Tinta Media: Zakat Fitrah
Tampilkan postingan dengan label Zakat Fitrah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Zakat Fitrah. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 April 2024

Zakat Fitrah

Soal:

Tinta Media - Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Saya memohon kepada Allah agar Anda berada dalam kebaikan dan kesehatan.

Apa hukum mengeluarkan zakat fitrah dan kaffarah seperti kaffarah sumpah menggunakan nilai uangnya, dan apakah nilai itu diberikan kepada satu orang miskin atau didistribusikan sesuai penentuan Allah untuknya terhadap sepuluh orang miskin dalam kaffarah sumpah dan kepada enam puluh orang dalam kaffarah zhihar?

Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepada Anda. [Bakar Sa’id]

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Anda bertanya tentang dua hal:

Pertama, apakah boleh mengeluarkan nilai dalam zakat fitrah dan kaffarah menggantikan apa yang disebutkan di dalam nas-nas syara’ seperti memberi makan dan pakaian dan semacamnya?

Kedua, apakah nilai itu semuanya diberikan kepada satu orang miskin jika nas-nas menyatakan pemberian sejumlah tertentu orang miskin atau harus berpegang dengan jumlah orang miskin yang disebutkan di dalam nas-nas sehingga tidak diberikan semuanya kepada satu orang miskin tetapi diberikan kepada sejumlah orang miskin yang dinyatakan oleh nas?

1. Berkaitan dengan pertanyaan pertama, maka para ulama berbeda pendapat tentang bolehnya mengeluarkan nilai, yakni:

– Mengeluarkan seperti yang ada di dalam hadis-hadis yang mulia:

– Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra, ia berkata:

«فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ صَدَقَةَ الْفِطْرِ صَاعاً مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعاً مِنْ تَمْرٍ عَلَى الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ»

“Rasulullah SAW mewajibkan shadaqah al-fithri satu sha’ jewawut atau satu sha’ kurma terhadap anak kecil, orang dewasa, merdeka dan hamba sahaya”.

Imam at-Tirmidzi mengeluarkannya dan ada tambahan:

«عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى… قَالَ فَعَدَلَ النَّاسُ إِلَى نِصْفِ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ»

“Terhadap laki-laki dan perempuan … ia berkata: lalu orang-orang menggantinya dengan setengah sha’ gandum”.

Jadi dia dikeluarkan dengan bendanya.

– Adapun nilai uang yakni dengan estimasi penggantinya berupa uang untuk benda shadaqah al-fithri yang disebutkan di hadis-hadis …

Pendapat yang rajih menutur kami adalah apa yang disebutkan di buku al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah berupa bolehnya memberikan nilai dan hal itu boleh (diberi pahala) dalam zakat karena dalil-dalil berikut:

a. Dinyatakan di al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah halaman 150-151 file word:

[Dan boleh dalam zakat hasil pertanian dan buah-buahan diambil nilai -uang atau yang lainnya- menggantikan diambil benda dari hasil pertanian dan buah-buahan itu. Hal itu karena Amru bin Dinar meriwayatkan dari Thawus:

«أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَعَثَ مُعَاذاً إِلَى الْيَمَنِ فَكَانَ يَأْخُذُ الثِّيَابَ بِصَدَقَةِ الْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ» رواه أبو عبيد

“Nabi SAW mengutus Mu’adz ke Yaman, dan Mu’adz mengambil pakaian untuk shadaqah gandum dan jewawut” (HR Abu Ubaid).

Diriwayatkan dari Mu’adz tentang shadaqah yang sama, bahwa ia mengambil barang dagangan menggantikannya. Hal itu dalam ucapannya: “Berikanlah kepadaku gamis atau pakaian yang aku ambil dari kalian pada posisi zakat, sebab itu lebih ringan bagi kalian dan lebih bermanfaat untuk orang-orang Muhajirin di Madinah”.

Di dalam as-Sunnah ada dari Rasulullah SAW dan para sahabat beliau bahwa telah wajib hak pada harta, kemudian diubah kepada yang lainnya, yang pemberiannya lebih mudah bagi orang yang memberikan dari pada yang asli. Di antara hal itu adalah surat Nabi SAW kepada Mu’adz di Yaman tentang jizyah:

«أَنَّ عَلَى كُلِّ حَالِمٍ دِينَاراً أَوْ عِدْلَهُ مِنَ الْمَعَافِرِ» رواه أبو داود

“Bahwa bagi tiap laki-laki yang sudah baligh satu dinar atau pakaian Yaman” (HR Abu Dawud).

Jadi Nabi SAW mengambil barang menggantikan uang, yakni mengambil pakaian menggantikan emas. Dan di antara hal itu adalah apa yang Beliau tulis kepada penduduk Najran:

«أَنَّ عَلَيْهِمْ أَلْفَيْ حُلَّةٍ فِي كُلِّ عَامٍ، أَوْ عِدْلَهَا مِنَ الأَوَاقِيِّ» رواه أبو عبيد

“Bahwa wajib bagi mereka dua ribu hullah setiap tahun atau yang setara berupa uqiyah” (HR Abu Ubaid).

Ibnu Qudamah menyebutkan di al-Mughnî bahwa Umar ra. mengambil unta dalam jizyah menggantikan emas dan perak. Sebagaimana bahwa Ali ra mengambil jarum, tali dan cairan dalam jizyah menggantikan emas dan perak] selesai.

b. Dinyatakan di al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah halaman 159 file word:

[Emas dizakati dengan emas, uang kertas substitusi dan uang kertas substitusi parsial. Perak dizakati dengan perak, uang kertas substitusi dan uang kertas substitusi parsial. Sebagaimana juga diberi pahala, emas dizakati dengan perak dan uang kertas fiat money; dan perak dizakati dengan emas dan uang kertas fiat money. Sebab semuanya adalah uang dan harga. Maka sebagian boleh dibayar dengan sebagian yang lain, dan boleh juga sebagian dikeluarkan dengan sebagian lainnya karena terpenuhinya tujuan dalam hal itu. Di bab Zakât alz-Zurû’ wa ats-Tsimâr -Zakat Hasil Pertanian dan Buah-buahan- telah dijelaskan dalil-dalil diambilnya nilai menggantikan zat harta yang di dalamnya wajib zakat] selesai.
 
Berdasarkan hal itu maka saya merajihkan bolehnya membayar zakat al-fithri menggunakan nilai uang atau mengeluarkannya dengan zatnya sebagaimana yang ada di dalam hadis-hadis yang mulia.

c. Perlu diketahui, ada pendapat para fukaha dalam hal itu, di antaranya;

– Fukaha hanafiyah berpandangan bahwa yang wajib dalam shadaqah (zakat) al-fithri adalah setengah sha’ berupa gandum atau tepung gandum atau kismis atau satu sha’ kurma atau jewawut. Adapun sifatnya maka bahwa kewajiban yang dinyatakan oleh nas dari sisi bahwa itu merupakan harta yang dapat diestimasi nilainya secara mutlak bukan dari sisi itu merupakan zat (benda), sehingga boleh diberikan dari semua itu berupa nilai dirham, dinar, fils (fulûs), barang dagangan atau apa yang dikehendaki. Imam as-Sarakhsiy mengatakan di al-Mabsûth (3/107-108); [jika diberikan nilai gandum maka boleh menurut kami. Sebab yang menjadi patokan adalah tercapainya kecukupan. Hal itu terwujud dengan nilai sebagaimana juga tercapai dengan gandum … Dan ini adalah mazhab hanafiyah dan yang diamalkan di dalam fatwa-fatwa mereka pada semua zakat, kaffarah, nadzar, kharaj dan lainnya …

– Umar bin Abdul Aziz berpandangan boleh mengeluarkan nilai. Dari Waki’ dari Qurrah, ia berkata; datang kitab Umar bin Abdul Aziz tentang shadaqah al-fithri; “setengah sha’ dari setiap manusia atau nilainya setengah dirham”. Dan atsar-atsar ini telah diriwayatkan oleh imam Abu Bakar bin Abi Syaibah di dalam al-Mushannaf ibni Abiy Syaibah (2/398).

Atas dasar itu, maka tidak wajib berpegang dengan zat harta-harta yang dinyatakan oleh naas, tetapi boleh mengeluarkan nilainya, karena dalil-dalil syara’ yang disebutkan di atas.

