Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Makna Zuhud
Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat, Ustazah L. Nur Salamah kembali menjelaskan tentang makna zuhud pada pembahasan pasal pertama yang menyinggung kewajiban mempelajari ilmu kondisi yang masih merujuk pada Kitab Adab Ta'limu Al-Muta'alim Thoriqotu Ta'alum, Sabtu (25/02/2023) di Batam.
"Dikatakan kepada Muhammad bin Hasan Rahimahullah, 'Kenapa Anda tidak menulis kitab tentang zuhud?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya aku telah menulis kitab tentang jual beli.' Maksudnya, orang yang zuhud adalah orang yang menghindarkan diri dari perkara syubhat dan makruh," ungkapnya.
Kaitannya dengan ilmu kondisi, lanjutnya, bahwa yang namanya ilmu kondisi itu tidak sebatas pada ibadah mahda (ibadah yang ada syarat dan rukunnya) saja. Seperti fiqih salat, zakat, shaum, maupun haji. Namun, lebih dari itu termasuk dalam urusan jual beli dan kegiatan muamalah yang lainnya harus terikat kepada hukum syara'.
Bunda, sapaan akrabnya memberikan contoh tentang implementasi dari sikap zuhud. "Bersikap zuhud bukan berarti tidak boleh kaya atau berpakaian compang-camping, memakai sepeda engkol kemana-mana, dan lain sebagainya. Namun makna zuhud di sini berarti meninggalkan perkara syubhat (samar-samar/ abu-abu) dan makruh," tegasnya.
Islam tidak menghalangi seorang muslim untuk kaya, terangnya, termasuk memiliki harta. Hendak membeli helikopter sekalipun, bukan masalah, jika dia mampu, dan keberadaan helikopt itu semakin menjadikan dirinya taat kepada Allah. Termasuk membeli rumah yang luas dan besar dengan tujuan rumah tersebut dapat digunakan untuk kajian, atau membeli mobil yang diniatkan untuk bisa lebih banyak membantu orang lain, itu tidak menjadi masalah. Hal tersebut tidak bisa dikatakan tidak Zuhud.
Dalam pembahasan ini, Bunda juga mendekatkan dengan fakta jual beli yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada era modern saat ini. Misalnya sistem COD, sistem talang kurir dan kreditan. Hal-hal seperti ini wajib kita ketahui ilmu fiqihnya agar muamalah kita lebih berkah.
"Kita singgung sedikit sistem jual beli saat ini. Contohnya sistem COD atau bayar di tempat, sah saja jika bukan kurir yang menalangi. Namun, jika kurir yang menalangi biaya pembelian konsumen maka ini diharamkan, karena telah terjadi multi akad alias lebih dari satu akad," jelasnya.
Karena, imbuhnya, kurir yang seyogianya hanya mengambil upah dari pekerjaannya mengantarkan barang, ini bisa menjadi pembeli karena menalangi pembayaran terlebih dahulu. Begitu pun dengan sistem kredit. Hukum asalnya mubah atau boleh, yang diharamkan adalah ada riba di dalamnya, misalanya ada embel-embel di pertengahan jalan berupa denda atau penambahan harga. Akad seperti ini wajib dihindari.
Terakhir, ia menegaskan bahwa sikap zuhud tidak terbatas pada ibadah mahda saja, namun dalam seluruh amal perbuatan dalam seluruh aspek kehidupan.
"Begitu lah makna zuhud, tidak bisa diartikan secara sempit, atau wilayah ibadah saja. Namun lebih luas lagi dalam hal muamalah dalam seluruh aspek kehidupan harus bersikap zuhud," pungkasnya.[] Reni Adelina/Nai