Tinta Media: akhlak
Tampilkan postingan dengan label akhlak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label akhlak. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Oktober 2024

Kemampuan Digital Harus Diimbangi dengan Kemuliaan Akhlak


Tinta Media - Kemajuan teknologi yang saat ini sedang terjadi memberikan pengaruh signifikan terhadap berbagai aspek, mulai dari ekonomi, sosial budaya, keagamaan, industri, bahkan pendidikan. Dengan teknologi pula, manusia akan sangat dimudahkan dalam melakukan aktivitas. Namun, penggunaan teknologi digital ini harus diwaspadai juga karena tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi dampak negatifnya pun sangat membahayakan.

Di dunia pendidikan, teknologi digital semakin diminati, bahkan sekarang menjadi incaran para calon pelajar sekolah nenengah kejuruan. Mereka sadar bahwa di tengah era digital ini, yang dibutuhkan oleh dunia industri adalah para ahli digital. Besar harapan mereka, kelak bisa mengimplementasikan ilmu di dunia kerja dan mampu membawa kesejahteraan.

Terkait hal itu, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Regional 2 Jabotabek Jabar menyelenggarakan webinar bertajuk 'Kiat Sukses Wujudkan SMK Unggul'. Acara ini digelar sebagai bentuk komitmen peningkatan kualitas pendidikan kejuruan. 

Sebanyak 600 peserta dari sekolah-sekolah unggulan di Jakarta, Tasikmalaya, Kuningan, dan Ciamis hadir. Acara tersebut dihadiri pula oleh kepala sekolah, guru, hingga tim IT sekolah. 

Edi Kurniawan sebagai Executive Vice President Telkom Regional 2 menekankan pentingnya kesiapan lulusan SMK dalam menghadapi perubahan yang terjadi di industri, terutama yang dipicu oleh otomatisasi dan digitalisasi. Dengan upaya kolaborasi antara institusi pendidikan dengan industri, lulusan SMK akan lebih siap bersaing di pasar kerja berbasis teknologi.

Upaya Telkom dalam acara ini pada umumnya memiliki tujuan pengembangan daya SDM dalam bidang digital. Hal ini sangat realistis, apalagi Telkom adalah sebuah BUMN yang bergerak di bidang teknologi informasi dan komunikasi, mengembangkan usaha di ranah digital yang diminati oleh jutaan penduduk Indonesia, terutama Gen Z  menjadi lahan basah. Sehingga, upaya memunculkan ahli-ahli digital sangat penting dan menjadi kebutuhan.

Kemajuan teknologi yang begitu pesat, seperti salah satunya alat-alat komunikasi, televisi, mesin cuci, internet dan lain-lain sangatlah menguntungkan manusia. Akan tetapi, bagaimana teknologi ini digunakan, sepenuhnya adalah tanggung jawab manusia itu sendiri. 

Adakalanya teknologi memberi manfaat pada saat digunakan untuk hal yang baik dan tepat, contohnya, digunakan sebagai lahan dakwah. Namun, bisa saja teknologi ini merugikan dan mendatangkan dosa, manakala digunakan sebagai pemuas hawa nafsu dan kesenangan semata. Banyak fakta yang terjadi akibat penyalahgunaan teknologi digital, seperti pinjol merajalela, judi online, prostitusi online, dan banyak lagi kasus lainnya.

Banyaknya kasus akibat penyalahgunaan kemajuan teknologi digital adalah imbas dari penerapan sistem sekularisme liberalisme  di negeri ini. Sistem ini memberikan kebebasan kepada individu untuk beraktivitas tanpa menjadikan halal dan haram sebagai tolak ukur. Paham ini menganggap bahwa kebahagian manusia itu didapatkan dengan memenuhi kesenangan atau kepuasan secara pribadi. 

Aturan yang dibuat oleh penguasa pun mengabaikan banyak ketentuan syariah, dan hanya memikirkan asas manfaat saja. Akhirnya masyarakat bebas berselancar, menggunakan kemajuan teknologi secara liar. Walaupun ada sanksi hukum, dalam sistem sekulerisme liberalisme, hukum hanya menjadi macan kertas. Bahkan, hukum sering dipermainkan oleh aparat penegak hukum. Dalam hal ini, UU hanya akan dijadikan alat untuk memeras pelanggar hukum.

Maka dari itu, kemajuan teknologi digital harus diimbangi dengan kemuliaan akhlak individu dalam mengoperasikan dunia digital. Kalau tidak, kemajuan ini sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia. Karena, apabila perbuatan manusia tidak diatur dengan hukum syara. Maka, terjadilah seperti saat ini, kejahatan digital semakin merajalela. Sayangnya, keseriusan penguasa untuk melahirkan generasi yang ahli di bidang teknologi digital dan mampu bersaing di dunia industri, tak sebanding dengan keseriusannya menghadapi dampak buruk dari kemajuan era teknologi saat ini. 

Dalam kaca mata Islam, teknologi adalah bagian dari ilmu sains yang boleh digunakan. Justru Islam sangat mendukung umatnya untuk cerdas, melakukan penelitian, bereksperimen dalam bidang apapun, termasuk teknologi. Ini karena teknologi adalah bagian dari ayat-ayat Allah yang perlu kita gali kebenarannya.

Teknologi termasuk madaniyah 'am atau madaniyah umum, yaitu tidak ada sangkut pautnya dengan akidah. Contohnya adalah alat-alat komunikasi, mobil, motor, alat-alat canggih rumah tangga, internet dan lain sebagainya, maka hukumnya mubah atau boleh. 

Bedanya, dalam Islam, teknologi digital difokuskan untuk memperkuat proses dakwah, terutama dalam aktivitas jihad. Penyebaran Islam dan kehidupan Islam adalah harga mati yang harus diperjuangkan oleh  setiap yang menyakini Allah Swt. sebagai Sang Khaliq. 

Maka, sangat perlu untuk memajukan teknologi dalam rangka melaksanakan ketaatan.

Sistem pendidikan Islam di dalam negara khilafah mengintegrasikan ilmu agama (seperti fiqih, akidah, akhlak dan lain-lain) dengan ilmu duniawi (seperti sains, teknologi dan lain-lain). Ini bertujuan untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas urusan dunia, tetapi juga memahami ajaran agama yang kemudian diterapkan dalam setiap aspek kehidupan.

Pendidikan teknologi bagi generasi adalah menjadikan mereka bagian dari pelaksana aktivitas dakwah di masa yang akan datang. Tujuan mulia pendidikan Islam bagi generasi adalah melahirkan para ahli yang berdedikasi hanya pada sebuah negara dengan landasan yang benar, yakni syariat Islam. 

Hanya sebuah institusi negara yang berlandaskan pada kurikulum berbasis akidah Islam yang mampu memunculkan generasi handal dan berkarakter islami. Mereka akan berada di garda terdepan yang membantu umat manusia dalam memudahkan kehidupan dan benteng kejahatan digital. Hal itu hanya akan terwujud oleh negara Islam yang menerapkan Islam secara kaffah. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Neng Mae 
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 04 Juli 2024

Akhlak Anak Kian Terkikis Saat Ini

Tinta Media - Viral di Sosial Media seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabotan kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Hasil penyelidikan nyatanya pelakunya adalah dua anak kandungnya sendiri. "Sudah ditangkap. Pelaku ialah keluarga sendiri. Dua orang remaja putri berinisial P dan K." tutur Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicholas Ary Lilipaly saat di konfirmasi Minggu 23 Juni 2024. Kedua pelaku ditangkap di rumah kediaman korban yang tidak jauh dari TKP, yang masih berada di wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur. "Modusnya sakit hati terhadap korban karena pelaku memarahi korban akibat pelaku mencuri uang korban (ayah kandung) sendiri."

Anak-anak akhir zaman saat ini sangat jauh dari kata akhlak. Hal ini disebabkan oleh sekularisme dan liberalisme. Hingga sudah tidak asing lagi saat ini kasus pembunuhan ibu terhadap anak kandung, anak terhadap orang tua ataupun sesama saudara kandung. Mereka bebas melakukan apa pun tanpa ada hukuman yang berefek jera.

Pendidikan pun saat ini bukan menjadikan anak berakhlak, namun bahwasanya seperti yang sudah diketahui jika pendidikan era demokrasi sekarang lebih mengedepankan nilai akademik sedangkan akhlak dinomorsekiankan. Pelajaran agama pun di sekolah hanya 1 jam per minggu, guru hanya transfer ilmu dan mengesampingkan akhlak anak. Padahal ilmu akan dipahami oleh sang anak/murid ketika memiliki ilmu dan akhlak.

Dalam Pandangan Islam,

akhlak adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap hamba Allah ketika sedang melakukan aktivitas. Sifat ini berkaitan dengan yang dilakukan atau ditinggalkan oleh seseorang. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW pernah ditanya “Apa yang paling banyak mempengaruhi seseorang agar bisa masuk surga?” Beliau menjawab “Taqwa kepada Allah dan akhlak yang mulia." Menjadikan anak memiliki akhlak yang mulia salah satunya melalui pendidikan. Pendidikan pun bukan hanya tugas seorang guru saja di sekolah melainkan orangtuanya saat di rumah.

Perilaku anak tergantung pada pola pikirnya. Ketika anak sudah memahami bahwa pembunuhan adalah perbuatan haram, maka akan dijauhi oleh anak yang sudah paham. Standar halal haram pun akan benar-benar diperhatikan. Agar keadaan tersebut dapat terwujud tentunya aturan yang harus diterapkan adalah aturan dari Allah SWT melalui Al Qur'an dan As-Sunnah bukan yang lain. Dan aturan Allah SWT tersebut mustahil dapat diterapkan tanpa hadirnya sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Dan sistem Islam hanya dapat terwujud di bawah naungan Daulah Islam. Wallahu a'lam bish shawwab

Oleh: Ummu Arslan, Sahabat Tinta Media 

Minggu, 14 April 2024

Bullying Menjadi Parasit, Akhlak Makin Menyempit



Tinta Media - Akhir-akhir ini berita tentang bullying kembali marak terjadi. Sebagaimana diketahui, salah satu sekolah elite Binus School Serpong menjadi perbincangan publik setelah video perundungan siswanya viral di sosial media. Selain itu, terjadi pula perundungan pada anak perempuan di Batam, tepatnya di kawasan ruko belakang Lucky Plaza lantaran rebutan pacar. Masih banyak lagi kasus perundungan yang terjadi belakangan ini.  

Sungguh miris, nyatanya hari ini kasus bullying terjadi berulang kali seperti parasit yang menggerogoti moral pemuda. Menurut catatan Komnas Perlindungan Anak (PA), sepanjang 2023 terdapat 16.720 kasus perundungan yang menimpa anak-anak di bangku sekolah. (Kompas, 28/12/2023). 

Sementara itu, berdasarkan catatan FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) ada 30 kasus perundungan yang terjadi di satuan pendidikan sepanjang tahun. Retno Listyarti selaku Ketua Dewan Pakar FSGI mengatakan bahwa angka tersebut meningkat jika dibandingkan 2022 sebanyak 21 kasus.

Bagaimana nasib bangsa ini jika generasi kita justru lebih dekat dengan tindak kekerasan dan berhadapan dengan hukum? Tentu hal ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan, guru, orang tua, dan pemangku kebijakan.

Masalah Utama

Walaupun pemerintah telah berupaya mencegah perilaku bullying di lingkungan pendidikan, tetapi upaya tersebut belum cukup ampuh menangkal perilaku generasi yang kian brutal dan beringas. Kehidupan kapitalisme sekuler perlahan tetapi pasti telah menggiring generasi kita makin jauh dari profil mulia. Orientasi hidup mereka tidak lagi bersandar pada agama (Islam). Begitu pun dengan tujuan hidup, hanya untuk mencari kesenangan dunia belaka.

Walhasil, perilaku merundung pun menjadi habit yang membudaya. Misalnya, aksi perploncoan siswa senior terhadap junior seolah menjadi aktivitas “wajib” yang harus dilalui agar dapat diakui sebagai siswa sekolah tersebut. Begitulah dampak buruk penerapan sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang menjadi asas bagi kurikulum pendidikan hari ini. 

Sehingga, generasi menjadi labil, materialistis, hedonis, dan minus adab serta akhlak yang baik. Saking sekulernya, peserta didik dengan karakter dan kepribadian yang baik benar-benar langka dan minim jumlahnya.

Generasi kita sudah terlalu jauh melewati ambang batas perilaku jahat. Pengawasan sekolah dan orang tua yang minim menambah parahnya perilaku mereka. 

Begitu pula dengan negara yang hari ini gagal menjaga generasi dari budaya sekuler, seperti perzinaan, tawuran, pacaran, pergaulan bebas, perundungan, pamer sana sini, dan lain sebagainya. 

Di sisi lain, perangkat hukum dan regulasi yang ada nyatanya belum memiliki efek jera bagi pelaku sehingga membuat kriminalitas di lingkungan sekolah semakin meningkat.

Anak remaja menjadi pelaku kekerasan bahkan perundungan menggambarkan lemahnya pengasuhan orang tua terhadap anak. Perlahan tetapi pasti, fungsi pengasuhan oleh keluarga kini telah runtuh. Para orang tua saat ini sibuk bekerja untuk mengejar pundi-pundi uang. Ditambah lagi, tingginya biaya dan tekanan dalam hidup memaksa para orang tua fokus pada pekerjaan dan melalaikan tugasnya dalam mendidik dan mengasuh anak agar menjadi saleh dan salihah.

Selain itu, tren terjadinya perundungan juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan. Sekolah saat ini gagal mencetak anak didik yang bertanggung jawab nan mulia. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu, tempat yang aman, justru dipenuhi aksi perundungan, bahkan kekerasan. Dengan menerapkan pendidikan sekuler, anak dapat berbuat sesuka hati, termasuk melakukan perundungan. Toh, sanksi yang ada tidak menjerakan.

Bullying dalam Pandangan Islam

Faktanya, hari ini sekularisme telah gagal mewujudkan generasi yang berkepribadian baik. 

sementara, Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi sebuah pandangan hidup yang memiliki sejumlah tata cara dalam rangka melahirkan generasi cerdas dan bertakwa.

Pertama, negara Islam menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Dalam pendidikan, porsi agam Islam harus banyak dan berpengaruh, bukan sebagai mata pelajaran pelengkap semata dengan porsi sedikit. Tentu saja sistem pendidikan ini tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa sistem politik ekonomi yang berdasarkan syariat Islam. 

Dengan adanya politik ekonomi Islam, negara dapat membangun fasilitas yang unggul dan sarana yang terbaik sehingga dapat menunjang KBM di sekolah.

Kedua, yaitu kontrol dan pengawasan masyarakat. Pengawasan ini dilakukan dengan dakwah amar ma'ruf nahi mungkar. Apabila peran masyarakat berfungsi optimal, maka insyaallah tidak akan ada kemaksiatan. Masyarakat akan cepat tanggap ketika ada suatu peristiwa yang terjadi dilingkungannya karena masyarakat membiasakan diri untuk peduli dan saling menasihati.

Ketiga, tentu saja fungsi negara sebagai penjaga dan pelindung generasi muda dari segala macam bentuk kerusakan harus dijalankan secara totalitas, yaitu harus melarang segala hal yang merusak, seperti tontonan berbau sekuler dan liberal, menghentikan akses situs porno, dan lain sebagainya. Dalam Islam, negara tentu akan memberlakukan sanksi berdasarkan syariat Islam. 

Keempat, dalam Islam, negara akan memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku kejahatan. Pelaku bisa diberikan sanksi ketika ia sudah memasuki usia baligh karena mereka sudah tertaklif (terbebani) syariat Islam, bukan berdasarkan batas usia yang ditetapkan manusia. Padahal, salah satu penyebab munculnya generasi “kriminal” adalah penetapan label “anak di bawah umur” yang seolah menjadi dalih bahwa sanksi bisa ditangguhkan, disesuaikan, bahkan dikurangi.

Sungguh, dalam Islam, sudah seharusnya seorang anak diberikan pemahaman dan pendidikan bahwasanya setelah mencapai usia baligh, mereka akan menanggung segala konsekuensi akibat perbuatan yang mereka lakukan, termasuk jika menjadi pelaku perundungan atau kejahatan lainnya. Begitu juga halnya dengan orang tua. Mereka juga akan diberi sanksi karena gagal mendidik anak-anaknya dengan baik.

Begitulah, selama berabad-abad, sistem Islam mampu melindungi generasi dari kerusakan moral serta menekan angka kejahatan menjadi sangat minim. Wallahu a’lam bishawab.


Oleh: Dewi Yuli H
Sahabat Tinta Media

Senin, 18 Desember 2023

Rayakan Merdeka Belajar di Tengah Rusaknya Akhlak Pelajar


 

Tinta Media - Peringatan Hari Guru dirayakan setiap 25 November. Tema Hari Guru tahun 2023 lalu adalah “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar”. Namun, hal ini menjadi pertanyaan, mengingat realita yang terjadi pada generasi dengan berbagai masalah serius mulai dari kriminalitas, kesehatan mental, hingga tingginya angka bunuh diri.  

Kenyataanya, saat ini banyak berita yang menayangkan tentang bobroknya akhlak para pelajar terhadap guru dan orang tuanya sendiri. Mereka tidak memiliki rasa hormat. Dalam bersosialisasi di lingkungan pun perilaku generasi sekarang sangat merisaukan, sampai membuat gaduh di masyarakat dengan aksi-aksi kriminalitasnya. 

Tawuran kerap sekali terjadi di antara pelajar sambil membawa senjata tajam. Mereka tidak menunjukkan rasa takut terhadap hukum di negeri ini. Ini baru sedikit contoh kasus dari banyaknya kasus-kasus yang lain.  

Sungguh miris, rayakan merdeka belajar di tengah rusaknya akhlak pelajar. Namun, hal tersebut menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan saat ini tidak tepat dan bermasalah. Ini menegaskan bahwa kapitalisme tidak memiliki sistem yang membangun generasi berkualitas.  Bagaimana tidak, sistem kapitalisme hanya bertujuan agar generasi ke depannya bisa mendapatkan materi atau uang sebanyak banyaknya. Apalagi penerapan sekularisme di negeri ini yang memisahkan agama dari kehidupan, menambah pembentukan karakter yang jauh dari akhlak mulia.   

Lain halnya dengan sistem pendidikan dalam Islam. Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas yang berasaskan akidah dalam membentuk syakhsiyah islamiyyah atau berkepribadian Islam. Kepribadian terbentuk dari pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang keduanya itu terpancar dari pemahaman tentang hakikat hidup. Dengan demikian, jika ada seseorang yang kepribadiannya menyimpang atau menyalahi aturan, berarti ada yang salah dalam aqliyah dan nafsiyahnya. Ini disebabkan karena kesalahan pada prinsip hidup yang dia anut.  

Ditambah pula adanya keterpaduan tiga pilar, yaitu keluarga, masyarakat, dan negara akan menjamin keberhasilan membentuk generasi yang berkualitas. 

Pertama, peran keluarga. Allah memerintahkan kita untuk memelihara keluarga dari api neraka. Sebagaimana firman-Nya, 
 
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim [66]: 6)

Keterangan ayat Al-Quran ini mengisyaratkan bahwa pendidikan dalam keluarga sangat penting, terutama pendidikan agama. Pada anak, sedari kecil seharusnya sudah ditanamkan tentang akidah islamiyyah, dan diberi pemahaman tentang konsep hidup sesuai tuntunan syariat. Maka, hal itu akan menjadikan pola pikir dan pola sikap yang benar dan membentuk kepribadian Islam dalam dirinya.  

Kedua, peran masyarakat. Harus ada kepekaan atas apa yang terjadi di sekitar kita. Pemahaman masyarakat tentang syariat Islam secara keseluruhan pun sangat penting untuk membentuk generasi yang berkualitas. 

Ketika pemahaman dan pandangan masyarakat sudah sama, maka akan terwujud suasana amar ma’ruf nahi mungkar, tidak seperti kondisi saat ini yang acuh tak acuh ketika melihat generasi yang menyalahi syariat, dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang wajar.  

Ketiga, peran negara. Negara seharusnya menerapkan syariat Islam yang berasal dari aturan Allah Swt. Sang Pencipta. Tentu saja aturan ini akan membawa kebaikan untuk seluruh umat. Negara akan menerapkan kurikulum yang berlandaskan akidah Islamiyyah, tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi membetuk generasi beriman dan bertakwa. Negara bertanggung jawab atas generasi yang akan meneruskan perjuangan bangsa.  

Sudah saatnya negara menerapkan aturan Islam secara kaffah (keseluruhan). Allah Subhanahu wata'ala berfirman: 
 
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS al-Baqarah [2]: 208).

Hanya sistem Islam yang mampu membentuk generasi berkepribadian mulia. Ketika sistem Islam diterapkan, bukan hanya kebaikan untuk generasi saja yang akan didapatkan, tetapi juga seluruh umat dalam segala aspek kehidupan.


Oleh: Mustikawati Tamher, 
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok  
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab