Tinta Media: akibat
Tampilkan postingan dengan label akibat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label akibat. Tampilkan semua postingan

Senin, 29 Januari 2024

Bencana Datang Berganti Akibat Hutan Di Alih Fungsi



Tinta Media - Indonesia di sebut sebagai paru-paru dunia, dengan berbagai keragaman flora dan fauna yang hidup dan tumbuh dengan baik di dalam hutan. Banyaknya jumlah hutan lindung dan beriklim tropis menjadi nilai lebih Indonesia dari negara lain. Namun sayangnya jumlah hutan di Indonesia kini semakin berkurang, lahan yang awalnya berisikan pepohonan dan berbagai macam tanaman kini beralih fungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, bahkan di jadikan objek wisata.

Dalam laman CNN Indonesia (12/01/2024) - Catatan Akhir Tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Region Sumatera menunjukkan Riau mengalami deforestasi hutan sebanyak 20.698 hektare selama tahun 2023. Direktur Eksekutif Walhi Riau, Boy Jerry Even Sembiring, mengatakan bahwa angka ini lebih luas dibandingkan dengan kondisi 5 tahun terakhir.

Pada tahun 2023 hutan di Riau hanya tersisa 1.377.884 ha, sebab kurang lebih 57% daratan di Riau telah di jadikan Investasi. Tercatat pemerintah memberikan perizinan kepada 273 perusahaan kelapa sawit, 55 hutan tanaman industri, 2 hak pengusahaan hutan, dan 19 pertambangan. Walhi juga mencatat luas kebun kelapa sawit di Riau yang berada dalam kawasan hutan seluas 1,8 juta hektar. Boy menilai bahwa perizinan ini di dukung dan di fasilitasi oleh UU nomor 6 tentang Cipta kerja, sehingga bisa menjadikan kawasan hutan sebagai lahan perkebunan.

Sistem Kapitalis Yang Mengutamakan Keuntungan 

Hilangnya hutan tentu akan menimbulkan sejumlah bencana yang akan berulang, selama hutan belum berfungsi sebagai mana semestinya maka, banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya akan terus terjadi, hal ini pasti akan menimbulkan kerugian yang besar bagi masyarakat, terutama kawasan yang sudah menjadi langganan bencana. Masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih, tidak bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasa, pembelajaran sekolah di liburkan, serta rentan terkena penyakit.

Penguasa yang sudah berulang kali menghadapi problematika ini harusnya tahu bahwa tidak ada solusi lain kecuali mengembalikan fungsi hutan seperti sedia kala. Namun mereka seakan menutup mata dengan kesulitan dan kerugian yang dialami masyarakat. Beginilah wajah asli kapitalisme yang tamak dan rakus, alih fungsi lahan seperti ini tentu menghasilkan keuntungan yang besar, bahkan demi kepentingan, mereka bisa membuat kebijakan yang juga bernilai cuan walaupun di tentang banyak orang. Ini merupakan hasil dari penerapan sistem demokrasi, yang mengutamakan kepentingan dan keuntungan dari para pemilik modal.

Islam Mengelola Lahan dan Hutan

Negara Islam menggunakan syariat Islam sebagai sumber hukum. Sebab Allah Swt sebagai pencipta tentu lebih mengerti tentang ciptaannya. Hukum buatan manusia sudah jelas dan terbukti hanya menimbulkan kerugian dan kesengsaraan, sebab hukum di buat berdasarkan kepentingan, dan keuntungan sehingga bisa berubah sesuai dengan keinginan pembuatnya. Berbeda dengan hukum Islam yang adil dan tidak merugikan manusia.

Pemimpin dalam Islam disebut Khalifah, yang bertugas sebagai pelayan umat, yang melindungi, menjamin dan memastikan segala macam kebutuhan umat terpenuhi. Khalifah tidak mengutamakan kepentingan dirinya atas masyarakat dan tidak pula membuat kebijakan yang akan memberikan dirinya banyak keuntungan.

Dalam Islam terdapat 3 sistem kepemilikan lahan, yaitu individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memperbolehkan individu memiliki dan mengolah lahan, baik untuk pertanian, perkebunan maupun perikanan. Sedangkan kepemilikan umum merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas, maka negara akan bertugas sebagai pengelola, dan keuntungannya akan di gunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Negara tidak akan memberikan izin untuk individu maupun swasta menguasai sumber daya alam ini.

Untuk kepemilikan negara, merupakan tanah tanpa pemilik atau yang tidak di urusi dan di olah selama 3 tahun, maka negara akan mengambil alih untuk di kelola dan di manfaatkan, hak kepemilikan juga akan hilang sebab di biarkan selama 3 tahun. Negara juga bisa memberikan lahan ini kepada orang yang membutuhkan dengan syarat harus di kelola dan di manfaatkan dengan benar.

Negara juga akan memberikan sanksi tegas terhadap pihak yang melanggar aturan, seperti penebangan hutan secara liar, membakar hutan untuk membuka lahan, atau segala hal yang akan menimbulkan kerugian pada masyarakat, maka akan di adili sesuai dengan syariat Islam. Dengan demikian kehidupan masyarakat menjadi lebih terjamin, hutan dan ekosistem alam juga tetap terjaga.

Khatimah

Syariat Islam sangat mengutamakan kemaslahatan umat, menjaga keseimbangan alam tanpa merusak atau merugikan pihak mana pun. Berbeda dengan sistem Kapitalis yang rela melakukan berbagai cara demi meraih kepentingan dan keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa peduli kerugian yang akan di alami masyarakat. Mari kembali pada sistem Islam menuju peradaban yang mulia dan gemilang.
Wallahu A'lam Bisshowab.

Oleh: Audin Putri 
(Aktivis Muslimah Pekanbaru)

Jumat, 24 November 2023

Pamong Institute: Persoalan Rempang Muncul Akibat Kebijakan Pusat


 
Tinta Media -- Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky menilai persoalan Rempang muncul akibat kebijakan pemerintah pusat.
 
“Persoalan Rempang muncul ketika kebijakan pemerintah pusat yang katanya demi meningkatkan kesejahteraan tapi fakta yang terjadi kesejahteraan belum tentu tercapai, yang pasti sudah dirasakan masyarakat adalah penggusuran, penindasan, intimidasi bahkan perampasan tanah yang mereka miliki, sehingga terjadilah penolakan,” ungkapnya di Bincang Perubahan: Negara Wajib Lindungi Pulau Rempang, melalui kanal  Youtube Bincang Perubahan, Selasa (14/11/2023).
 
Wahyudi lalu menandaskan bahwa persoalan itu muncul karena kebijakan dari negara yang tidak diformulasikan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat sebagaimana amanat konstitusi.
 
“Kalau amanat konstitusi itu kan minimal melindungi dulu. Kalau mereka sudah hidup di situ sekian ratus tahun seharusnya terlindungi keamanannya, terlindungi secara hukum, terlindungi secara legalitas, terlindungi kehidupan mereka sebagai nelayan. Konstitusi mewajibkan itu!” tukasnya.
 
Setelah melindungi, sambungnya, berikutnya mencerdaskan yaitu dengan dibangunkan sarana pendidikan.
“Setelah melindungi dan mencerdaskan selanjutnya menyejahterakan. Jika tiga hal ini yaitu melindungi, mencerdaskan dan menyejahterakan tidak dipenuhi berarti negara melanggar konstitusi atau mengkhianati konstitusi,” tukasnya.
 
Dan untuk menyejahterakan, terangnya, tidak harus dengan investasi. Ia mengungkap fakta  di tempat lain, investasi masuk tapi masyarakat lokal justru tergusur dan tidak bisa menikmati.
 
“Saya kasih contoh di Papua, setelah sekian lama PT Freeport hadir di situ, di pinggiran lereng gunung di sana masih ada orang yang busung lapar, masih ada orang stunting. Ini berarti masyarakat tidak menikmati kesejahteraan,” bebernya.
 
Hal itu dinilai oleh Wahyudi merupakan ciri pembangunan ekonomi kapitalis dengan konsep mendapat keuntungan besar dengan pengorbanan sekecil mungkin.
 
“Investasi yang model begini masyarakatnya sudah digusur, tidak dapat keamanan, tidak dapat kecerdasan, tidak dapat kesejahteraan. Ini yang saya bilang bahwa amanat konstitusi tidak dijalankan dengan baik,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab