Jangan Jadikan Generasi Muda Kurang Ajar
Tinta Media - Hari Guru 2023 diperingati pada Sabtu (25/10/2023). Peringatannya untuk tahun ini mengusung tema “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar” (tirto.id, 13/11/2023)
Dari tema yang disampaikan lewat Pedoman Peringatan Hari Guru Nasional 2023 tersebut, kita dapat melihat kata “Merdeka” yang berkaitan dengan Kurikulum Merdeka. Adapun kurikulum ini dibuat untuk mewujudkan kemunculan SDM Unggul Indonesia yang mempunyai Profil Pelajar Pancasila. Dengan begitu, tema ini dapat dianggap relevan dengan kondisi pendidikan kita sekarang. Jika dilihat secara keseluruhan, tema itu mengibaratkan seluruh satuan pendidikan dan siswa-siswinya untuk “Bergerak Bersama” menyemarakkan kurikulum yang berlaku sekarang (tirto.id, 13/11/2023)
Tentunya niatan membuat kurikulum dengan konsep merdeka belajar bukan main-main, Kurikulum Merdeka diyakini akan membawa kebahagiaan belajar bagi peserta didik, di mana proses belajar lebih dinamis, tidak kaku seperti kurikulum sebelumnya, terutama dalam mengimplementasikan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang merupakan bentuk penerjemahan tujuan pendidikan nasional. Profil pelajar Pancasila terdiri dari enam dimensi, yaitu: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif (Muslimah News, 28/5/2023).
Namun pertanyaannya adalah, mampukah kurikulum merdeka belajar membentuk pribadi calon pemimpin bangsa, generasi muda, para pelajar, tidak kurang ajar?
Saat Asas Bukan Islam, Merdeka Belajar Ambyar
Saat sistem sekuler kapitalis masih diterapkan, imbas dari penerapannya tak luput dalam penerapan sistem pendidikan. Dalam sistem ini, kurikulum selalu berubah sesuai selera pasar dan arus global. Ketika dunia digital berkembang pesat, aspek digitalisasi pun memengaruhi. Namun apa pun itu, saat asas sekuler memengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang serta peluang pada proses penguasaan tsaqafah Islam dan pembentukan kepribadian Islam sebagai agama mayoritas yang ada di negeri ini, maka harapan mendapat generasi yang berkualitas beriman bertaqwa menjadi ambyar. Ditambah lagi kurikulum ini diterapkan sebagai solusi untuk menghadang intoleransi (sikap berpegang teguh dan menerapkan Islam dalam segala aspek kehidupan).
Sungguh, saat kurikulum ini berlanjut secara berkesinambungan, penghilangan identitas keislaman peserta didik semakin mewujud. Tak bisa dipungkiri, kondisi ini sejalan dengan misi deradikalisasi yang pada faktanya sejalan dengan arah sekularisasi, yaitu menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam Kaffah yang paripurna.
Sebuah kondisi yang kontradiktif. Jika kita detili secara mendasar, kita akan melihat bahwa strategi pendidikan dalam sistem kapitalisme sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Dalam Islam, pendidikan merupakan usaha optimal untuk mengubah manusia dengan ilmu tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan aturan Islam yang mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dibimbing dengan asas Aqidah Islam.
Alangkah wajar saat merdeka belajar digadang-gadang menghasilkan generasi yang mumpuni yang ada malah generasi yang tak tahu diri, tak punya adab, tak punya hati, berani menjadi sosok beringas bermental anarkis. Sebuah fakta yang nyata yang menunjukkan semakin ambyarnya dunia pendidikan saat ini.
Semakin tingginya ketidakberadaban generasi dalam dunia pendidikan, meniscayakan betapa buruknya asas yang mendasari sistem pendidikan saat ini dan betapa murahnya sebuah kemuliaan yang seharusnya terwujud dari produk pendidikan.
Urgensi Sistem Pendidikan Berasas Islam
Jika produk merdeka belajar telah menghasilkan produk kekurangajaran manusia (siswa/pelajar), ini menunjukkan betapa urgennya mengganti sistem pendidikan yang ada. Strategi yang telah direalisasi harus direparasi beralih pada strategi pendidikan yang bertujuan menciptakan sumber daya manusia yang berkepribadian Islami, yang pola pikir serta pola sikapnya berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan tentunya metode pendidikan dan pengajaran pun dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan akan dihindarkan. Sehingga pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer pengetahuan namun mampu mengubah sikap atau perilaku yang kurang ajar menjadi sikap dan perilaku yang penuh dengan ajaran mulia, yaitu ajaran Islam.
Dalam sistem pendidikan Islam, kurikulum dibangun dengan asas aqidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya pun disusun sesuai dengan asas itu. Konsekuensinya, untuk memahami tsaqafah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya memiliki porsi besar, sedangkan untuk ilmu-ilmu terapan diajarkan sesuai tingkat kebutuhan dan tidak terikat jenjang pendidikan tertentu. Walhasil, generasi yang akan terbentuk adalah generasi mumpuni dalam bidang ilmunya sekaligus memahami nilai-nilai Islam, serta berkepribadian Islam yang utuh, bukan sekadar menguasai cabang ilmu yang dipelajarinya namun produk generasi yang dihasilkan tak pernah lepas dari adab dan ilmu.
Oleh karena itu kaum muslimin jangan terjerembab dalam harapan semu kurikulum merdeka. Kaum muslimin harus cerdas dalam memahami sistem pendidikan yang hakiki. Selama kurikulum merdeka masih berbasis sekuler kapitalisme, tidak mungkin problematik umat terkait generasi termasuk di bidang pendidikan dapat diselesaikan. Harapan kaum muslimin harus beralih pada perubahan sistemik, hingga sistem pendidikan pun diatur dengan syariat Islam kaffah, bukan dengan sekularis kapitalis yang tak pernah selesaikan masalah. Wallaahu a'laam bisshawaab.
Salam ta'dzhim
Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty
Aktivis Muslimah Peduli Generasi