Jumat, 04 Oktober 2024
Sabtu, 14 September 2024
Ketika Zina Merajalela Berbagai Penyakit Mendera
Tinta Media - Sama seperti diriku, wajah para peserta seminar itu menunjukkan keterkejutan luar biasa. Mereka begitu tercengang dengan penjelasan Bidan Rehni terkait berbagai penyakit akibat zina pada seminar “Selamatkan Generasi dari Perbuatan Zina” di ruang kelas salah satu sekolah Islam di Kabupaten Bandung 25 Agustus 2024 lalu.
Bagaimana tidak! tanpa disadari oleh masyarakat, perbuatan zina telah menyebabkan munculnya lebih dari 20 jenis penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang sebagian besarnya belum ditemukan obatnya.
Suara istighfar dari peserta yang hadir menggema di ruangan berukuran 5 x 20 meter itu saat Bidan Rehni menyebut satu persatu berbagai jenis penyakit infeksi menular seksual akibat zina.
“Ada kondiloma akuminata, penyebab kanker serviks, kanker penis, kanker anus, kanker rongga mulut, ada ulkus mole, herpes simpleks genitalis, hepatitis B dan C, limfogranuloma venereum, vaginitis, trikomoniasis, sarcoma-Kaposi, skabies, pedikulosis pubis, zika, ebola, monkey pox,” ungkap Bidan rehni menyebut berbagai penyakit itu.
Terlebih setelah ditayangkan gambar mengerikan dari tubuh-tubuh yang terserang penyakit itu, semakin membuka mata bahwa akibat zina memang mengerikan.
Peserta seminar juga dibikin tercengang saat dipaparkan data tahun 2010 yang merujuk dari ANTARA bahwa 62,7 % remaja SMP sudah tidak perawan, dan 21,2 persen remaja Indonesia pernah melakukan aborsi. Ditambah lagi data dari BKKBN 2023 bahwa 60 % remaja usia 16-17 tahun di Indonesia melakukan seks pranikah.
Bidan Rehni masih melanjutkan penjelasannya, zina yang dilarang oleh agama tetapi justru banyak dilanggar oleh remaja membuat Indonesia menduduki peringkat teratas jumlah orang terkena HIV/AIDS dibanding negara-negara ASEAN lainnya. "Tak ayal negeri dengan penduduk mayoritas Muslim ini kehilangan produktivitas," sedihnya.
Lebih menyedihkan lagi orang yang terkena HIV/AIDS justru di usia produktif. “Paling banyak kasus HIV/AIDS di kelompok umur 20 – 49 tahun yaitu sebesar 85,7 % yang merupakan usia produktif,” ucap Bidan Rehni dengan nada prihatin melihat kenyataan buruk usia produktif yang justru menjadi beban karena penyakit.
Hari sudah semakin siang, namun peserta tetap fokus menyimak jalannya seminar. Meski ruang memanjang, panitia mendesain posisi duduk peserta berada di sayap kiri dan kanan ruangan, sementara pembicara serta perangkat acara berada di tengah ruangan. Dengan desain seperti itu membuat peserta bisa fokus menyimak. Dibantu dengan dua layar besar yang dipasang di sisi kanan dan kiri pembicara, menambah kondusif pelaksanaan seminar.
Irmawati, SST. moderator di acara itu, menyapa peserta untuk lebih mengondusifkan suasana setelah Bidan Rehni selesai menyampaikan pemaparan. Tidak lupa, ia juga menyapa peserta yang ada di ruang zoom.
Sekitar 76 tokoh lintas profesi yang ada di ruangan itu, ditambah 32 peserta di zoom masih antusias menyimak paparan materi selanjutnya.
Mengawali penyampaiannya, Ustadzah Qory yang menjadi pembicara kedua di acara itu menyapa peserta dengan pertanyaan, “Ibu-Ibu, fakta yang dibeberkan oleh Bidan Rehni tadi sudah atau belum terjadi?”
“Sudaaah,” jawab peserta kompak.
Qory pun menjelaskan bahwa kondisi memprihatinkan anak-anak remaja yang terserang berbagai penyakit IMS inilah yang mendorong pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Ia melanjutkan penjelasannya, PP no 28/2024 antara lain dimaksudkan untuk memberikan informasi dan pelayanan kepada remaja terkait kesehatan reproduksi remaja melalui pemberian informasi dan pelayanan sehingga remaja mengenal alat reproduksinya.
“Dengan pengetahuan ini diharapkan remaja bisa menjaga diri sehingga terhindar dari penyakit IMS dan terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan,” ucap Qory mengungkap tujuan sebenarnya dari PP 28 itu.
Namun, ia menyesalkan, niat baik melindungi remaja ini tidak dibarengi dengan solusi yang benar sehingga alih-alih menyelesaikan masalah, yang terjadi justru masalah semakin parah.
“Landasan berpikir yang memunculkan aturan ini adalah landasan sekularisme, liberalisme dan HAM. Alih-alih melindungi remaja dari pergaulan bebas, yang ada, dengan aturan ini remaja seolah-olah diajarkan bagaimana pintar seks tetapi tidak berakibat pada kehamilan tidak diinginkan dan terhindar dari penyakit infeksi menular seks,” ujarnya sambil menarik nafas panjang membayangkan kerusakan remaja yang akan semakin parah jika aturan ini benar-benar diterapkan.
“Saat perlindungan negara lemah, masyarakat sekuler-liberal-hedonis, dibombardir rangsangan seksual, dibombardir pemikiran rusak, keluarga broken home, pendidikan agama minim, dakwah dipersekusi, ditambah PP 28/2024, akankah menyelamatkan generasi?” pancing Qory.
“Tidaaaak!” jawab peserta serentak dengan nada tinggi.
Qory lalu menandaskan bahwa pengesahan PP 28/2024 merupakan kebijakan rusak dan merusak, memperparah kerusakan yang ada, serta menunjukkan lemah dan rusaknya kualitas pemimpin dan pengambil kebijakan.
“Ibu-Ibu setuju dengan kesimpulan saya ini?” tanyanya kepada audien.
“Setuju!” jawab mereka.
Qory pun mengamini paparan Bidan Rehni bahwa zina merusak kesehatan dan menimbulkan berbagai macam penyakit dengan mengutip hadis Rasulullah saw. riwayat Ibnu Majah, “Tidaklah tampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.”
“Ibu-Ibu! Hadis ini sudah terbukti, bahwa ketika zina merajalela maka muncul berbagai macam penyakit sebagaimana pemaparan bidan Rehni tadi, bahwa ada lebih dari 20 macam infeksi menular seksual akibat perbuatan zina. Betuuul?” tukas Qory.
“Betuul,” jawab peserta.
Qory lalu mengajak peserta untuk merenungi bahwa isu kesehatan reproduksi yang ramai diperbincangkan saat ini bukan semata persoalan kesehatan atau saintifik, tetapi ada paradigma ideologi sekularisme-liberalisme-kapitalisme bahwa seks adalah hak asasi manusia.
Agar peserta mendapat gambaran solusi bagaimana mencegah zina yang sudah merajalela di kalangan remaja, ia meyakinkan kepada peserta bahwa generasi butuh solusi hakiki untuk menyelamatkan dari kehancuran, di mana solusi itu harus berasal dari Allah Swt., bersifat komprehensif dan sistemik, berimplikasi keberkahan dunia akhirat, dan menjaga posisi manusia sebagai hamba Allah Swt.
“Solusi itu adalah sistem Islam, yang jika sistem itu diterapkan, generasi akan terjaga kesucian, kemuliaan, dan kehormatannya,” tegasnya.
Ia menjelaskan lebih lanjut, bahwa Islam memiliki akidah ruhiyah dan akidah siyasiyah, yang dengan kedua akidah itu generasi akan terjaga.
“Akidah ruhiyah, adalah keyakinan bahwa apa pun yang dilakukan manusia ada konsekuensinya di akhirat. Sedangkan akidah siyasiyah adalah keyakinan bahwa Islam memiliki seperangkat aturan hidup yang mengatur semua aspek kehidupan termasuk menjaga kemuliaan remaja,” ucapnya menjelaskan, khawatir peserta belum paham istilah yang kedengaran asing itu.
Peserta semakin mendapat gambaran utuh saat Qory menjelaskan bahwa pelaksanaan akidah siyasiyah ini, dibebankan kepada negara sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam adalah pengurus, dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.”
Terlebih setelah dijelaskan bahwa tanggung jawab negara dalam melindungi generasi diwujudkan dengan menerapkan sistem ekonomi, sistem informasi, sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem sanksi, proteksi dan rehabilitasi, serta ketakwaan individu.
“Dan yang mampu menjalankan fungsi serta tanggung jawab tersebut hanya negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh yaitu daulah khilafah islamiah,” tandasnya mengenalkan kepada peserta tentang nama negara dalam sistem Islam.
“Agar masyarakat terhindar dari zina kita harus menyadarkan umat bahwa akar segala kerusakan adalah penerapan sekularisme liberalisme. Umat juga harus meyakini bahwa hanya Islam sajalah solusi berbagai masalah kehidupan,” ajak Qory kepada peserta agar tak diam melihat kerusakan ini.
Ia melanjutkan, tegaknya Islam juga harus diperjuangkan, dan perjuangan itu membutuhkan kontribusi semua elemen umat yaitu individu, masyarakat, dan negara.
“Apakah ibu-ibu siap terlibat langsung dalam perjuangan Islam?” tanyanya meninggi.
“Siaaap!” jawab peserta penuh semangat.
Sampai selesai Qory memaparkan materi, peserta tetap antusias mengikuti jalannya seminar. Pertanyaan dan pernyataan pun mereka lontarkan mulai dari menambahkan fakta kerusakan sampai mempertanyakan bagaimana metode perjuangan untuk mengubah sistem yang rusak. Namun karena waktu terbatas tidak semua pertanyaan terbahas.
Kemudian acara ditutup dengan doa oleh Ustadzah Sumiati. Air mata peserta bercucuran terlarut dalam khusyuknya doa yang dipimpin oleh ustadzah di salah satu sekolah tahfidz, Rancaekek, Kab. Bandung.
Sebelum peserta beranjak dari tempat duduknya, Ustadzah Wida Yuniarti. S.E. sebagai MC menegaskan, “Ibu-Ibu para tokoh! Siapkah memperjuangkan tegaknya Islam kafah, agar generasi terselamatkan?”
“Siaaap!” pekik sekitar 76 tokoh lintas profesi yang ada di ruangan itu.
Semangat perjuangan yang masih membara, terbawa pulang oleh peserta saat acara usai dan kembali ke rumah masing-masing.
Rancaekek, 03092024
Oleh: Irianti Aminatun, Sahabat Feature News
Jumat, 30 Agustus 2024
PP Kontrasepsi untuk Remaja Melegalkan Zina
Tinta Media - Zina dianggap biasa dalam sistem kapitalisme bahkan di kalangan remaja, karena kebebasan sangat dijunjung tinggi meskipun penyimpangan dan bisa merusak generasi. Sungguh aneh jika negara malah menyuburkan perzinaan di kalangan remaja dengan membuat aturan yang mendorong pergaulan bebas yang akan membawa kerusakan. Aneh, jika negara memfasilitasi remaja agar merasa aman berbuat zina dengan memberi mereka alat kontrasepsi.
Melegalkan sesuatu yang haram seperti zina hanya akan mengundang azab Allah yang sangat pedih. Untuk apa kontrasepsi bagi remaja yang belum menikah. Harusnya mereka berpuasa untuk tidak melakukan. sex bebas sebelum mereka siap untuk menikah karena naluri dan kebutuhan sexual hanya boleh disalurkan dalam sebuah ikatan pernikahan. Sesuatu yang dilarang pasti merusak meskipun dalam pandangan manusia dianggap bermanfaat. Kebijakan penguasa untuk memberikan alat kontrasepsi pada remaja hanya akan mendorong mereka untuk melakukan sex bebas. Mereka merasa aman dari kehamilan tapi tidak dari azab Allah. Meskipun di dunia hukum buatan manusia tidak melarang tapi hukuman di akhirat pasti mereka dapatkan karena zina adalah dosa besar.
Diterapkannya hukum kufur dengan menghalalkan dosa besar hanya mengundang azab Allah yang sangat pedih. Banyak bencana dan kesukaran hidup karena hukum Allah ditinggalkan, dan lebih memilih hukum buatan manusia yang sering bertentangan dengan syariat-Nya. Hidup di negeri kaya raya dengan sumber daya alamnya, namun rakyatnya hidup sengsara.
Hanya Allah, Yang Maha Tahu, hukum yang terbaik buat manusia. Sementara, hukum buatan manusia sering menyesatkan dan membawa pada kerusakan tanpa mereka sadari. Mereka berpikir dengan memberi kontrasepsi kepada remaja akan melindungi mereka dari risiko kehamilan, tapi risiko lebih besar tidak disadari akan terjadi, yakni sex bebas, praktik zina di kalangan remaja yang pasti akan membawa kerusakan .pada generasi.
Hanya dalam sistem Islam, khilafah, syariat Allah bisa diterapkan secara kaffah, bukan hukum kufur yang akan membawa pada kerusakan. Selama sistem kapitalis yang diterapkan praktik zina akan tumbuh subur di kalangan remaja, karena aturan yang mendukung mereka untuk melakukan zina dalam sebuah pergaulan bebas yang membawa kerusakan.
Saatnya kita berpikir jernih untuk membangun kehidupan Islami yang hanya bisa terwujud
dalam sistem Islam yang menerapkan Islam secara. Generasi terjaga dari penyimpangan perilaku dan mampu berpikir cemerlang. Generasi unggul dengan kepribadian Islam menjadi calon pemimpin masa depan yang mampu menciptakan kehidupan ideal dengan Islam, bukan kehidupan sekuler yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Oleh: Mochamad Efendi, Sahabat Tinta Media
Kamis, 22 Agustus 2024
UIY: Zina Tak Pernah Dianggap sebagai Kejahatan
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengungkap
bahwa perzinaan di Indonesia tidak pernah dianggap sebagai kejahatan.
"Pergaulan bebas sampai kemudian pada perzinaan, itu
tidak pernah dianggap sebagai satu kejahatan yang harus diberikan sanksi,"
ungkapnya dalam program Fokus: Pro Kontra PP Pemberian Alat Kontrasepsi untuk
Remaja, di kanal YouTube UIY Official, Ahad (11/8/2024).
Karena itulah, menurut UIY, sekarang ini pergaulan bebas dan
zina itu tidak ditakuti. "Apa yang ditakuti coba, kehamilan bisa dicegah
dengan kontrasepsi, walaupun tadi disebutkan bahwa itu paling 80 persen. Kemudian
hukuman ndak ada, karena ndak pernah ada orang berzina itu dihukum,"
sesalnya.
UIY pun mempertanyakan, bagaimana bisa orang yang menikah
dengan benar masuk penjara, sementara banyak sekali yang berzina di luaran sana
dibiarkan saja?
"Seperti yang dialami Syekh Fuji (Pujiono Cahyo
Widianto) yang menikah dengan benar, menikahi gadis yang sudah baligh, sudah
dewasa tapi dianggap menikahi anak di bawah umur gitu, karena belum 19 atau 18
tahun, dihukum itu masuk penjara," herannya merasa ada yang aneh.
UIY kemudian berpandangan bahwa harus ada rekonstruksi yang
sangat mendasar terkait dengan penataan kehidupan sosial diantara kehidupan
laki-laki dan perempuan di negeri ini.
"Jika itu tidak dilakukan maka kita patut khawatir
bahwa masa depan generasi muda kita akan terancam. Bukan oleh musuh dari luar
sana, tetapi justru datang dari dalam diri kita sendiri, karena kesalahan
mindset (pola pikir)," pesannya.
Lebih lanjut, UIY juga mengungkapkan bahwa saat ini
perzinaan itu seolah-olah kalau tidak hamil bukanlah masalah.
"Padahal perzinaan itu sendiri masalah, dan setiap
pelanggaran terhadap syariah kemaksiatan pasti menimbulkan fasad,
(kerusakan)," pungkasnya mengingatkan.[] Muhar
Senin, 19 Agustus 2024
Zina Difasilitasi dengan Legalisasi Alat Kontrasepsi
Minggu, 01 Oktober 2023
16 Juta Perempuan Hamil di Luar Nikah, Influencer Dakwah: Anak Hasil Zina Membludak
Selasa, 16 Mei 2023
Staycation, Zina Berkedok Syarat Perpanjang Kontrak Kerja
Sabtu, 25 Februari 2023
Dampak Maraknya Perzinaan Remaja Menjadi Hal Lumrah dan Menular
Selasa, 31 Januari 2023
Maraknya Remaja Meminta Dispensasi Menikah
Maraknya Remaja Meminta Dispensasi Menikah
Rabu, 25 Januari 2023
Gaya Hidup Liberal, Ratusan Pelajar Hamil Diluar Nikah
Tinta Media - Sebuah kabar beredar bahwa ratusan siswi di Ponorogo
mengalami putus sekolah karena hamil diluar nikah. Berita tersebut bermula
dari banyaknya pengajuan dispensasi nikah bagi kalangan remaja. Dilansir dari www.liputan6.com
sekitar 266 pemohon untuk tahun 2021, 191 pemohon pada tahun 2022, dan 7
pemohon di awal tahun 2023. Dispensasi nikah ini diajukan karena meningkatnya
kasus hamil di luar nikah.
Bak gunung es, peristiwa hamil diluar nikah
sebenarnya bukan hal yang baru, karena banyak kasus serupa terjadi, hanya saja
tak muncul di permukaan. Fenomena remaja yang masih sekolah lalu harus berhenti
studi dan jadi ibu, juga bukan hal yang aneh saat ini. Masyarakat menganggapnya
sebagai hal yang lumrah tapi salah kaprah. Di Indonesia, budaya Timur masih dipakai
sebagai standar nilai moral, kultur keislaman juga masih jadi patokan
masyarakat walau sudah cenderung pudar. Namun, jika seks bebas dan hamil di
luar nikah ini menjangkit di tengah remaja muslim, maka itu sebuah hal yang
patut untuk disoroti.
Apa yang sebenarnya menjadi faktor maraknya seks bebas
dan fenomena meningkatnya hamil di luar nikah? Berbagai upaya sudah dilakukan
untuk menekan meledaknya angka, tapi kasus tetap terjadi. Mulai dari kampanye
kesehatan reproduksi dan kondom. Seruan untuk setia dengan satu pasangan, demi
menghindari penyakit menular seksual, bahkan sampai diserukan untuk pacaran
sehat. Sebuah ironi terjadi di Indonesia yang mayoritas muslim, tapi pergaulan
bebas begitu nyata terasa. Budaya pacaran bukan hal yang tabu, dan menjadi life style bagi para pemudanya. Jika
sudah demikian, seks bebas menjadi sebuah keniscayaan yang akan tetap menjerat
generasi muda negeri ini.
Kerusakan ini semua bersumber dari pola hidup liberal
yang saat ini dianut oleh manusia. Sebuah kerusakan tersistem karena sudah
dibuangnya nilai agama dari kehidupan. Pandangan hidup sekuler begitu
menggurita, tanpa sadar sudah melampaui batas-batas yang digariskan oleh Tuhan.
Jika terjadi kerusakan pada sistem semesta dan manusia, itu salah manusia
sendiri.
Individu-individu liberal ini hanya lahir dan diciptakan dari sistem sekuler. Individu yang bahkan tak tahu garis batas halal haram dalam segala aktivitas. Individu yang lebih memperturutkan hawa nafsu dan kesenangan duniawi, tanpa berpikir panjang akibatnya. Individu yang lemah akidahnya, dan tak paham konsekuensi keimanan. Sistem sekuler yang membuat kepribadian generasi Indonesia menjadi pribadi-pribadi yang labil, mudah stress, dan lemah iman.
Generasi muda yang lahir dari keluarga yang tidak optimal dalam menjalankan perannya dalam memahamkan nilai agama pada anak-anaknya, juga menjadi sorotan penyumbang kerusakan yang terjadi. Keluarga adalah madrasah pertama dan utama dalam mendidik, mengembangkan potensi kebaikan dan kebenaran anak-anak. Peran orang tua sangat penting dalam memahamkan anak-anaknya agar memiliki keimanan yang kuat, dan selalu terikat pada hukum-hukum syara’. Keluarga yang labil dan tak berpondasikan keimanan pada Allah hanya akan melahirkan anak-anak yang tak tahu standar hidup yang benar.
Liberalisme yang lahir dari
sekularisme ini menjadikan tatanan masyarakat menjadi kacau. Nasab pun hancur
karena maraknya perzinaan. Jika hal ini tetap terjadi dan masyarakat cenderung
mendiamkan dan tak mengubah keaadaan, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi ke
depannya. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah lingkungan dan masyarakat yang
paham dalam menjalankan peran menasihati kepada kebenaran dan mencegah
kemungkaran terhadap anggota masyarakatnya.
Penguasa yang mengabaikan
nilai-nilai agama, cenderung sekuler hanya akan membuat kebijakan-kebijakan
yang berasaskan pada manfaat dan tambal sulam. Kebijakan penguasa sekuler hanya
akan melanggengkan sebuah kebrobrokan masyarakatnya, karena solusi yang diambil
dan dilakukan tidak menyentuh dasar permasalahan. Jelas sekali bahwa seks bebas
terjadi karena liberalisme sekuler. Maka seharusnya penguasa melakukan edukasi
yang sesuai dengan nilai agama, dan segera menerapkan sistem yang benar yang
sesuai dengan fitrah manusia. Memperbaiki ikatan yang ada di tengah masyarakat
agar sesuai dengan Islam.
Sejumlah besar remaja muslim dalam sistem sekuler, jika salah mengarahkan hanya akan menjadi generasi sampah. Sekularisme yang tumbuh subur di negeri ini menjadi ancaman setiap saat bagi generasi muda. Jika makin sekuler, maka semakin tidak kenal agama. Agama hanya dijadikan identitas belaka. Padahal Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, baik individu, keluarga, masyarakat, bahkan sampai tataran negara. Maka buang jauh sekularisme sebagai induk liberalisme, gaya hidup bebas yang merusak manusia dan semesta. Pahami, terapkan, dan dakwahkan Islam, agar para pemuda kembali memeluk agamanya dan mereka selamat dunia akhirat.
Oleh : Hayyin
Sahabat Tinta Media