Ilusi Berantas Judol dalam Sistem Sekuler Kapitalisme
Tinta Media - Awal November 2024, Polda Metro Jaya melakukan penangkapan terhadap pelaku judi online (judol) yang melibatkan 16 tersangka. Mirisnya, di antara mereka ada sejumlah oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dan juga rakyat biasa. (Beritasatu.com)
Indonesia merupakan negeri muslim terbesar di dunia. Sungguh memalukan juga memilukan ketika negeri ini menjadi "surga" bagi perjudian. Pemberantasan judol hanya menjadi ilusi belaka ketika para aparatur negara malah memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya.
Walaupun negeri ini mayoritas muslim, tetapi sistem kehidupan yang diterapkan adalah sekuler. Terkuaknya kasus judol ini menunjukkan betapa sistem sekuler ini rusak hingga berdampak pada generasi muda, baik sebagai pelaku atau pun penikmat judi.
Sekulerisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan) merupakan asas sistem demokrasi kapitalisme yang meniscayakan paradigma hidup rusak dan merusak. Judi dan judol merupakan lingkaran setan. Teknologi saat ini ibarat pisau bermata dua. Manusia menyalahgunakannya akibat paradigma kehidupan serba bebas. Apa pun boleh dilakukan, yang penting menguntungkan. Hal ini yang menjerat dan merusak masyarakat akibat jauhnya dari hukum syari'at.
Masyarakat menghalalkan segala cara dalam mendapatkan kekayaan sehingga pemberantasan judol makin jauh dari harapan. Dalam sistem sekuler kapitalis yang berlandaskan asas manfaat, ketika suatu perbuatan menghasilkan keuntungan atau manfaat, maka hal itu sah-sah saja untuk diambil tanpa melihat standar halal atau haram.
Di Indonesia, ada aturan hukum yang mengatur judi. Ada KUHP baru atau UU 1/2023. Mengenai sanksi bagi pelaku judol secara spesifik diatur dalam UU ITE (UU 1/2024). Namun, pemerintah lamban dalam bekerja, hingga dibentuk satuan tugas pemberantasan judi online yang dibentuk oleh Presiden Jokowi dengan diberlakukannya Keppres 21/2024 pada 14 Juni 2024.
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto bertanggung jawab memimpin satgas ini. Lalu dilanjutkan saat ini era Presiden Prabowo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan Kabareskrim Polri membentuk Satgas Penanggulangan Perjudian Online. Instruksi ini berlaku hingga tingkat Polda untuk menangani segala bentuk praktik judol.
Namun, pada kenyataannya sanksi dalam hukum positif di Indonesia tidak membuat jera bagi pelaku judi. Sebagai bukti, sejak beberapa tahun yang lalu judol tidak pernah berhenti, padahal di berbagai kalangan sudah menimbulkan kerusakan generasi dan ekonomi masyarakat.
Meskipun ada gerak cepat dari upaya presiden baru dalam rangka memberantas judol, tetapi upaya ini tidak lepas dari pencitraan dalam 100 hari pemerintahan. Sebab, kasus judol realitasnya memiliki efek domino yang meluas, bukan hanya di kementrian atau pejabat tertentu saja.
Hukuman penjara juga tidak membuat efek jera bagi pelaku judi. Justru di dalam penjara mereka makin canggih "belajar" dari sesama napi dalam berbuat kriminal. Sehingga, banyak mantan napi semakin jahat ketika keluar dari penjara. Begitu juga untuk pidana denda, bisa langsung beres ketika denda sudah dibayar lunas.
Berbanding terbalik ketika sistem Islam diterapkan. Dalam Islam, judi merupakan aktivitas haram sehingga sistem Islam akan menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar, yaitu metakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas oleh negara dan membuat efek jera bagi pelakunya.
Dalam sistem Islam, pendidikan Islam meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam sehingga terbentuk sumber daya manusia yang amanah, juga taat kepada aturan Allah Swt. Pendidikan Islam juga membentuk masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi mungkar.
Negara Islam juga berperan mengedukasi masyarakat melalui berbagai jenjang sistem pendidikan, baik formal atau informal. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan generasi yang memiliki kepribadian Islam, paham syariat Islam, dan selalu menyibukkan diri dengan ketaatan sehingga tidak akan terlintas keharaman dan kemaksiatan dalam memikirkan cara mencari kebahagian, tetapi dengan mencari rida Allah Swt.
Negara Islam akan memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk beraktivitas ekonomi secara halal. Penguasa akan mengatur penggunaan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas keharaman seperti judi dan judol.
Penguasa negera Islam akan menerapkan sistem sanksi bagi pelaku judi yang bersifat mencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Sanksi takzir (hukuman atas tindakan pidana yang sanksinya ditentukan oleh ijtihad penguasa negara Islam) diberlakukan untuk tindak pidana perjudian dalam Islam.
Hal ini akan terjadi bila kita menerapkan syariat Islam dalam bingkai daulah Islam. Wallahu'alam bishshawwab.
Oleh: Rosi Kuriyah
(Muslimah Peduli Umat )