Tinta Media: alih
Tampilkan postingan dengan label alih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label alih. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Februari 2024

Pemkab Perketat Izin Alih Fungsi Lahan


Tinta Media - Masifnya pembangunan perumahan di kawasan Bandung Utara (KBU) yang terus bergeser ke wilayah atas menuju kawasan pertanian Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menjadi penyebab semakin luasnya lahan kritis. Ancaman bencana longsor pada musim penghujan menghantui Bandung Utara.

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat meminta pemerintah daerah memperketat izin alih fungsi lahan pertanian demi pasokan pangan. Ini sangat mengkhawatirkan karena terus menghabisi lahan-lahan pertanian produktif.

Terkait hal ini, Bupati Bandung Dadang Supriatna memberikan imbauan kepada pemerintah Tingkat ll agar tidak mudah memberikan izin pembangunan skala besar, terutama pembangunan rumah.

Arah pembangunan  yang kapitalistik menjadikan para pejabat mudah memberikan izin alih fungsi lahan. Pembiaran masifnya alih fungsi ini menunjukkan rendahnya keberpihakan pemerintah kepada sektor pertanian, padahal pertanian adalah sektor strategis dalam sebuah negara.

Pertanian merupakan kunci terwujudnya ketahanan dan kemandirian pangan, sedang ketahanan dan kemandirian pangan merupakan hal mutlak dalam mewujudkan kedaulatan negara. Jadi, upaya pengendalian alih fungsi lahan itu akan sia-sia selama sistem yang diterapkan adalah kapitalisme demokrasi, karena sistim ini akan terus memudahkan perizinan untuk memudahkan investasi. 

Artinya, novasi bagi pemilik modal untuk menggunakan lahan untuk pembangunan dilakukan demi mendapatkan keuntungan besar. Sementara, kerugian dan dampak buruk yang menimpa rakyat, khususnya perempuan dan anak, jauh lebih besar daripada keuntungan yang didapatkan. Ruang hidup mereka akan terancam karena pembangunan.

Dalam sistim kapitalisme saat ini, penguasa tersandera oleh kepentingan pemilik modal akibat sistem politik yang berbiaya tinggi. Negara hanya berperan sebagai regulator, abai dengan peran sebagai pelindung rakyat. 

Inilah akibat dari diabaikannya ketaatan pada pemilik asli dari tanah di muka bumi ini, yaitu Allah Swt., termasuk dalam mengatur kepemilikan dan pengelolaan tanah. Pengaturan ini harus diserahkan kepada aturan Islam. 

Negara dalam Islam adalah sebagai ra'in (pemelihara) dan junnah (perisai/pelindung) bagi rakyat. Semua individu rakyat berada dalam tanggung jawab negara yang berkewajiban menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu.

Kepemilikan lahan harus diatur berdasarkan syariat Islam. Lahan pertanian yang telah dikelola rakyat otomatis menjadi milik individu, bukan milik negara atau milik umum. Artinya, negara justru hadir melindungi kepemilikan rakyat.
Jika negara akan melakukan pembangunan, maka prinsip pembangunan bukan berdasarkan investasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat, seperti untuk jalan, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain. 

Jika dalam pembangunan harus mengambil lahan, maka harus ada keridaan dari pemilik lahan dan ganti untung yang adil.
Oleh karena itu, arah pembangunan dalam sistem Islam berorientasi pada kemaslahatan rakyat berdasarkan timbangan syariat. 

Negara akan mengatur secara ketat wilayah yang memiliki tanah subur sehingga cocok menjadi sentra pertanian, dan wilayah yang tanahnya cocok menjadi pemukiman, perindustrian, dan lain-lain. Semua akan diatur. Dengan demikian, tidak ada potensi tanah yang tersia-siakan.

Dalam sistem Islam, akan dibuat regulasi terkait tanah berdasarkan syariat Islam, sehingga tidak ada tanah yang menganggur. Misalnya adanya keharusan untuk mengelola tanah. Jika dalam tempo 3 tahun berturut-turut tanahnya menganggur, maka negara akan mengambil dan menyerahkannya kepada pihak yang bisa mengelola.

Sistem Islam juga akan merekrut para pejabat dan pegawai yang bertakwa sehingga tidak mudah disuap. Sistem Islam juga menerapkan sanksi bagi yang melanggar regulasi tanah. Sehingga, pada saat diterapkan Islam secara kaffah, sistem Islam akan menjadi yang terdepan dalam menyejahterakan rakyat.
Ketika sistem Islam tegak untuk kedua kalinya nanti, insya Allah kecemerlangan peradaban akan terwujud kembali, termasuk di negeri kita ini. Wallahua'alam bishshawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Senin, 12 Februari 2024

Perketat Izin Alih Fungsi Lahan


Tinta Media - Kawasan Bandung utara ( KBU) telah di tetapkan sebagai kawasan konservasi. Namun wilayah tersebut kini sudah semakin sempit karena pembangunan perumahan yang terus meluas, seperti di beritakan m.bisnis.com pembangunan perumahan yang masif di kawasan Bandung utara yang terus bergeser ke wilayah atas menuju kawasan pertanian Cimenyan, kabupaten Bandung Jawa Barat. (Jakarta, Senin 29/01/24) 

Himpunan kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat meminta agar pemerintah daerah memperketat ijin alih fungsi lahan pertanian, demi masa depan jaminan pasokan pangan. HKTI Jawa Barat menganggap kondisi alih fungsi lahan pertanian Jawa Barat sudah sangat mengkhawatirkan, yang terus menghabisi lahan pertanian produktif untuk keperluan pangan. 

Meskipun sudah banyak aturan, baik Perda KBU, Perda RUTR ataupun perpres yang di buat untuk menata dan menjaganya, namun pada kenyataannya  fungsi bisnis atau ekonomi lebih mengemuka dan mendominasi dibandingkan konservasinya. Bisa di lihat dari lahan pertanian di hampir setiap daerah pun sudah semakin sempit, bukan hanya terjadi di KBU saja namun di daerah lain pun lahan pertanian sudah hampir habis beralih fungsi menjadi ruang publik, seperti gedung dan sejumlah bangunan elite dan lainnya. 

Terbukti Perda sudah jelas menyebutkan 750M dpl (di atas permukaan laut) koefisiennya 80:20 , 80% RTH ( ruang terbuka hijau) 20% bangunan, yang berarti koefisien bangunannya cuma di toleransi 20%. Namun kenyataannya ijin pembangunan perumahan ataupun kawasan wisata dengan mudah diberikan. Lalu Perda itu untuk siapa? 

Padahal himpunan kerukunan tani Indonesia sudah meminta agar pemerintah daerah memperketat izin alih fungsi lahan pertanian, karena lahan pertanian sudah sangat mengkhawatirkan, yang terus menghabisi lahan-lahan pertanian produktif untuk keperluan pangan. Ini pun perlu di tinjau ulang, sebab menjadikan kawasan pertanian yang di tanami sayuran yang tidak memiliki akar yang kuat juga tidaklah tepat. 

Apakah permintaan perijinan di perketat ini diajukan karena di rasa kawasan Bandung utara sudah tidak lagi mendatangkan manfaat, seperti untuk mengembangkan usaha sang pejabat? Karena selama ini pemilik modal (kapitalis) yang memiliki modal yang besar untuk menanami lahan pertanian dengan bahan pangan ataupun di jadikan agro wisata. 

Yang pasti sudah terbukti terjadinya longsor dan banjir bandang yang terjadi di kawasan konservasi menjadi kawasan pemukiman, juga menjadi lahan bisnis, dan juga tempat wisata. 

Inilah bukti jika aturan manusia yang di terapkan  bukan hanya akan menimbulkan masalah, namun akan berdampak pada sesuatu yang lebih parah lagi, karena sudah menepikan aturan sang Pencipta. 

Berbeda dengan sistem Islam, Islam mempunyai aturan tersendiri dalam mengelola lahan, baik itu untuk pertanian, pemukiman dan juga hutan yang harus di lestarikan, karena itu menyangkut hajat hidup manusia yang harus terpenuhi dan sangat penting untuk keberlangsungan makhluk hidup. 

Maka Islam mempunyai mekanisme yang baik dalam pengelolaan lahan, di antaranya, penempatan lahan pertanian sawah dengan dataran rendah yang tercukupi pengairannya, baik itu dari irigasi ataupun mengandalkan air hujan, lahan pertanian kebutuhan pangan, dengan lahan kaki gunung, juga hutan yang tetap dikelola sebagai penopang resapan air agar tidak terjadi banjir. 

Itulah tata kelola lahan pertanian di dalam IsIam, dan mengacu pada penjagaan lingkungan hidup sebagai wujud keimanan dan ketakwaan kepada sang pemilik bumi dan segala isinya yang di peruntukan untuk kelestarian makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. 
Wallahu'alam

Oleh : Ummu Ghifa 
Sahabat Tinta Media 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab