Dulu Berseberangan Sekarang Berangkulan
Tinta Media - Sekularisme kapitalis memang sistem munafik. Dulu katanya berseberangan, sekarang berangkulan, katanya oposan, tetapi hari ini menjadi kawan. Adagium dari, oleh, dan untuk rakyat, faktanya bertransformasi menjadi dari, oleh, dan untuk konglomerat.
Politik ini melahirkan orang-orang bermuka dua. Mereka garang karena ingin menjagal, tetapi melunak saat mendapat tawaran merapat. Dari dulu pola tidak berubah, hanya berganti wajah. Sudah jengah rasanya melihat tingkah para pemangku kekuasaan hari ini!
Di sisi lain, rakyat tetap berharap akan ada perubahan hidup lebih baik saat ada pemimpin baru. Keinginan mereka sederhana, harga sembako murah, aman, dan tidak rumit ketika menyelesaikan berbagai urusan terkait birokrasi/pejabat. Cukuplah semua itu membuat hidup tenang. Rakyat tidak meminta yang neko-neko. Mereka juga masih banyak yang patuh ketika diminta untuk memberikan suaranya demi kursi jabatan calon pemimpin.
Namun sayang, para pemimpin membohongi dan dan banyak tingkah. Mereka yang dulu katanya membela kepentingan wong cilik, ternyata ketika menjabat justru membunuh rakyat pelan-pelan lewat kebijakan yang membebani.
Mereka mengusung slogan berantas korupsi. Faktanya, mereka sendiri yang tertangkap tangan melakukan tindak korupsi dengan angka yang melukai hati.
Dulu teriak akan bersama rakyat kecil hingga mati, 'nggletek' tak lama kemudian berjalan seirama di panggung kekuasaan. Sungguh, mereka tidak tahu malu. Apalagi dosa, sudah tidak terbersit sama sekali dalam benak mereka. Yang mereka pikirkan hanya bagaimana mendapatkan kekuasaan serta mempertahankan. Meski saat kampanye mereka menjanjikan kesejahteraan pada rakyat hingga mulut berbusa, nyatanya semua itu tidak pernah terbukti.
Semua itu tidak salah, karena selama sekularisme kapitalisme menjadi patokan politiknya, maka tidak akan ada perubahan. Sistem politik ini bebas nilai. Yang penting mereka bisa meraih jabatan, meski harus berbohong dan menzalimi. Sistem yang rusak ini pasti akan menghasilkan pemimpin yang kata-katanya 'isuk dele sore tempe', tak pernah menepati janji. Namun, mereka pandai mengobralnya, pura-pura lupa, dan suka dengan pencitraan.
Yang lebih menyedihkan, para pemimpin suka memalak rakyat atas nama pajak, sementara sumber daya alam yang melimpah mereka serahkan padà pihak Asing dan Aseng atas nama swastanisasi. Rakyat tidak bisa menikmati hasil bumi negerinya sendiri, hingga stunting masih menjadi persoalan yang menghantui. Malangnya nasib rakyat di bawah sistem ini!
Sistem baik pasti melahirkan pemimpin baik. Sistem baik itu adalah lslam, karena berasal dari Sang Maha Baik, yaitu Allah Swt. Sistem yang berlandaskan pada akidah akan melahirkan pemimpin yang menepati janji dan mengurusi keperluan rakyat. Mereka paham bahwa jabatan adalah amanah yang kelak ada pertanggungjawabannya.
Para pemimpin takut berbohong karena tidak ada yang luput dari pengawasan-Nya, serta neraka siap menanti jika melakukannya.
Ma'qil bin Yasar Al-Muzani mengatakan, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,
"Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya." (HR Muslim)
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memimpin selama tiga tahun, tetapi tidak ada rakyat yang berhak menerima zakat. Ini membuktikan bahwa para pemimpin dalam Islam bukanlah orang yang gila jabatan dan kebijakannya tidak menzalimi. Mereka bukan mabuk pencitraan, tetapi fokus dalam melayani berbagai keperluan rakyat.
Mereka tidak akan saling sikut, sikat, hingga memfitnah karena jabatan adalah amanah besar dan berat pertanggungjawabannya. Mereka akan sibuk memastikan apakah ada rakyat yang kelaparan atau kesusahan. Hal ini karena mereka takut kalau rakyat kelak menuntutnya di pengadilan Sang Maha Adil jika sekarang mereka hidup bergelimang harta.
Sungguh, sistem sekularisme kapitalisme hanya menyengsarakan dan tidak ada kebaikannya, sehingga menjerumuskan manusia dalam kehinaan. Kehidupan akan berjalan tenang dan aman hanya dengan penerapan sistem Islam, karena rakyat atau pejabat semua taat syariat. Allahu a’lam
Oleh: Umi Hanifah
(Sahabat Tinta Media).