Tinta Media: ancam
Tampilkan postingan dengan label ancam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ancam. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Maret 2024

Menag Terbitkan SE tentang Pengeras Suara di Masjid dan Mushola, Wahyudi: Aneh!



Tinta Media - Merespons Surat Edaran Menteri Agama No/SE/05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al Maroky, M.Si., mengatakan, aneh jika ada pemimpin yang justru tidak suka dengan tradisi masyarakatnya sendiri, memusuhi tradisinya sendiri, bahkan memusuhi ajaran agamanya sendiri. 

"Aneh kalau ada suatu pemimpin yang justru tidak suka dengan tradisi masyarakatnya sendiri dan memusuhi tradisinya sendiri bahkan memusuhi ajaran agamanya sendiri. Suatu keanehan yang luar biasa bahwa ini memang persoalan yang sangat serius yang ada di rezim saat ini," tuturnya dalam video Menag Ancam Kebhinekaan dan Ganggu Kesucian Bulan Ramadhan? Di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Sabtu (9/3/2024). 

Pada akhirnya, lanjut Wahyudi, masyarakat mempunyai penilaian bahwa rezim sekarang ini tidak suka terhadap Islam, atau fobia terhadap Islam, bahkan sampai pada level tidak suka terhadap Islam dan ajarannya termasuk ritual-ritualnya. Termasuk tradisinya tidak suka, bahkan benci sampai ke level membenci dan memusuhi sehingga membuat aturan-aturan yang tampak sekali menunjukkan ketidaksukaan itu terjadi. 

"Misalnya, masak takbir yang orang diperintahkan oleh Nabi semalaman kemudian diatur, takbirnya sampai jam 22:00 kemudian suruh takbir di dalam masjid, di dalam rumah masing-masing itu tidak ada syiarnya. Justru takbir itu dikumandangkan bergema di seluruh penjuru dunia. Itu perintahnya begitu, bukan sembunyi-sembunyi atau mengecilkan suara," imbuhnya. 

Kemudian Wahyudi menilai bahwasanya pemerintah hari ini, pertama tidak paham kehidupan bernegara yang berbhineka tunggal ika. Kedua, bisa tidak paham terhadap syiar Islam atau bahkan sampai sengaja di level tidak suka kepada syiar-syiar itu sampai pada level membenci. Itu merupakan urusan yang serius dan mengganggu kebahagiaan masyarakat. 

"Orang yang mau masuk Ramadhan dibuat seperti ini saya pikir tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ketika semua urusan tampak seolah-olah diatur-atur bahkan dikekang sampai kentara dibenci dan akhirnya dimusuhi," pungkasnya.[] Alfia Purwanti

Sabtu, 10 Februari 2024

Pesatnya Teknologi Informasi dan Komunikasi Ancam Tenaga Kerja Manusia



Tinta Media - Tulisan ini adalah salah satu bentuk kerisauan kami selaku mahasiswa yang selalu skeptis akan kondisi dunia kerja hari ini. Apalagi, sekarang dunia sudah mulai berbondong-bondong menggunakan mesin ketimbang manusia. 

Hari ini manusia sudah mengalami perubahan begitu pesat, mulai dari aktivitas di lingkungan keluarga sampai dunia kerja. Tak hanya itu, perubahan ini juga berdampak pada cara manusia bertindak dan menerima informasi. 

Revolusi industri 4.0 adalah suatu perubahan yang membuat manusia tidak lagi bekerja secara ekstra karena di perubahan kali ini, teknologi-teknologi canggih semakin gencar digunakan oleh para pelaku usaha dengan harapan lebih memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Akan tetapi, ada masalah yang cukup fundamental, yaitu terkait dengan ketenagakerjaan pada setiap sektor industri. Adanya peningkatan teknologi dalam menopang produktivitas suatu industri memang sangat membantu pelaku usaha dan juga para pekerja. Namun, seiring dengan peningkatan teknologi dan kecerdasan buatan ini, manusia dibuat semakin terpojok. 

Tentu ini adalah masalah yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dan pihak ke pemerintah.

Indonesia adalah negara yang sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakat jika mengacu pada UUD 1945 dan Pancasila. Namun, melihat data yang dikeluarkan oleh BPS dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 278,8 juta jiwa pada 2023. Yang mendapatkan lapangan pekerjaan sebanyak 147,71 juta orang. Angka pengangguran pada tahun 2023 berkisar 7,86 juta jiwa.

Memang ini adalah angka yang bisa dikatakan kecil. Akan tetapi, kita harus mengetahui bahwa Indonesia terbagi atas dua sektor pekerja, yakni pada sektor formal dan sektor informal. Survei yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2023 menunjukkan bahwa pekerja informal sebanyak 83,34 juta orang dan pekerja formal sebanyak 55,29 juta orang. 

Ketika melihat survei dari BPS ini, pekerja informal sangat mendominasi. Artinya ada pemangkasan pekerja pada sektor formal. Tentu ini tak lepas dari perkembangan industri 4.0 yang mengandalkan mesin dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan produktivitas pada sebuah perusahaan atau industri.

Beberapa tokoh seperti Tesla dan Space X, mereka berpendapat bahwa penggunaan mesin dalam suatu bidang perindustrian dapat bekerja lebih cepat dan juga dapat meningkatkan produktivitas. Biayanya juga lebih rendah daripada manusia. Ini yang membuat banyak industri lebih suka menggunakan tenaga mesin. Ini juga salah satu hal yang membuat pekerja formal di Indonesia jumlahnya sedikit dibandingkan dengan pekerja informal.

Ini adalah salah satu kerisauan para mahasiswa, karena setiap tahun, kampus-kampus mengeluarkan lulusan-lulusan sarjana dari berbagai jurusan, tetapi lapangan pekerjaan tidak dapat menampung mereka untuk bekerja di setiap bidang yang mereka minati. Maka, kami sangat berharap kepada pihak pemerintah agar dapat mengintervensi pelaku usaha dalam hal pemberdayaan pekerja manusia daripada mesin.


Oleh: Diki Wahyudi Iyabu
Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab