Pemerintahan Baru, Harapan Baru?
Tinta Media - Kabinet Merah Putih yang baru saja dilantik memiliki banyak program yang ingin dicapai dalam kurun waktu lima tahun. Rakyat siap menagih janji kampanye.
Dalam pidato pengantar sidang kabinet paripurna perdana, Presiden Prabowo mengemukakan beberapa poin yang perlu kita cermati, di antaranya:
Pertama, meyakini bahwa kepentingan nasional vital merupakan kemerdekaan dan keutuhan NKRI. Sesuai dengan jargon beliau, visi misi untuk NKRI adalah melanjutkan kepemimpinan rezim sebelumnya dengan persatuan yang kuat.
Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Negara yang merdeka identik dengan rakyat yang merasakan kemerdekaan dan kesejahteraan. Karena itu, pemerintah yang baru ini membentuk badan yang baru adalah badan percepatan pengentasan kemiskinan. Tugas dan fungsinya adalah mempelajari dan mengikuti semua program-program bantuan sosial ke golongan rakyat yang masih perlu bantuan intervensi.
Dalam hal ini, negara mencanangkan program swasembada pangan sebagai prioritas dasar. Karena situasi global, negara harus menjamin kemampuan memberi makan rakyat sendiri.
Realitasnya, program swasembada pangan melalui food estate rasanya mustahil. Ketika kita flashback, program ini dilaksanakan ketika Pak Prabowo ketika menjabat sebagai Menjadi Menteri Pertahanan Indonesia pada masa rezim sebelumnya. Program tersebut hasilnya bisa diketahui bersama, alias gagal.
Sebab, ribuan hektar lahan di Kalimantan Tengah untuk proyek food estate ditemukan terbengkalai, kemudian lahan yang sudah dibuka malah mangkrak dan tumbuh semak belukar. Ada juga yang berubah menjadi perkebunan sawit. Belum lagi para petani yang kuwalahan menanam padi di food estate tersebut, akibat beberapa kali gagal panen. Bahkan masih terngiang di ingatan kita, bahwa food estate berubah menjadi jagung yang ditanam di tanah polibag, dengan dalih tanah Kalimantan Tengah tidak cocok untuk padi karena merupakan tanah gambut
Jelas ini membuktikan bahwa program ini bersifat implusif, tetapi ambisius untuk dilanjutkan. Hal tersebut bisa menjadi reminder dan pembelajaran bersama,l bahwa program ini memang perlu dievaluasi secara menyeluruh.
Belum lagi dengan program swasembada energi mutlak, yang tidak boleh ragu-ragu dalam memanfaatkan SDA yang sangat melimpah. Sejatinya, kepercayaan publik sudah hilang, mengingat beragam SDA melimpah, dalam pengelolaannya dilimpahkan kepada swasta dengan asas keuntungan. Rakyat hanya mendapatkan impact negatif, seperti penggusuran lahan, gas air mata, polusi udara, pembebasan lahan dengan nominal kecil, bencana alam, dsb. Sedangkan swasta dan para pemilik modal mengantongi cuan.
Ada lagi program hilirisasi. Pemerintah beranggapan bahwa hilirisasi adalah kunci kemakmuran, karena sudah ada 26 komunitas proyek-proyek vital yang harus dihilirisasi segera.
Padahal, berdasarkan jejak digital masa lampau, hilirisasi yang sudah terjadi justru menguntungkan Cina, mengingat mayoritas tenaga kerja bersumber dari TKA Cina. Berdasarkan data Faisal Basri, seorang ekonom dan politikus, Indonesia hanya meraup keuntungan 10 persen, karena smelter dikuasai oleh Cina.
Jika pemerintah ingin melanjutkan hilirisasi industri, harusnya fokus pada hilirisasi SDA, seperti di sektor tambang, termasuk dalam pengelolaan nikel. Ketika pemerintah bisa menghasilkan nilai tambah dari ekspor bahan setengah jadi, tentu pendapatan negara akan meningkat. Langkah-langkah seperti ini merupakan poin mendasar dan utama untuk memperkuat cadangan devisa, serta mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Program selanjutnya adalah makan bergizi. Masalah serius dalam negeri memang stunting, gizi buruk, sehingga SDM rendah. Tentu program ini butuh dana banyak, mengingat negeri ini memang padat penduduk. Terlebih, sasarannya adalah seluruh anak sekolah, balita dengan usia di bawah lima tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Persoalan pemberian PMT di posyandu saja banyak bermasalah, tidak sesuai slogan dan ini belum diatasi dengan baik. Masih banyak kader yang memberikan makanan snack instan kepada bayi yang sudah mpasi. Sedangkan dr. Tan selalu memberikan edukasi menyoal makanan bernutrisi dan bergizi untuk buah hati.
Kesulitan mengatasi pangan diawali dari income yang masuk lebih kecil dibandingkan pengeluaran. Mengingat angka pengangguran makin tinggi. Wajar apabila banyak dijumpai makan murah asal perut kenyang. Alhasil, SDM berkualitas rendah. Anggaran besar untuk makan siang gratis akan efektif jika dialokasi untuk memberikan tunjangan gaji dan membuka lapangan pekerjaan, serta tidak melibatkan TKA dari mana pun.
Program selanjutnya berkaitan dengan kesehatan, yaitu mengatasi kekurangan dokter dan tenaga kesehatan. Problem selama ini sejatinya ada pada mekanisme, prosedur, dan sistem. Banyak sekali tunjangan seperti BPJS tidak bisa dimaksimalkan karena perbedaan pelayanan. Pasien mengalami intimidasi. Pelayanan utama hanya untuk kelas umum dan eksklusif sudah menjadi rahasia umum. Karena itu, rakyat berharap pemerintah memperbaiki sistem yang ada.
Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan prioritas yang sangat tinggi. Komitmen terhadap pendidikan di tahun 2025 sebesar 20 persen.
Langkah yang diambil dengan menyentuh semua generasi dengan menggunakan teknologi.
Namun, realitasnya teknologi hari ini tidak mewadahi upaya untuk mencerdaskan generasi.
Maraknya situs judol, iklan pinjol, pornografi, budaya Barat terus bergulir, berimbas pada rusaknya generasi sehingga menyebabkan pola pikir para pemuda rusak, seperti gejala doom spending, fomo, yolo, frugal living, minimalis. Mereka hilang arah karena akidah yang lemah.
Rakyat berharap negara bisa mewujudkan teknologi yang aman dan nyaman untuk seluruh masyarakat, tidak ada lagi situs-situs kriminal dan platform-platform yang menayangkan budaya asing yang jauh dari nilai dan moral.
Teknologi seharusnya didesain untuk kemaslahatan rakyat, mencerdaskan bangsa, memudahkan setiap individu untuk meng-install dan upgrade moralitas berbudi luhur, dan akidah mendasar.
Keempat, hadir dalam pergolakan atau interaksi dunia untuk membela kemerdekaan bangsa-bangsa.
Seharusnya, mendukung perdamaian dunia dilakukan dengan serius dan totalitas. Negara harus berani memberantas penjajah, mendukung Palestina. Realitasnya, kita hanya mencukupkan diri dengan mengecam, melakukan donasi, mengirimkan obat-obatan, boikot produk pro Isrewel, doa bersama, bahkan menyandarkan solusi kepada PBB.
Ini berbanding terbalik dengan AS yang serius mendukung Isrewel secara totalitas dan loyal, menyuplay senjata dan makanan.
Sejatinya, negeri ini membutuhkan perubahan dan persatuan. Namun memaknai perubahan tentu harus berpikir secara mendalam dan cemerlang. Artinya, memahami problematika kehidupan sekarang harus dengan mengetahui akar masalah, sehingga solusi yang ditawarkan tepat dan hakiki.
Jika dikaji lebih mendalam, beragam tindak kriminal yang menggurita bersumber dari birokrasi yang mengikat. Sejatinya, pemimpin negeri ini sudah mengakui bahwa birokrasi negeri ini ribet, lemah, dan mempersulit pelayanan untuk rakyat. Seharusnya, kita mengganti birokrasi yang ada, bukan malah memperkuat birokrasi yang rusak.
Berdasarkan dalil aqli dan naqli, terbukti bahwa rujukan yang paling tepat adalah Sang Khalik. Karena itu, saatnya kita wujudkan persatuan dengan menerapkan syari'at dalam bingkai khilafah.
Wallahu'alam bishawab.
Oleh: Novita Ratnasari, S. Ak.,
Sahabat Tinta Media.