Pinjol untuk Mahasiswa, Solusi atau Bencana?
Tinta Media - Dari tahun ke tahun lulusan sekolah menengah atas yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi terus meningkat dan ini sangat menggembirakan serta memberikan gambaran bahwa kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya pendidikan semakin membaik dan menjadi investasi yang sangat berharga dalam menyongsong Indonesia emas tahun 2045.
Peningkatan jumlah mahasiswa tersebut dapat dilihat dari data di awal tahun 2023, jumlah mahasiswa mencapai 7,8 juta. Jumlah tersebut terdiri dari 3,3 juta mahasiswa di universitas negeri dan 4,4 juta mahasiswa di universitas swasta (journal.revou.co, 2023). Angka 7,8 juta mahasiswa ini tentu sangat menarik bila dikaitkan dengan dunia bisnis, baik bisnis yang terkait dengan keberadaan mereka secara fisik di suatu daerah seperti meningkatnya transportasi, kebutuhan alat-alat tulis, kebutuhan hunian atau tempat tinggal atau rumah kos, ramainya aktivitas kuliner, dan lain-lain. Kota-kota seperti Yogyakarta, Malang, Depok, dan kota-kota pelajar lainnya tentu merasakan betul efeknya dalam mendongkrak perekonomian.
Sayangnya jumlah mahasiswa yang besar tersebut tidak di topang oleh kondisi ekonomi masyarakat yang baik, hal ini di mulai ketika terjadinya pandemi covid-19 sejak tahun 2020 yang membuat kondisi perekonomian masyarakat Indonesia tidak kurang sehat serta diperparah dengan sistem ekonomi kapitalis, kekayaan hanya berpusat pada segelintir masyarakat saja, sehingga terjadi jurang pemisah antara si kaya dan si kaya. Dan kondisi ini kemudian memunculkan banyak orang tua mahasiswa kemudian tidak memiliki keuangan yang sehat untuk membiayai pendidikan anaknya.
Disisi lain, ternyata situasi ini di atas memunculkan adanya lembaga-lembaga yang memberikan pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa yang mengalami kesulitan membayar uang kuliah atau keperluan lain yang berhubungan dengan perkuliahan, seperti Cicil, Pintek, KoinPinter, Danacita, dan lain-lain serta bank BRI dengan nama Briguna Pendidikan.
Sepintas lalu pinjol ini sepertinya merupakan solusi bagi mahasiswa namun bagi seorang muslim transaksi pinjol atau pinjam-meminjam ini tidak bisa hanya dipandang sebatas terpenuhinya atau terselesaikannya keperluan keuangan mahasiswa namun lebih jauh kita harus mengetahui bagaimana status hukum akad dari transaksi-transaksi pinjol ini. Karena di dalam Islam pinjam-meminjam itu termasuk dalam akad tabaru’ah atau akad tolong-menolong sehingga dalam transaksinya tidak boleh ada mengambil keuntungan atau pengembalian lebih atau bunga serta jika peminjam tidak mampu mengembalikan pinjamannya tepat pada waktunya, juga tidak boleh kemudian dikenakan denda.
Dari fakta-fakta transaksi yang ada, ternyata transaksi pinjol ini memang menetapkan bunga dalam pengembaliannya. Maka dengan demikian dapat disimpulkan pinjol mengandung unsur riba. Dari sini dapat dipastikan secara syar’i bahwa keberadaan pinjol untuk membantu mahasiswa ini bukanlah sebuah solusi tetapi ini adalah sebuah transaksi yang dilarang dalam ajaran Islam karena riba hukumnya haram dan dosanya sangat mengerikan. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda :
“Riba itu mempunyai 73 pintu dosa, sedangkan yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibu kandungnya’ (HR. Ibn Majah, Al Hakim dan Al Baihaqi). Dan di dalam hadist yang lain Rasulullah Saw juga bersabda : “Barang siapa memakan satu dirham riba, maka dia seperti berzina 33 kali. Dan barang siapa dalam dagingnya tumbuh dari yang haram, maka neraka lebih pantas untuknya” (HR. Ath Thabrani)
Bahkan Allah akan mengancam orang yang tidak bertobat dari mengambil riba dengan ancaman akan kekal di neraka sesuai dengan firman Allah Swt :
مَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Orang yang kembali (mengambil iba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” (TQS Surah Albaqarah [2] : 275
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pinjol yang dianggap sebagai solusi untuk mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi bukanlah sebuah solusi nyata tetapi pinjol bahkan menjadi bencana untuk mahasiswa, karena secara fakta mahasiswa belum memiliki pekerjaan sehingga darimana mereka akan mencicil pinjol mereka.
Coba kita bayangkan jika seorang mahasiswa yang memiliki pinjol dan kemudian tidak mampu mencicil alias menunggak, apa yang terjadi?. Bisa jadi dia akan dicari-cari oleh debt collector (penagih utang). Dan bila ini terjadi, memungkin dia tidak berani datang ke kampusnya untuk kuliah karena ada kemungkinan debt colletor (penagih utang) menunggunya di pintu masuk kampus. Kalau begitu pinjol ini alih-alih menyelesaikan masalah tetapi justru menambah masalah. Dan dari sisi agama Islam pinjol ini telah menimbulkan dosa riba yang sangat mengerikan dan besar karena ancaman bagi pelakunya sangat berat yaitu bisa menjadi penghuni neraka dan kekal.
Fakta ini menunjukkan bahwa perekonomian dengan sistem kapitalis telah gagal memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya padahal sumber daya alam kita melimpah ruah tetapi kepemilikannya dikuasai oleh swasta dan/ atau oligarki. Sehingga pemerintah tidak memiliki keuangan yang baik dan sehat untuk membangun sistem pendidikan yang murah bahkan gratis.
Lalu adakah solusinya? tentu ada, yaitu penerapan sistem Islam kaffah. Dalam sistem Islam tidak hanya pendidikan yang gratis tetapi kesehatan juga gratis serta keamanan seluruh rakyat terjamin. Maka tidak ada cara lain buat mahasiswa Islam, agar supaya kehidupannya selamat di dunia (tidak dikerja-kejar penagih utang) dan selamat di akhirat (karena pinjol adalah riba), kecuali segera menerapkan Islam kaffah di dalam kehidupannya dengan sistem khilafah.
Oleh : Achmad Darlan bin Juhri
Konsultan Bisnis Syariah