Tinta Media: air bawah tanah
Tampilkan postingan dengan label air bawah tanah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label air bawah tanah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 Februari 2024

Air Bawah Tanah Terancam Menyusut, Ada Apa?

Tinta Media - Air merupakan sumber kehidupan. Tanpanya, makhluk hidup yang ada di muka bumi akan mati. Sebagai sumber kehidupan, tentu keberadaan air harus senantiasa dijaga. Lingkungan yang semakin rusak mengakibatkan ketersediaan air semakin menurun. Maka, ini akan berpotensi pada krisis air bagi masyarakat. 

Hal ini sebagaimana dilansir dari Jabar EKSPRES, bahwa ketersediaan air di bawah tanah semakin menurun karena maraknya pengambilan air tanah untuk kebutuhan industri, perusahaan minuman kemasan, bisnis properti, hingga pertambangan dan geotermal. 

Sebagaimana juga disampaikan Direktur Eksekutif Walhi Wahyudin Iwang, perluasan kawasan pemukiman tumbuh begitu pesat sehingga air diprivatisasi oleh perusahaan. Menurutnya, jika tidak dilakukan pembatasan oleh pemerintah, maka akan jadi ancaman bagi masyarakat. Dampaknya pun akan semakin memperburuk situasi air bawah tanah ketika terus dieksploitasi secara berlebihan.

Air bawah tanah bukan hanya menyusut lagi, melainkan akan habis akibat lingkungan rusak. Masyarakat tentu akan kesulitan memperoleh air bersih. Hal ini terjadi karena pemerintah membebaskan para pemilik modal mengeksploitasi air. Pemerintah yang seharusnya menjaga kelestarian air dan mengelolanya agar bisa dinikmati oleh masyarakat, tetapi justru memberikan keleluasaan pada para pengusaha hanya untuk kepentingan mereka meskipun harus mengabaikan rakyat. 

Dalam hal ini pemerintah tidak memberikan solusi ataupun menganalisis kenapa air bawah tanah semakin berkurang. Kalaupun ada analisis yang dilakukan, itu hanya sebatas melihat serta menghitung, berapa kubik atau volume air bawah tanah yang dieksploitasi besar-besaran setiap tahun oleh sektor industri, perumahan, perkantoran, dan lain-lain.

Tampaknya, pemerintah belum serius mencari solusi untuk menjaga lingkungan. Ini terbukti dengan tidak adanya transparansi data perizinan penggunaan air bawah tanah yang dikeluarkan. Perusahaan juga seolah dibiarkan.

Kemanfaatan dalam sistem kapitalisme sudah menjadi suatu keniscayaan, meskipun itu bukan milik mereka. Sumber daya alam seperti air seharusnya adalah milik umum yang hanya boleh dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, sumber daya alam justru diserahkan kepada pihak lain untuk dikelola hanya demi keuntungan semata, meskipun itu akan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Kekayaan milik rakyat secara umum dikelola untuk kesejahteraan masyarakat dengan pengelolaan secara mandiri oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara umum dan tidak diserahkan kepada investor seperti dalam sistem kapitalisme. 

Hadirnya penguasa merupakan pelaksana syariah Islam secara kaffah yang menjadikan khalifah memiliki karakter penuh kepedulian dan tanggung jawab. 

Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:

"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari).

Negara adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas jaminan pemenuhan kebutuhan hidup publik. Negara tidak berpose sebagai regulator dan menyerahkan tanggung jawab kepada pihak lain. Wallahu'alam bishshawab.

Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 28 Januari 2024

Air Bawah Tanah Menyusut, Dampak Tata Kelola Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Air merupakan salah satu elemen terpenting yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup di muka bumi ini. Tanpa air, manusia, tumbuhan, dan hewan tidak dapat bertahan hidup. 

Namun sayangnya, saat ini ketersediaan air bawah tanah mulai terancam menyusut karena maraknya privatisasi air oleh perusahaan untuk kepentingan komersial demi meraih keuntungan. Seperti di wilayah Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, salah satu perusahaan yang tergabung dalam Mayora Grup, PT. Tirta Fresindo Jaya diduga melakukan pengambilan air dengan sistem artesis secara berlebihan. 

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang, kondisi yang terjadi tidak hanya di Cicalengka, tetapi sejumlah daerah lain di Kabupaten Bandung pun mengalami hal yang sama. (kejakimpolnews.com, Rabu 17/01/24) 

Inilah dampak dari tata kelola dalam sistem kapitalisme yang rusak. Demi meraih keuntungan, perusahaan-perusahaan dengan mudahnya melakukan privatisasi air tanpa memperhatikan dampak yang terjadi terhadap lingkungan, seperti kekeringan, kelabilan tanah, dan lain sebagainya. 

Berbeda halnya dengan tata kelola di dalam Sistem Islam. Sumber daya alam dalam Islam adalah milik umum. Rasulullah SAW bersabda: 

اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ 

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." 
(HR. Abu Dawud dan Ahmad) 

Hadis di atas mengatakan bahwa kaum muslimin berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu karena merupakan milik bersama. Manfaatnya pun dirasakan bersama. 

Dalam Islam, negara berkewajiban mengelola harta milik umum, seperti air, tambang, dan lain sebagainya dan hasilnya dikembalikan secara gratis demi kesejahteraan rakyat. Sehingga, kebutuhan rakyat terpenuhi secara keseluruhan tanpa ada kekurangan sedikit pun. 

Maka dari itu, tidak ada sistem lain yang mampu memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada rakyat secara nyata, selain Sistem Islam. Wallahu'alam bishawab.


Oleh: Agustriany Suangga
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab