Tinta Media: berantas
Tampilkan postingan dengan label berantas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label berantas. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 November 2024

Ilusi Berantas Judol dalam Sistem Sekuler Kapitalisme


Tinta Media - Awal November 2024, Polda Metro Jaya melakukan penangkapan terhadap pelaku judi online (judol) yang melibatkan 16 tersangka. Mirisnya, di antara mereka ada sejumlah oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dan juga rakyat biasa. (Beritasatu.com)

Indonesia merupakan negeri muslim terbesar di dunia. Sungguh memalukan juga memilukan ketika negeri ini menjadi "surga" bagi perjudian. Pemberantasan judol hanya menjadi ilusi belaka ketika para aparatur negara malah memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya.

Walaupun negeri ini mayoritas muslim, tetapi sistem kehidupan yang diterapkan adalah sekuler. Terkuaknya kasus judol ini menunjukkan betapa sistem sekuler ini rusak hingga berdampak pada generasi muda, baik sebagai pelaku atau pun penikmat judi.

Sekulerisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan) merupakan asas sistem demokrasi kapitalisme yang meniscayakan paradigma hidup rusak dan merusak. Judi dan judol merupakan lingkaran setan. Teknologi saat ini ibarat pisau bermata dua. Manusia menyalahgunakannya akibat paradigma kehidupan serba bebas. Apa pun boleh dilakukan, yang penting menguntungkan. Hal ini yang menjerat dan merusak masyarakat akibat jauhnya dari hukum syari'at.

Masyarakat menghalalkan segala cara dalam mendapatkan kekayaan sehingga pemberantasan judol makin jauh dari harapan. Dalam sistem sekuler kapitalis yang berlandaskan asas manfaat, ketika suatu perbuatan menghasilkan keuntungan atau manfaat, maka hal itu sah-sah saja untuk diambil tanpa melihat standar halal atau haram. 

Di Indonesia, ada aturan hukum yang mengatur judi. Ada KUHP baru atau UU 1/2023. Mengenai sanksi bagi pelaku judol secara spesifik diatur dalam UU ITE (UU 1/2024). Namun, pemerintah lamban dalam bekerja, hingga dibentuk satuan tugas pemberantasan judi online yang dibentuk oleh Presiden Jokowi dengan diberlakukannya Keppres 21/2024 pada 14 Juni 2024.

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto bertanggung jawab memimpin satgas ini. Lalu dilanjutkan saat ini era Presiden Prabowo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan Kabareskrim Polri membentuk Satgas Penanggulangan Perjudian Online. Instruksi ini berlaku hingga tingkat Polda untuk menangani segala bentuk praktik judol. 

Namun, pada kenyataannya sanksi dalam hukum positif di Indonesia tidak membuat jera bagi pelaku judi. Sebagai bukti, sejak beberapa tahun yang lalu judol tidak pernah berhenti, padahal di berbagai kalangan sudah menimbulkan kerusakan generasi dan ekonomi masyarakat.

Meskipun ada gerak cepat dari upaya presiden baru dalam rangka memberantas judol, tetapi upaya ini tidak lepas dari pencitraan dalam 100 hari pemerintahan. Sebab, kasus judol realitasnya memiliki efek domino yang meluas, bukan hanya di kementrian atau pejabat tertentu saja.

Hukuman penjara juga tidak membuat efek jera bagi pelaku judi. Justru di dalam penjara mereka makin canggih "belajar" dari sesama napi dalam berbuat kriminal. Sehingga, banyak mantan napi semakin jahat ketika keluar dari penjara. Begitu juga untuk pidana denda, bisa langsung beres ketika denda sudah dibayar lunas.

Berbanding terbalik ketika sistem Islam diterapkan. Dalam Islam, judi merupakan aktivitas haram sehingga sistem Islam akan menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar, yaitu metakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penerapan sistem hukum yang tegas oleh negara dan membuat efek jera bagi pelakunya.

Dalam sistem Islam, pendidikan Islam meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam sehingga terbentuk sumber daya manusia yang amanah, juga taat kepada aturan Allah Swt. Pendidikan Islam juga membentuk masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi mungkar.

Negara Islam juga berperan mengedukasi masyarakat melalui berbagai jenjang sistem pendidikan, baik formal atau informal. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan generasi yang memiliki kepribadian Islam, paham syariat Islam, dan selalu menyibukkan diri dengan ketaatan sehingga tidak akan terlintas keharaman dan kemaksiatan dalam memikirkan cara mencari kebahagian, tetapi dengan mencari rida Allah Swt.

Negara Islam akan memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk beraktivitas ekonomi secara halal. Penguasa akan mengatur penggunaan teknologi digital agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas keharaman seperti judi dan judol.

Penguasa negera Islam akan menerapkan sistem sanksi bagi pelaku judi yang bersifat mencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Sanksi takzir (hukuman atas tindakan pidana yang sanksinya ditentukan oleh ijtihad penguasa negara Islam) diberlakukan untuk tindak pidana perjudian dalam Islam.

Hal ini akan terjadi bila kita menerapkan syariat Islam dalam bingkai daulah Islam. Wallahu'alam bishshawwab.



Oleh: Rosi Kuriyah
(Muslimah Peduli Umat )

Sabtu, 18 Mei 2024

Berantas Kriminalitas dengan Sistem Islam



Tinta Media - Beruntun, dalam beberapa hari ini kasus pembunuhan sadis terus saja terjadi. Publik dikejutkan dengan berbagai macam kasus nirkemanusiaan ini. 

Kasus pembunuhan dalam koper di Bekasi dengan jasad wanita berinisial RM (50) adalah salah satunya. Korban pembunuhan ditemukan dalam sebuah koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Kamis (25/4) pagi. Setelah diusut, polisi lalu menetapkan Ahmad Arif (29) dan adik kandungnya, Aditya Tofik (21) sebagai tersangka pembunuhan. 

Dari pemeriksaan Arif, polisi mendapati fakta bahwa tersangka turut dibantu Aditya membuang jasad korban. Pembunuhan terjadi di salah satu Hotel di Bandung. Di sanalah korban bertemu pelaku, lalu dibunuh dan diambil uang 43 juta yang korban bawa (CNN Indonesia, 5/5/2024).

Lalu, kasus pembunuhan PSK di Bali. Seorang pria bernama Amrin Al-Rasyid Pane (20) membunuh perempuan yang merupakan Pekerja Seks Komersial (PSK) berinisial RA (23) di sebuah indekos di Jalan Bhineka Jati Jaya, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali pada Jumat (3/5) sekitar pukul 03.00 WITA. 

Di Temanggung, heboh di media sosial duel maut dua orang pria yang akhirnya menewaskan satu di antara mereka. 

Di Medan, seorang ayah membunuh anak tirinya dan dibantu oleh ibu kandung saat membuang mayat korban. 

Paling menggemparkan lagi ada di Ciamis. Seorang pria tega membunuh istrinya dengan cara memutilasi kemudian potongan tubuh korban dijajakan ke tetangga (CNN Indonesia, 10/5/2024).

Runtutan kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa kita hidup dalam sebuah sistem yang tidak baik-baik saja. Nyawa seseorang tidak dianggap berharga sehingga pembunuhan mudah sekali terjadi. Pemenuhan naluri pun benar-benar liberal dan sekuler tanpa mempedulikan kaidah baik yang ada.

Masyarakat saat ini hanya berfokus pada kepuasan jasmani dan materi yang didapatkan dengan cara apa pun.  Hal ini berpengaruh dalam pengendalian emosi. Ketika memiliki kehendak, ego individulah yang mengendalikan dirinya, bukan lagi akal dan jiwa yang sehat. 

Pengendalian emosi juga terkait dengan bagaimana pendidikan yang kita ampu. Pendidikan kini kehilangan marwahnya dan hanya bertujuan mencetak orang-orang yang berorientasi materi saja, sehingga terbitlah individu yang tamak, memaksakan kehendak, dan tidak bertanggung jawab. 

Tak heran, mudah sekali orang melakukan tindak kriminal tanpa peduli sanksinya. Sistem sanksi yang tidak menjerakan menjadikan kejahatan merajalela, bahkan memberikan contoh pada orang lain akan solusi yang akan dipilih. Suami membunuh istri, ayah membunuh anak, teman membunuh teman, orang yang tidak kenal saling membunuh, berzina, penggelapan uang, melakukan riba, inilah kenyataan masyarakat yang kita hadapi. 

Bagaimana mencapai Indonesia emas 2045 kalau kualitas manusianya tidak ‘emas’ juga? Sungguh miris sekali.

Jika ada yang perlu diperbaiki, itu bukan hanya dari peraturan saja, bukan pula dari satu individu saja. Namun, ada baiknya ditarik akar permasalahan yang terjadi. 

Oleh karenanya, berantas kriminalitas  haruslah dengan perubahan sistem, yaitu dengan sistem Islam. Islam menetapkan tujuan hidup manusia untuk taat pada Allah dan terikat pada aturan-Nya. 

Allah berfirman dalam Qur’an surah adz-Dzariyat ayar 56 yang artinya, 

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”

Islam sangat mengecam pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena tanpa hak  Di dalam Al-Qur’an dikatakan,

“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS: al-Maidah: 32).

Membunuh satu orang berarti membunuh seluruh umat manusia. Sebab, setiap orang pasti mempunyai keluarga, anak dan cucu, serta menjadi anggota masyarakat. Membunuh seseorang secara tidak langsung akan merugikan keluarga, keturunan, dan masyarakat yang tinggal di sekitar orang tersebut. 

Oleh karena itu, Islam menempatkan pembunuhan sebagai dosa terbesar kedua setelah syirik (HR al-Bukhari dan Muslim). Kelak, si pembunuh akan mendapat balasan berupa neraka. (QS: al-Nisa': 93)

Islam bukan sekadar memiliki aturan untuk salat, tetapi semua hal berkaitan dengan kehidupan manusia. Sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam akan membentuk pribadi-pribadi mulia yang beriman kepada Allah Swt. dan beriman kepada hari akhir sehingga menjaga diri dari kemaksiatan atau kejahatan. 

Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas berdasarkan fiqih yang menjerakan sehingga mampu mencegah orang lain dalam melakukan sesuatu perbuatan. Penerapan syariat Islam telah terbukti melahirkan generasi-generasi emas selama 13 abad Islam ada dalam masa kejayaannya.


Oleh. Dyandra Verren
Alumnus Universitas Gunadarma

Jumat, 19 April 2024

Penerapan Sistem Islam, Berantas Miras dan Narkoba



Tinta Media - Berada di lingkungan yang nyaman dan aman adalah dambaan setiap orang, selain memberikan kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari, juga menjaga kekhusyukan dalam menjalankan ibadah. Hal ini yang sedang diupayakan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Bandung, Jawa Barat, yakni dengan melaksanakan operasi pekat dimulai dari tanggal 1 Maret hingga 31 Maret 2024.

Sebanyak 19.600 botol miras dan 94.500 butir obat ilegal berhasil dirazia dari para penjual kemudian dimusnahkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan kondusivitas menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Pemusnahan ini diharapkan mampu membuat efek jera kepada masyarakat, khususnya penjual yang nekat berjualan miras dan obat ilegal.

Dewasa ini, mendengar kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan miras sudah tidak asing di telinga, baik kasus kelas teri maupun kelas kakap. Salah satunya, kasus terhangat  yaitu jaringan gembong narkoba Fredy Pratama yang belum tertangkap sampai saat ini. Alasan ribetnya birokrasi karena berada di Thailand membuat pelakunya masih menghirup udara segar.

Bahkan, hingga November 2023, jumlah kasus pengguna narkoba di negeri ini mencapai 3,3 juta orang. Mulai dari masyarakat biasa, pejabat, selebritis, dan penegak hukum, semua turut serta dalam lingkaran setan ini. Banyaknya kasus yang terjadi membuktikan ketidakseriusan negara dalam menangani peredaran miras dan obat-obatan ilegal di tengah masyarakat dan masih menjadi PR besar pemerintah.

Harusnya negara menyadari bahwa dampak dari mengonsumsi miras dan penyalahgunaan obat-obatan bisa menjadi efek domino. Ini karena seseorang yang sudah berada dalam pengaruh alkohol atau miras dan obat-obatan akan hilang akal sehatnya sehingga rentan melakukan aksi kriminal lainnya.

Selain itu, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang dan miras oleh generasi muda akan berdampak pada terhambatnya kemajuan negeri ini, karena penggunaan barang haram tersebut akan merusak fisik dan psikis mereka. Bagaimana negara ini bisa maju, jika generasi penerus peradaban telah digerogoti tubuhnya oleh zat perusak syaraf.

Namun, inilah fakta yang terjadi saat ini. Buah busuk dari penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadikan negara abai dan melahirkan masyarakat yang rapuh, mudah terbawa arus, dan tidak punya pendirian dikarenakan jauh dari pemahaman akidah Islam. 

Sistem ini memisahkan agama (Islam) dari kehidupan dan negara, sehingga negara yang menerapkan sistem ini membebaskan setiap individu untuk berekspresi, berakidah, dan berekonomi. Alhasil, ketika aturan kehidupan diserahkan pada pemikiran akal manusia, maka yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan.

Kemudian, penerapan hukum yang tebang pilih dan tumpul ke atas tajam ke bawah oleh negara membuat peredaran miras dan obat-obatan terlarang akan terus berlangsung, karena yang dirazia oleh pemerintah adalah yang biasa dijual di warung-warung atau penjual kecil. Harusnya yang dimusnahkan adalah pabrik yang memproduksi miras dan obat-obatan terlarang.

Sehingga, realitasnya miras yang sudah mendapatkan izin dari negara (legal) seperti di tempat hiburan malam (klub malam), tempat karaoke, hotel berbintang, dan lain sebagainya, masih bisa diperjualbelikan. 

Inilah bukti bahwa sistem ini memberikan kemudahan pada siapa saja yang memiliki modal besar untuk berbisnis, sekalipun berjualan barang haram. Sistem yang berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi ini, membuat penguasa menjadi materialistis dan mengesampingkan keselamatan rakyat.

Oleh karena itu, kegiatan razia terhadap penjual miras dan obat-obatan ilegal bukanlah solusi yang solutif dan tidak akan mampu menghentikan peredarannya. Kalau memang betul-betul serius ingin memberantas peredarannya, negara harus membuat aturan tegas berupa larangan memproduksi dan memperjualbelikan miras dan obat-obatan terlarang, dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Artinya, selama negara masih menerapkan sistem sekuler kapitalisme, maka mustahil peredarannya bisa dihentikan.

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) yang aturannya sahih karena dibuat oleh Allah Swt. Aturan itu tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Setiap aktivitas manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua ada aturannya dan berlaku hingga akhir zaman.

Termasuk persoalan miras dan obat-obatan terlarang, jelas dalam Islam haram hukumnya, baik legal maupun ilegal. Sesuatu yang membawa dampak buruk bagi manusia dilarang oleh Allah Swt. 

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya,

"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Oleh sebab itu, dalam Islam, negara berkewajiban melindungi rakyat dari hal-hal yang membahayakan jiwa dan raga. Negara harus menjaga generasi penerus peradaban dari pengaruh miras dan obat-obatan terlarang. Negara paham betul bahwa generasi tangguh dan berakhlakul karimah mampu membangun peradaban emas.

Penerapan syariah secara kaffah oleh negara inilah yang membentengi masuknya pemahaman kafir barat. Seluruh aspek kehidupan diatur oleh Islam, mulai dari akidah, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Maka, akan terlahir masyarakat yang mempunyai idroksilabillah (kesadaran adanya hubungan manusia dengan Allah). Sehingga, setiap aktivitas yang dilakukan tidak keluar dari perintah dan larangan Allah Swt. Semua amal perbuatan dilakukan hanya mengharap rida Allah Swt.

Islam juga memiliki mekanisme dalam mencegah dan menangani peredaran miras dan obat-obatan terlarang. Di antaranya adalah melakukan edukasi fundamental dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, adanya pengontrolan masyarakat, saling beramar ma'ruf nahi mungkar, dan memberikan sanksi bagi pelanggar hukum dengan sanksi takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. Sanksinya bahkan bisa sampai pada hukuman mati.

Inilah solusi hakiki yang Islam hadirkan untuk mewujudkan kondusivitas di tengah masyarakat, bukan hanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri saja. Maka dari itu, kita akhiri kezaliman sistem kufur ini dengan menggantinya dengan sistem Islam. Wallahualam


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab