Tinta Media: Zakat
Tampilkan postingan dengan label Zakat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Zakat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Februari 2024

Zakat Profesi ASN, Instrumen Pengentasan Kemiskinan


Tinta Media - Roda kehidupan terus berjalan, pergantian pemimpin secara bertahap dilakukan agar kesejahteraan, kenyamanan, kedamaian masyarakat dapat tercapai. Namun, realitasnya masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Banyak dari mereka yang tak mempunyai tempat tinggal, pengangguran semakin marak bertebaran akibat dari sulitnya mendapatkan pekerjaan. Keadaan ini, menumbuhkan rasa simpati dan empati dari Bupati Bandung.

Tak dimungkiri, banyak dari warga Kabupaten Bandung yang hidup dalam keadaan miskin dan tak punya pekerjaan. Oleh sebab itu, Bupati Bandung mengimbau agar para Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Bandung memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dengan mengeluarkan zakat profesi atau zakat penghasilan rutin dari pekerjaan.

Bupati Bandung berharap, zakat yang dikeluarkan para ASN itu dapat disalurkan melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Baznas ini tidak hanya sebagai penampung sedekah dan zakat, tetapi sebagai penyalur yang bersinergi dengan pemerintah daerah terutama Dinas Sosial untuk mendukung pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.
Hal itu disampaikan Bupati Bandung Dadang Supriatna dalam kegiatan siraman rohani di Gedung Moch Toha Soreang pada Senin (5/2/2024).

Beliau sekaligus memberikan apresiasi terhadap peran baznas yang telah mengalami peningkatan signifikan dalam pengumpulan zakat mal atau zakat profesi dengan capaian Rp1,2 milyar/bulan. Kontribusinya telah terlihat dengan adanya pemberian insentif kepada takmir dan marbot masjid di Kabupaten Bandung.

Zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan secara rutin setiap tahun oleh seluruh umat Islam, baik zakat fitrah maupun zakat lainnya. Salah satu golongan yang berhak menerima zakat adalah fakir miskin. Oleh karena itu, zakat mampu membantu pengentasan kemiskinan dan juga pemulihan ekonomi nasional. Dengan potensi zakat yang sangat besar, tidak heran pemerintah menjadikan zakat sebagai penghubung dalam pengembangan keuangan syariat melalui Baznas, sehingga menjadikan zakat sebagai solusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Imbauan pemerintah untuk mengeluarkan zakat profesi menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat. Sebab, secara syar’i zakat profesi itu tidak ada dalam Islam. Apalagi, kita ketahui bahwa gaji ASN cukup kecil. Jika dipotong untuk zakat penghasilan, tentu pendapatannya akan menjadi minim dan bisa jadi mengabaikan patokan nishâb dan haul. 

Istilah zakat profesi yang saat ini muncul dikarenakan adanya modifikasi yang terus dikembangkan terkait fikih zakat. Praktiknya diwarnai dengan bid'ah modern, yakni logika kapitalistik yang menganggap bahwa kemiskinan yang terjadi di masyarakat dikarenakan kemalasan mereka dalam bekerja. 

Padahal, sejatinya kemiskinan jelas bukan hanya karena orang malas bekerja sehingga menjadi pengangguran, bukan juga karena banyaknya orang kaya yang tidak bayar zakat. Namun, kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang mengakibatkan kekayaan milik rakyat seperti hutan, minyak bumi, tambang, emas, dan lain-lain dikuasai sekaligus dinikmati oleh para oligarki yang berkolaborasi dengan penguasa. Maka dari itu, jelas bahwa dalam kerangka kapitalisme, zakat menjadi instrumen penting untuk pemberdayaan ekonomi umat dengan target untuk pengentasan kemiskinan sebagai bentuk lepas tangannya negara dalam menyejahterakan rakyat. 

Dalam sistem Islam, zakat wajib dipungut dari para muzakki. Namun, tidak dalam rangka untuk mengentaskan kemiskinan. Kewajiban zakat sama halnya seperti salat, puasa, dan haji. Kewajiban zakat ini diperuntukkan atas setiap muslim yang memiliki harta tertentu yang wajib dikeluarkan zakatnya (nisab) dan telah tersimpan selama satu tahun (haul), kecuali harta hasil pertanian dan buah-buahan yang zakatnya diwajibkan pada setiap panen.

Nash-nash syara' telah menetapkan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu zakat ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing, zakat tanaman hasil pertanian dan buah-buahan (kurma, gandum, kismis, dan jawawut), zakat nuqud (emas, perak) dan zakat harta barang perdagangan.  Semua jenis harta tersebut sudah secara jelas ditetapkan oleh dalil syara'. Oleh karena itu, tidak bisa dikiaskan dengan jenis harta lainnya, seperti harta penghasilan. 

Adapun syara' telah menetapkan bahwa zakat diperuntukkan bagi delapan asnaf, di antaranya fakir, miskin, amilin zakat, mualaf,, riqab (budak), garimin, fi sabilillah, Ibnu sabil, yang semuanya dikumpulkan oleh Amil zakat dan disimpan di baitul mal.

Dalam sistem Islam, kesejahteraan masyarakat merupakan tanggung jawab penuh negara. Mekanisme pendanaannya telah ditetapkan oleh syariat Islam dan zakat menjadi salah satu sumber pendanaan untuk pengentasan kemiskinan. Namun, untuk mengentaskan kemiskinan, negara dalam sistem Islam mempunyai mekanisme lain, yaitu mengelola kekayaan sumber daya alam secara mandiri tanpa pihak swasta maupun asing. 

Selain hasil pengelolaan tersebut, negara dalam sistem Islam akan menarik jizyah dari kafir zimi, yaitu nonmuslim yang mau tunduk dan taat di bawah kepemimpinan Islam. Negara juga akan menarik kharaj dari rakyat yang telah mengelola secara produktif tanah milik negara. Negara dapat menggunakan harta fa'i untuk kesejahteraan rakyat.

Dari sini tampak jelas bahwa sistem Islam benar-benar mengelola zakat dengan paradigma sempurna kepada rakyat, tanpa harus mengajak atau mengimbau para ASN untuk mengeluarkan zakat penghasilan. Dengan begitu, pelaksanaan ibadah maliyah mereka tertunaikan dengan baik sesuai tuntutan syariat Islam. 
Wallahualam bissawab.


Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Muslimah Pengemban Dakwah Bandung)

Minggu, 01 Mei 2022

Begini Kriteria Mampu Membayar Zakat Fitrah


Tinta Media - Menjawab pertanyaan disebut mampu membayar zakat fitrah itu yang seperti apa? Pakar Fikih Kontemporer KH. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.SI. mengungkap kriteria mampu menurut jumhur ulama.

“Kriteria mampu menurut jumhur ulama, yaitu  ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, adalah jika seorang muslim mempunyai kelebihan (ziyadah/faadhil) makanan pada malam Hari Raya untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya,” ungkapnya pada rubrik Maksimalkan Ibadah Akhir Ramadhan dengan Ilmu: Fiqih Zakat Fitrah Kamis(28/4/2022) di kanal YouTube Sholdah TV.

Kiai memberikan contoh, seorang ayah yang punya anak 4, istri 1 berarti anggota keluarganya 5. Maka yang menjadi tanggungannya 5 orang. Ada bahan makanan pokok yang sudah mencukupi mereka, dan ada kelebihan yang dalam bahasa arab disebut ziyadah/faadhil. Jika di malam hari raya ada kelebihannya, maka dia wajib membayar zakat fitrah. “Walaupun mungkin dia secara strata ekonomi termasuk fakir atau miskin juga,” jelasnya.

Menurutnya, ini terjadi mungkin dia sudah mendapat zakat fitrah yang banyak, beberapa hari sebelum hari raya, hingga tersimpan 50 kg beras, sementara kebutuhan untuk keluarganya hanya 2 atau 3 kg untuk keesokan harinya. “Berarti ada kelebihan, maka dia wajib mengeluarkan zakat,” paparnya.

Hal tersebut sesuai dalilnya hadits dari Sahal bin Hanzhalah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Man sa ala wa ‘indahu maa yughniyhi fa innamaa yastaktsiru minnaar, Fa qooluw, yaa rosulullah, wa maa yugniyhi? Qoola:ayyakuuna lahu syiba’u yawmin wa laylatin, artinya: “Barangsiapa yang meminta-minta padahal dirinya mempunyai apa yang mencukupinya, maka berarti telah memperbanyak api neraka , Para shahabat bertanya,’Wahai Rasulullah, apa yang mencukupinya?’ Rasulullah SAW bersabda,’Dia mempunyai makanan yang mengenyangkan dia untuk sehari semalam’.”

Untuk mendapatkan pernyataan yang lebih kuantitatif, kiai mencoba melakukan perhitungan dari contoh tadi. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) konsumsi beras untuk penduduk Indonesia rata-rata per kapita per tahun adalah = 144 kg. “Jadi setiap orang Indonesia, kalau makan beras 1 tahun itu 144 kg, berarti kalau dibagi perhari, perhari perorang itu 0,39 kg atau dibulatkan 0,4 kilo atau 400 gram per orang per hari ini disebut cukup,” paparnya.

Berdasarkan perhitungan tersebut, menurutnya kriteria mampu berzakat fitrah adalah: mempunyai kelebihan dari kebutuhan beras untuk satu hari (sehari semalam), yaitu kelebihan dari 400 gram dikalikan jumlah anggota keluarga. Atau memiliki uang yang senilai. “Mungkin tidak punya beras sama sekali tapi punya tabungan 10 juta, masak tidak mengeluarkan zakat fitrah?” tanyanya.

“Jadi kalau punya uang senilai, berarti sudah cukup memenuhi kriteria membayar zakat fitrah,” tegasnya.

Kadar Zakat Fitrah

Kiai menjelaskan kadar zakat fitrah adalah 1 sha’ bahan makanan pokok dominan di suatu negeri (menurut jumhur ulama dari kalangan ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah). Kecuali menurut ulama Hanafiyah, kadar zakat fitrah adalah ½ sha’ gandum, atau 1 sha’ untuk bahan makanan selain gandum. 1 sha’ itu sama dengan 4 mud, tapi menurut madzab Hanafi cukup 2 mud atau ½ sha’. (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Ash Shiyam). “Tapi lebih kuat itu, 1 sha’ yaitu menurut ulama jumhur,” jelasnya.

Menurutnya, kadar 1 sha’ ini sudah tidak pakai lagi sekarang. “Maka butuh mengkonversi 1 sha’ (satuan volume atau takaran) ke satuan berat yang umum pada masa sekarang (misal kg),” tuturnya.

Berzakat Fitrah Dengan Uang

Kiai menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat (ada khilafiyah) dalam masalah ini. Mazhab Hanafi membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang yang senilai.”Misalnya dengan jika harga beras 10.000, maka bayarnya 25.000,” jelasnya.

“Tetapi menurut jumhur ulama(mayoritas ulama), yaitu mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, mereka mengatakan tidak membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dengan uang. Karena pendapat yang rajih (lebih kuat) adalah keluarkanlah zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok di negeri masing-masing. Kalau di Indonesia ya beras, bukan dikeluarkan dalam bentuk uang,” pungkasnya.[] Raras

Rabu, 27 April 2022

Pakar Fikih Kontemporer: Zakat Ditentukan Secara Hukum Syara'


Tinta Media  - Pakar Fikih Kontemporer KH. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.SI. menyampaikan definisi zakat menurut istilah syariah adalah bagian yang ditentukan secara hukum syara' dari harta tertentu dan bagi golongan tertentu.

“Dalam pengertian syariat, para ulama membuat definisi yang khusus yaitu _Zakatu hiya nashiibun muqoddaru syar’an fii maalin mu’ayyanin li ashnaafin makhshuw shotin ‘alaa wajhin makhshuwshin_ artinya, zakat adalah bagian yang ditentukan secara hukum syara' dari harta yang tertentu bagi golongan-golongan tertentu dengan cara tertentu,” tuturnya pada rubrik Maksimalkan Ibadah Akhir Ramadhan dengan Ilmu: Fiqih Zakat Mal Senin(25/4/2022) di kanal YouTube Sholdah TV.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa harta yang diberikan, jumlahnya tertentu. Dimisalkan zakat uang besarnya 2,5%, untuk zakat pertanian ada yang 5% ada yang 10%. “Ini jumlah yang namanya muqoddar, jumlah yang ditentukan secara syariah,” jelasnya.

Kiai Shiddiq menyebutkan ada 4 macam harta zakat mal yaitu binatang ternah, hasil pertanian dan buah-buahan, emas dan perak serta barang perdagangan. “Jadi tidak semua barang, misalnya rumah atau mobil yang dipakai sehari-hari tidak diperdagangkan, maka tidak perlu dikeluarkan zakat. Karena zakat itu yang tertentu saja,” paparnya.

Kemudian zakat diberikan kepada golongan tertentu, tidak pada semua orang. Anak yatim, janda, tidak termasuk golongan yang dapat menerima zakat. “Kecuali mereka termasuk ke dalam salah satu dari delapan golongan itu. kalau anak yatim yang miskin, yaa berarti masuk golongan miskin,” terangnya.

“Berarti kalau ada anak yatim kaya, tidak berhak mendapat zakat walaupun dia yatim,” tegasnya.

Menurutnya, begitu pun dengan janda, tidak berhak mendapatkan zakat kecuali kalau ia janda yang miskin. “Tapi kalau janda yang kaya dari warisan suaminya, berarti dia tidak termasuk yang berhak menerima zakat,” jelasnya.

Selain harta tertentu, kepada golongan tertentu, Ustaz Shiddiq menjelaskan cara tertentu dalam zakat. Ada ketentuan tertentu untuk zakat. “Ada yang namanya nishab, ada yang namanya haul,” ungkapnya.

Nishab yaitu batas minimal dari harta yang dimiliki. Kalau batas minimal itu tercapai, berarti ada sebab wajib berzakat. “Kalau untuk emas misalnya, 85 gr emas atau 20 dinar. Untuk perak 200 dirham atau 595 gr perak,” jelasnya.

“Jadi ada cara tertentu, termasuk haul, artinya barang yang dimiliki itu sudah mengendap atau sudah dimiliki selama 1 tahun Hijriyah. Kalau dua ketentuan itu sudah terpenuhi (nishab dan haul) maka keluarkan zakatnya 2,5%,” jelasnya lebih lanjut.

“Ini namanya ‘ala wajhin makhshuwshin dengan tata cara tertentu. Ada batasan jumlah minimal, batasan jangka waktu yang harus dilalui yaitu haul, ada besarannya,” pungkasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab