 
(Ibu Rumah Tangga)

Rabu, 25 September 2024

Makna Maulid Nabi, Bukan Sekadar Perayaan


Tinta Media - Tanggal 12 Rabiulawal diperingati sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Acara ini merupakan momen untuk mengekspresikan cinta dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad saw. serta meneladani ajaran dan akhlak beliau. Perayaan ini sering diisi dengan acara doa, ceramah, pembacaan puisi, dan berbagai kegiatan keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kecintaan terhadap ajaran Islam. 

Rasulullah Muhammad saw. adalah seorang Nabi utusan Allah, yang memberi kabar gembira, peringatan bagi manusia, dan suri teladan bagi umat. Nabi Muhammad saw. juga diutus sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam. 

Allah Swt. berfirman:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya [21]: 107)

Begitu juga firman Allah di dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (uswah hasanah) bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Akhir dan ia banyak menyebut Allah.

Maulid Nabi Lebih dari Sekadar Perayaan 

Menurut Al-‘Allamah Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani rahimahullah, Maulid Nabi saw. bukanlah hari raya. Maulid Nabi saw. sesungguhnya jauh lebih agung dan lebih mulia daripada dua hari raya umat Islam, yakni Idul Fitri dan Idul adha. (Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, Hawla al-Ihtifâl bi Dzikr al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarîfi, hlm. 10-11)

Kata beliau, “Andai tidak ada kelahiran Nabi Muhammad saw. tentu tidak akan pernah ada bi’tsah (pengutusan Muhammad saw. Sebagai rasul kepada manusia); tidak akan turun Al-Qur'an; tidak akan ada peristiwa Isra Mikraj; tidak akan ada hijrah; tidak akan ada kemenangan dalam Perang Badar; juga tidak akan ada penaklukan Kota Makkah. Sebabnya, semua itu berkaitan dengan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad (saw.). Artinya, Maulid Nabi Muhammad saw. Adalah sumber segala kebaikan yang sangat besar.” (Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki al-Hasani, Hawla al-Ihtifâl bi Dzikr al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarîfi, hlm. 13).

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa hari lahir baginda Muhammad saw. merupakan hari lahirnya sumber segala kebaikan yang sangat besar bagi umat manusia. Sehingga, Maulid Nabi bukanlah sekadar perayaan hari kelahiran seperti orang pada umumnya.


Refleksi dalam Memperingati Maulid Nabi 

Memperingati maulid Nabi saw. merupakan wujud ekspresi cinta kita kepada Rasulullah saw. Namun, bukti mencintai Nabi tidak hanya termanifestasi dalam bentuk perayaan maulid Nabi saw., tetapi juga dengan mengikuti dan mengerjakan sunah Rasulullah saw.. 

Sunah Nabi saw. adalah segala perbuatan, ucapan, dan takrir (ketetapan) Rasulullah saw. dalam segala aspek kehidupan, baik dari segi ibadah, akhlak, ataupun sosial kemasyarakatan, termasuk pemerintahan yang pernah dijalankan oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin di Madinah. Hal ini kemudian diteruskan oleh para sahabat yang disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin. Dengan sistem kepemimpinan yang berlandaskan akidah IsIam, seorang khalifah atau pemimpin menjalankan kekuasaannya untuk menegakkan hukum-hukum Allah Swt. di muka bumi. Inilah yang disebut sebagai negara Khilafah. 

Maulid Nabi Muhammad saw. tidak hanya direfleksikan dengan merayakan kelahiran Nabi saw. sebagai sumber segala kebaikan, tetapi juga dengan menginginkan segala kebaikan  yang dibawa oleh Nabi saw. diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Hal ini senada dengan perintah Allah di dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 208:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam secara menyeluruh. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,”

Negara dalam naungan sistem yang berasaskan sekularisme, tentu tidak akan dapat menerapkan Islam secara menyeluruh. Namun, hanya pemerintahan yang berlandaskan akidah Islam dalam naungan khilafah yang akan menerapkan Islam secara total di muka bumi. 

Sebagai umat yang beriman dan mengaku mencintai Rasulullah saw., tentu tidak ada alasan bagi kita untuk menolak khilafah. Sebab, pemerintahan IsIam merupakan bagian dari sunah Rasulullah saw. dan warisan dari para sahabat Nabi saw. Wallahu a’lam bisshawab.



Oleh: Siti Jeuzah S.Pd 
(Aktivis Muslimah) 

Sabtu, 10 Februari 2024

Pemimpin Bukan Hanya Memimpin



Tinta Media - Perhelatan politik di Indonesia memang menarik untuk diikuti. Tak terkecuali tentang debat calon presiden dan calon wakil presiden yang hari ini selalu menjadi trending topic di setiap pembicaraan masyarakat Indonesia. Komentar-komentar saling sindir pun begitu tampak dan vulgar. Tak peduli itu kawan, sahabat bahkan keluarga dekat pun menjadi korban saling sindir. Ditambah bermunculan berita-berita hoaks yang makin mempertajam konflik tersebut. 

Menariknya di setiap debat calon presiden dan calon wakil presiden, tiap paslon (pasangan calon) memaparkan cara pandangnya terhadap suatu permasalahan di negeri ini secara solutif dan inovatif. Namun hal ini dapat menjadi bumerang ketika beberapa pendukung salah satu paslon menilainya tak masuk akal atau hanya omong kosong saja bahkan secara terang-terangan menunjukkan nir adab (tidak beradab). Hasilnya timbul kekecewaan yang mengakibatkan berpindahnya dukungan ke paslon yang lain. 

Efek kekecewaan ini pun berimbas kepada lembaga survei elektabilitas. Lembaga survei ini banyak memberikan data-data elektabilitas calon presiden dan calon wakil presiden di suatu daerah. Tujuannya ingin memberikan gambaran secara umum kepada masyarakat agar dapat menentukan pilihannya. Selain itu data-data dari lembaga survei tersebut, digunakan oleh para paslon untuk menyusun strategi meraih dukungan yang lebih banyak. Namun beberapa masyarakat Indonesia tidak mempercayainya, dikarenakan isu yang beredar bahwa lembaga survei merupakan antek dari salah satu paslon. 

Jika dicermati secara mendalam, sayangnya para calon presiden dan calon wakil presiden tidak ada yang memberikan pandangannya secara Islam. Mereka hanya berkutat secara cabang tidak secara substansial pada setiap pembahasannya. Hal ini memberikan gambaran bahwa para calon presiden dan calon wakil presiden tidak ada bedanya dengan sebelumnya. Hanya meneruskan dari sistem yang sudah ada yaitu demokrasi kapitalisme. 

Dalam sistem demokrasi kapitalisme, agama dilarang mengatur urusan kenegaraan. Artinya harus dipisahkan antara urusan negara dan agama. Padahal dalam Islam, negara harus berlandaskan dari aturan agama, karena hanya Allah Swt. yang berhak membuat aturan. Selain itu pada sistem demokrasi kapitalisme kedaulatan ada di tangan rakyat, sedangkan pada Islam kedaulatan itu milik Allah swt. Sehingga jelas tidak mungkin akan ada kepentingan baik secara kelompok maupun individu. Dalam Islam negara dan rakyat wajib taat kepada hukum syariat. Sehingga akan tercipta amar ma'ruf nahi munkar bila negara melanggar syariat Islam. 

Sungguh miris keadaan negeri ini yang mayoritas beragama Islam serta memiliki jumlah pemeluk agama Islam terbesar sedunia namun menolak atau anti kepada syariat Islam. Padahal seorang muslim itu wajib taat kepada syariat Islam tanpa nanti tanpa kecuali dan tanpa pilih-pilih. Umat Islam membutuhkan pemimpin yang benar-benar menjalankan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh), karena hanya dengan Islam persoalan-persoalan di negeri ini akan terselesaikan. Mulai dari kemiskinan, keadilan, pengelolaan sumber daya alam, dan lain-lain. 

Oleh karena itu sudah saatnya masyarakat Indonesia mulai berpikir mendalam tentang permasalahan pemilihan pemimpin ini. Jangan mau terjebak berulang-ulang di setiap ajang 5 tahunan ini. Dan seharusnya umat Islam memiliki pandangan atau agenda sendiri di dalam perpolitikan yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam. 

Adapun cara yang di tempuh yaitu mengikuti thariqah (metode) yang diajarkan Rasulullah SAW dengan cara mengikuti pembinaan-pembinaan (belajar) dan memberikan edukasi kepada masyarakat (dakwah) agar tercipta masyarakat yang berpikir mendalam secara perspektif Islam. Bayangkan jika semua masyarakat sadar dan berpikir secara perspektif Islam yang kaffah, tentu negeri ini pun akan menjadi negri baldatun thoyyibatun wa rabbun ghaffur seperti yang dicita-citakan.


Oleh : Arief Firman
Aktivis Dakwah 

Minggu, 21 Januari 2024

Khilafah Bagian dari Islam, Bukan Sebuah Ancaman



Tinta Media - Kata khilafah mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, beberapa pro dan kontra jelas terlihat di masyarakat ketika membahas soal khilafah, ada yang menerima fakta bahwa khilafah merupakan bagian dari syariat Islam, dan sudah mencetak sejarah gemilang selama beberapa abad, namun ada juga yang mengatakan khilafah tak mungkin di terapkan di Indonesia, yang terdiri dari banyak agama, pun ada juga yang langsung menjudge ide khilafah merupakan pemecah belah NKRI, berasal dari kadal gurun, kaum radikal dan lainnya. 

Sebagian lagi justru dengan berapi-api menolak, mendiskriminasi, dan menghasut semua pihak untuk mengucilkan, membenci dan menjauhi para pengusung ide khilafah, mereka dianggap sebagai momok yang menakutkan, seakan akan keberadaan orang-orang yang memperjuangkan khilafah ini merupakan sebuah ancaman berbahaya, namun ancaman untuk siapa? 

Dari beritasatu.com, Jakarta 12/01/2024. Akademisi dari Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS) Universitas Gajah Mada, Mohammad Iqbal Ahnaf, memperingati pemerintah dan masyarakat  agar waspada terhadap narasi bangkitnya khilafah. Ia juga mengatakan narasi khilafah sejauh ini hanya bersifat teoritis dan rentan. Iqbal juga mengatakan bahwa saat ini masyarakat lebih berpihak pada pemerintahan demokrasi pancasila, dan berharap masyarakat dapat berpikir kritis terhadap narasi yang bertentangan dengan pancasila. 

Akibat Sistem Sekuler dalam Kehidupan 

Masyarakat awalnya asing dengan kata khilafah, bahkan sama sekali tidak tahu dan tidak paham meskipun sudah di jelaskan sejarah panjang masa kekhalifahan, ini disebabkan sangat jauhnya masyarakat dari sejarah Islam, sejarah Islam di kaburkan dan di kuburkan oleh kaum kafir, mereka menghapus ajaran Islam dari sekolah-sekolah, dan hanya meninggalkan sedikit saja, yakni kisah-kisah dan beberapa tentang ibadah. 

Namun saat ini hampir semua masyarakat sudah pernah mendengar kata khilafah, bahkan sebagian sudah paham maksud dan tujuannya. Namun beberapa orang masih menolak atau meragukan khilafah akan tegak kembali, sebab mereka membandingkan dengan zaman sekarang yang sistemnya merupakan sistem sekuler kapitalis, yang tentu saja sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. 

Saat ini genap sudah 100 tahun runtuhnya daulah khilafah terakhir yakni kekhilafahan Turki Ustmaniyah, yang di hancurkan oleh Mustafa Kemal melalui bantuan-bantuan penyusupan misionaris yang telah berjalan bertahun-tahun sebelum daulah runtuh. Turki di ubah menjadi negara republik, azan di ganti dengan bahasa Turki, perempuan tidak di wajibkan menutup aurat, dan khalifah terakhir di asingkan bersama keluarganya. 

Sejak saat itu lihatlah, tampak bagaimana keadaan dunia, terutama negeri-negeri Islam, mereka di jajah, di diskriminasi, di sesatkan dan dicekoki berbagai faham barat, mereka di jauhkan dari agamanya sendiri. Bagaimana akibatnya? Palestina sudah 75 tahun menderita oleh Yahudi yang mencoba merebut tanahnya, membunuh dan membumi hanguskan segalanya. Lihatlah Rohingya terombang-ambing di lautan mencari perlindungan, ketika di negaranya mereka dibunuh dan dilecehkan. 

Lihatlah Suriah, Kashmir, Uighur dan banyak negara Islam lainnya yang masih di jajah dan menderita. Mereka bagaikan anak ayam yang kehilangan induknya, tak ada pelindung dan penjaga, sejak daulah terakhir runtuh. Dan lihatlah Indonesia dengan penduduk muslim terbanyak yang katanya sudah merdeka, bagaimana nasib rakyat miskin? masih adakah kejahatan dan pembunuhan? bagaimana hukum berlaku pada para koruptor? Apakah masyarakat sudah sejahtera? Padahal Indonesia telah lama menerapkan sistem demokrasi sekuler, namun hasilnya saat ini, ada begitu banyak kerusakan dalam segala bidang. 

Khilafah Wajib Di Perjuangkan Umat 

Meskipun propaganda dan fitnah terus mereka sebarkan, namun kebenaran akan tetap kokoh dan bertahan, hingga saat ini sudah banyak masyarakat yang menerima dan mau ikut berjuang menegakkan khilafah. Sebab umat sudah muak dengan  kezaliman dan kerusakan yang di timbulkan dari rezim pemerintahan saat ini. 

Khilafah bukanlah ancaman, bahkan dalil-dalil nya pun sudah jelas, ada di Surah Al Baqarah ayat 30, Surah An-Nur ayat 55, dan Surah An-Nisa ayat 59. Ayat-ayat mengenai sanksi (uqubat), politik, pendidikan, kesehatan, pergaulan, ekonomi, dan lainnya hanya bisa di laksanakan jika ada negara yang menaunginya. Sebab meskipun wajib, ada syarat dan ketentuan dalam pelaksanaannya, dan tidak boleh di lakukan sembarangan. Maka jelaslah kewajiban tadi tidak akan terlaksana tanpa adanya khilafah, dan jika belum ada maka wajib 'ain untuk memperjuangkannya. 

Imam Al-Qurthubi menyebut khilafah sebagai a'dzamul wajibat (kewajiban paling agung). Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dan Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa khalifah adalah tajul furudh (mahkota kewajiban). Imam Al-Qurthubi juga menegaskan tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban mengangkat khalifah di kalangan para imam mazhab. 

Khatimah 

Jadi sudah jelas bahwa khilafah merupakan bagian dari syariat Islam, dan Allah Swt. mengatakan "penerapan syariat menjadikan alam semesta merasakan kerahmatan Islam" (QS. Al-Anbiya:107). 

Seharusnya yang di waspadai dan di lenyapkan adalah sistem sekuler kapitalis, yang saat ini di terapkan melalui sistem demokrasi, ini merupakan hukum buatan manusia yang tidak pernah di contohkan rasul, tidak ada dalam syariat Islam, dan sangat bertolak belakang dengan akidah Islam.
Wallahu A'lam Bisshowab.

Oleh : Audina Putri 
( Aktivis Muslimah) 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab