Alat Kontrasepsi dan Rendahnya Taraf Berpikir Umat
Tinta Media - Pergaulan remaja semakin hari semakin mengkhawatirkan, terlebih dengan perkembangan teknologi, apalagi pemerintah kurang maksimal dalam mengcounter situs-situs tidak berfaedah yang memungkinkan bagi remaja untuk menjelajahinya, terutama situs yang mengandung konten berbahaya dan diharamkan oleh agama.
Toleransi terhadap hal-hal yang berbau dewasa kepada remaja merupakan ancaman generasi, apalagi mereka yang tidak kuat dalam bekal ilmu agama. Ini sangat memungkinkan bagi mereka untuk mengikuti aktivitas yang mendatangkan kebahagiaan sesaat serta mampu menjawab rasa kingintahuan remaja pada hal-hal yang belum pernah mereka coba.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah mencatat bahwa 60 perse remaja usia 16-17 tahun pada 2023 telah melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun sebanyak 20 persen, dan pada usia 19-20 sebanyak 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pergaulan remaja sudah sedemikian parah, bahkan mungkin tak mampu dibendung lagi. Karena itu, pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk menghentikan pola hidup bebas mereka yang sudah tidak memperhatikan norma-norma.
Sejalan dengan hal ini, Presiden Joko Widodo dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 hanya membahas tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Namun, yang menjadi kekhawatiran baru adalah apakah pencegahan yang dilakukan pemerintah mampu membendung tindak asusila remaja atau malah menambah liberal generasi dengan anggapan telah diberikan keluasan dengan syarat penggunaan alat kontrasepsi?
Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 103 ayat 4 pada poin terakhir yang berbunyi penyediaan alat kontrasepsi. Poin inilah yang menjadi perhatian publik. Bahkan, tidak sedikit yang beranggapan bahwa aturan ini berpotensi untuk disalahartikan.
Jika demikian, maka jelas bahwa ini merupakan kegagalan pemerintah dalam membentuk generasi yang cerdas dan berakhlak mulia karena yang menjadi rujukan bukan lagi asas keimanan, tetapi pola hidup Barat yang penuh dengan kekacauan moral. Hal ini terjadi karena cara menyikapi masalah pergaulan remaja jauh panggang dari api.
Kewajiban pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan reproduksi justru dilakukan dengan menyediakan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja dengan alasan bahwa seks aman merupakan bagian dari layanan kesehatan reproduksi. Bukankah masalah ini akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat?
Walaupun hal ini dianggap aman oleh pemerintah dari persoalan kesehatan, tetapi fasilitas tersebut akan mengantarkan pada tindak asusila yang tercela dalam pandangan Islam.
Aturan ini semakin meneguhkan bahwa Indonesia merupakan negara sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Kerusakan perilaku semakin marak terjadi dan membahaya masyarakat, serta mengancam kelangsungan hidup manusia.
Negara telah menerapkan sistem pendidikan sekuler yang menjadikan tujuan hidup mengarah pada kebahagiaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani. Inilah gaya hidup yang diajarkan Barat dalam tatanan kehidupan saat ini yang digambarkan merdeka, tetapi terjajah dari segi pola pikir dan pola sikap.
Karena itu, masyarakat menjalani kehidupan bukan dengan kesadaran sebagai hamba Allah yang harus berjalan sesuai dengan aturan-Nya, tetapi malah menjadi pembebek pemikiran Barat yang semakin jauh dari kehidupan sehat dan benar.
Liberalisasi kehidupan seperti ini tidak akan kita jumpai dalam kehidupan Islam. Ini karena Islam memiliki pengaturan hidup sosial serta sanksi tegas dalam tindak kejahatan.
Islam mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu, sehingga mencerminkan pola pikir Islam dalam mengambil sebuah keputusan dan pola sikap Islam dalam menghargai, menghormati, menyayangi, mengasihi dan lain-lain.
Dalam hal ini, Islam punya cara untuk mewujudkannya dalam sebuah negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah. Ini termasuk dalam sistem pendidikan yang di dalamnya terdapat pengelolaan media.
Dengan pemikiran Islam secara cemerlang belandasan akidah yang kokoh, maka tidak ada peluang bagi pemikiran yang bertentangan dengan Islam untuk masuk. Yang akan tercipta nantinya adalah tatanan hidup yang penuh kebaikan, amar makruf nahi mungkar terlaksana dengan tujuan menjaga, baik secara individu, masyarakat, maupun negara. Wallahua'lam.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd
Sahabat Tinta Media