2. Adapun berkaitan dengan pertanyaan kedua, para ulama juga telah berbeda pendapat dalam masalah ini. dan pandangan yang saya rajihkan bahwa jika nas menyatakan jumlah tertentu orang miskin semisal:

﴿فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ﴾

“Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka …” (TQS al-Maidah [5]: 89).

﴾، ﴿فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِيناً﴾

“Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin” (TQS al-Mujadilah [58]: 4).

Dalam kondisi ini wajib berpegang dengan jumlah yang disebutkan (sepuluh orang, enam puluh orang) baik pemberian itu dengan bendanya atau nilainya. Hal itu karena jumlah adalah yang dimaksudkan, dan itu merupakan batasan yang mengikat. Adapun jika nas menuntut pemberian orang-orang miskin tanpa menyebutkan jumlah maka boleh diberikan kepada satu orang miskin saja karena tidak adanya pembatasan dengan jumlah. Dan juga boleh diberikan kepada lebih dari satu orang miskin. Hal itu seperti firman Allah SWT tentang zakat:

﴿إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ﴾

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (TQS at-Tawbah [9]: 60).

Jadi, orang yang berzakat boleh memberikan zakatnya kepada satu orang miskin, dan dia juga boleh membaginya kepada lebih dari satu orang miskin. Sebab tidak dinyatakan jumlah tertentu di dalam ayat tersebut, tetapi dinyatakan lafal “al-masâkîn (orang-orang miskin)”, begitu tanpa jumlah … Tetapi dalam hal itu harus diperhatikan bahwa mereka berhak mendapatkan zakat karena sifat kemiskinan …

Jadi batasan maksimal dari zakat yang diberikan, baik mereka itu satu orang atau lebih dari satu orang, adalah apa yang menjadikan mereka dalam kecukupan dari (tidak membutuhkan) zakat. Yakni apa yang membuat mereka kecukupan, yang mana mereka menjadi bukan orang yang berhak untuk mendapat zakat. Artinya dengan zakat yang diberikan kepada mereka, mereka keluar dari sifat kemiskinan … Dan tidak boleh memberi mereka lebih dari yang demikian … Kadar ini tentu saja berbeda dari satu person ke person yang lain dan dari satu kondisi ke kondisi yang lain.

Ini yang saya rajihkan, wallâh a’lam wa ahkam.

Saudaramu Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

Selasa, 02 April 2024

Kriteria Mampu dalam Zakat Fitrah

Tanya :
Tinta Media - Apa kriteria mampu untuk berzakat fitrah? Dan apakah boleh jika zakat fitrah dari orang lain kepada dirinya dia gunakan kembali untuk membayar zakat fitrah bagi dirinya?
 
Jawab :
Kriteria mampu berzakat fitrah menurut jumhur ulama, yaitu ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, adalah jika seorang muslim mempunyai kelebihan (ziyâdah/fâdhil) bahan makanan pokok pada malam Hari Raya untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz 23, hlm. 338; Entry “Zakat Al-Fithri”).

Imam Nawawi berkata :

مَذْهَبُنا أَنَّهُ يُشْتَرَطُ أَنْ يَمْلِكَ فاضِلًا عَنْ قوتِهِ وَقوتِ مِنْ يَلْزَمُهُ نَفَقَتَهُ لَيْلَةَ الْعِيدِ وَيَوْمِهِ
 
“Mazhab kami (mazhab Syafi’i) mensyaratkan [untuk orang yang berzakat fitrah] mempunyai kelebihan bahan makanan pokok untuk dirinya dan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya, pada malam hari raya dan keesokan harinya.” (Imam Nawawi, Al-Majmû’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz VI, hlm. 67).

Dalil persyaratan tersebut adalah hadis dari Sahal bin Hanzhalah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
 
‫ مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ النّارِ ، فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ وَمَا يُغْنِيْهِ ؟ قَالَ : أَنْ يَكُوْنَ لَهُ شِبَعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ  
 
“Barangsiapa yang meminta-minta padahal dirinya mempunyai apa yang mencukupinya, maka berarti dia telah memperbanyak api neraka.” Para shahabat bertanya,’Wahai Rasulullah, apa yang mencukupinya?’ Rasulullah SAW bersabda,”Dia mempunyai makanan yang mengenyangkan dia untuk sehari semalam.” (HR Abu Dawud, no. 1629. Hadis Hasan). (Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 23/338).

Maka dari itu, jika pada malam Iedul Fitri, seseorang hanya mempunyai makanan untuk 2 jiwa padahal di rumahnya ada 5 jiwa yang menjadi tanggungannya, berarti dia belum dianggap mampu (qâdir) untuk berzakat fitrah. 

Dengan demikian, bagi orang tersebut tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.

Jika pada malam Hari Raya, dia mempunyai bahan makanan untuk 10 jiwa, padahal di rumahnya ada 5 jiwa yang menjadi tanggungannya, maka berarti dia dianggap mampu berzakat fitrah dan wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang-orang yang ditanggungnya.

Ukuran kemampuan berzakat fitrah secara kuantitatif dapat dirinci sebagai berikut; 

Bahwa menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), konsumsi beras untuk penduduk Indonesia rata-rata per kapita (per orang) per tahun adalah = 144 kilogram. (m.liputan6.com). 

Berarti, konsumsi per kapita untuk per hari adalah = 144 kg : 365 hari = 0,39 kilogram.

Angka 0,39 kilogram itu dibulatkan = 0,4 kg = 400 gram per kapita per hari.

Inilah in syaa Allah standar konsumsi beras per hari per orang untuk penduduk Indonesia, yaitu 400 gram per orang per hari.

Contohnya : jika ada 5 anggota keluarga, maka kebutuhan berasnya dalam 1 hari adalah = 5 x 400 gram = 2000 gram = 2 kilogram per hari.

Berdasarkan perhitungan kuantitatif tersebut, berarti kriteria mampu berzakat fitrah adalah : mempunyai kelebihan dari kebutuhan beras untuk satu hari, yaitu 400 gram dikalikan jumlah anggota keluarga, atau mempunyai uang yang senilai.

Misal, satu keluarga ada 5 jiwa, maka kebutuhan beras dalam 1 hari adalah = 5 x 400 gram = 2000 gram = 2 kilogram. 

Jika kepala keluarga tersebut pada malam Hari Raya mempunyai beras lebih dari 2 kilogram, misal 10 kilogram, atau mempunyai uang yang senilai, maka dia wajib berzakat fitrah, karena mempunyai kelebihan beras yang dibutuhkan dalam 1 hari.

Sebaliknya jika kepala keluarga tersebut pada malam Hari Raya mempunyai beras yang kurang dari 2 kilogram, misal hanya 1 kilogram, atau uang yang senilai, maka dia tidak wajib berzakat fitrah.

Jika kepala keluarga mempunyai beras yang lebih dari kebutuhan keluarganya, dia wajib berzakat fitrah, walaupun beras yang dimiliki itu juga berasal dari pemberian orang lain kepadanya sebagai zakat fitrah. Wallahu a’lam.
 
Yogyakarta, 20 Ramadhan 1443 (21 April 2022)

Muhammad Shiddiq Al Jawi

http://www.fissilmi-kaffah.com/frontend/artikel/detail_tanyajawab/460



Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
Pakar Fikih Muamalah

Minggu, 01 Mei 2022

Begini Kriteria Mampu Membayar Zakat Fitrah


Tinta Media - Menjawab pertanyaan disebut mampu membayar zakat fitrah itu yang seperti apa? Pakar Fikih Kontemporer KH. M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.SI. mengungkap kriteria mampu menurut jumhur ulama.

“Kriteria mampu menurut jumhur ulama, yaitu  ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, adalah jika seorang muslim mempunyai kelebihan (ziyadah/faadhil) makanan pada malam Hari Raya untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya,” ungkapnya pada rubrik Maksimalkan Ibadah Akhir Ramadhan dengan Ilmu: Fiqih Zakat Fitrah Kamis(28/4/2022) di kanal YouTube Sholdah TV.

Kiai memberikan contoh, seorang ayah yang punya anak 4, istri 1 berarti anggota keluarganya 5. Maka yang menjadi tanggungannya 5 orang. Ada bahan makanan pokok yang sudah mencukupi mereka, dan ada kelebihan yang dalam bahasa arab disebut ziyadah/faadhil. Jika di malam hari raya ada kelebihannya, maka dia wajib membayar zakat fitrah. “Walaupun mungkin dia secara strata ekonomi termasuk fakir atau miskin juga,” jelasnya.

Menurutnya, ini terjadi mungkin dia sudah mendapat zakat fitrah yang banyak, beberapa hari sebelum hari raya, hingga tersimpan 50 kg beras, sementara kebutuhan untuk keluarganya hanya 2 atau 3 kg untuk keesokan harinya. “Berarti ada kelebihan, maka dia wajib mengeluarkan zakat,” paparnya.

Hal tersebut sesuai dalilnya hadits dari Sahal bin Hanzhalah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Man sa ala wa ‘indahu maa yughniyhi fa innamaa yastaktsiru minnaar, Fa qooluw, yaa rosulullah, wa maa yugniyhi? Qoola:ayyakuuna lahu syiba’u yawmin wa laylatin, artinya: “Barangsiapa yang meminta-minta padahal dirinya mempunyai apa yang mencukupinya, maka berarti telah memperbanyak api neraka , Para shahabat bertanya,’Wahai Rasulullah, apa yang mencukupinya?’ Rasulullah SAW bersabda,’Dia mempunyai makanan yang mengenyangkan dia untuk sehari semalam’.”

Untuk mendapatkan pernyataan yang lebih kuantitatif, kiai mencoba melakukan perhitungan dari contoh tadi. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) konsumsi beras untuk penduduk Indonesia rata-rata per kapita per tahun adalah = 144 kg. “Jadi setiap orang Indonesia, kalau makan beras 1 tahun itu 144 kg, berarti kalau dibagi perhari, perhari perorang itu 0,39 kg atau dibulatkan 0,4 kilo atau 400 gram per orang per hari ini disebut cukup,” paparnya.

Berdasarkan perhitungan tersebut, menurutnya kriteria mampu berzakat fitrah adalah: mempunyai kelebihan dari kebutuhan beras untuk satu hari (sehari semalam), yaitu kelebihan dari 400 gram dikalikan jumlah anggota keluarga. Atau memiliki uang yang senilai. “Mungkin tidak punya beras sama sekali tapi punya tabungan 10 juta, masak tidak mengeluarkan zakat fitrah?” tanyanya.

“Jadi kalau punya uang senilai, berarti sudah cukup memenuhi kriteria membayar zakat fitrah,” tegasnya.

Kadar Zakat Fitrah

Kiai menjelaskan kadar zakat fitrah adalah 1 sha’ bahan makanan pokok dominan di suatu negeri (menurut jumhur ulama dari kalangan ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah). Kecuali menurut ulama Hanafiyah, kadar zakat fitrah adalah ½ sha’ gandum, atau 1 sha’ untuk bahan makanan selain gandum. 1 sha’ itu sama dengan 4 mud, tapi menurut madzab Hanafi cukup 2 mud atau ½ sha’. (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Ash Shiyam). “Tapi lebih kuat itu, 1 sha’ yaitu menurut ulama jumhur,” jelasnya.

Menurutnya, kadar 1 sha’ ini sudah tidak pakai lagi sekarang. “Maka butuh mengkonversi 1 sha’ (satuan volume atau takaran) ke satuan berat yang umum pada masa sekarang (misal kg),” tuturnya.

Berzakat Fitrah Dengan Uang

Kiai menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat (ada khilafiyah) dalam masalah ini. Mazhab Hanafi membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang yang senilai.”Misalnya dengan jika harga beras 10.000, maka bayarnya 25.000,” jelasnya.

“Tetapi menurut jumhur ulama(mayoritas ulama), yaitu mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, mereka mengatakan tidak membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dengan uang. Karena pendapat yang rajih (lebih kuat) adalah keluarkanlah zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok di negeri masing-masing. Kalau di Indonesia ya beras, bukan dikeluarkan dalam bentuk uang,” pungkasnya.[] Raras
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab