Tinta Media: Wakapolri
Tampilkan postingan dengan label Wakapolri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wakapolri. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 Agustus 2022

Islamofobia, Narasi Rezim Tutupi Borok Sistem Kapitalis


Tinta Media - Di tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja kepolisian baru-baru ini,  Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono kembali memberikan pernyataan, bahwasanya dalam lima tahun terakhir, terlebih saat memasuki tahun ajaran baru, dunia pendidikan khususnya di tingkat perguruan tinggi harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap kelompok radikal-terorisme. Karena menurutnya, kelompok tersebut mengajarkan paham agama yang salah dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, melalui legitimasi aksi kekerasan, berupa intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme.

Bahkan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyebutkan bahwa 23 persen mahasiswa terpapar radikalisme, anti-Pancasila dan setuju akan jihad dan pro-Khilafah. Hal ini direspon oleh beberapa perguruan tinggi agar paham-paham tersebut tidak masuk, dengan membuat program mitigasi pencegahan ke lingkungan kampus. Di sisi lain, masyarakat hingga kini mempertanyakan, benarkah kampus telah terpapar paham radikalisme, intoleransi, hingga terorisme?

Yang jelas, pernyataan para pemangku kebijakan tersebut telah mencederai hati umat Islam yang memiliki pemahaman lurus. Ini karena jihad dan khilafah merupakan ajaran Islam yang termaktub dalam berbagai kitab ulama. Radikalisme tersebut justru diarahkan pada ajaran Islam yang menghendaki agar Syariat Islam diterapkan secara keseluruhan (kaffah) dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 

Monsterisasi paham radikal dan terorisme yang masuk ke dunia pendidikan merupakan bentuk pengalihan isu akan kegagalan rezim dalam berbagai permasalahan besar bangsa, termasuk untuk menutupi kasus-kasus besar. Sebut saja masalah kenaikan harga sembako, BBM, korupsi yang terus merajalela tanpa solusi, hingga kasus mafia yang ada di tubuh Polri. Ini pola blow up opini dalam menutupi kepemimpinan rezim yang sejatinya tidak memiliki konsep bernegara yang kuat dan tangguh. Terlebih, rezim saat ini memang dibangun atas asas sekulerisme kapitalis yang diwariskan oleh kafir penjajah.

Sejatinya, isu radikalisme yang diarahkan kepada pemahaman Islam kaffah merupakan bentuk ketakutan mereka terhadap Islam jika dapat diterapkan sebagai sistem hidup dalam naungan khilafah. Maka untuk mencegah hal tersebut, mereka melakukan perang pemikiran. Salah satunya adalah melalui isu radikalisme yang disematkan pada paham Islam kaffah dan khilafah, agar muncul islamofobia di tengah masyarakat, termasuk kaum muslimin.

Melalui Islamofobia ini mereka berharap dapat menghadang kebangkitan Islam, karena hanya khilafah dengan penerapan Islam kaffah yang dapat menghentikan hegemoni penguasaan Barat kapitalis atas dunia Islam. Oleh karena itu, Barat memiliki proyek besar untuk menjaga kepentingan mereka agar tetap bisa menguasai dunia dengan ideologi kapitalismenya. Barat melakukan penjajahan gaya baru, baik melalui ekonomi ataupun politik, dan bahkan ideologi, untuk menguasai kekayaan negeri-negeri kaum muslim, termasuk Indonesia. Proyek besar tersebut adalah dengan memunculkan islamofobia terhadap masyarakat, bahkan umat Islam sendiri.

Salah satu sasaran yang ditohok oleh mereka adalah  dunia kampus, melalui penyebaran isu bahwa telah banyak kampus yang terpapar radikalisme. Hal ini merupakan upaya untuk memandulkan kampus sebagai produsen para pemikir, melalui pengerdilan fungsi kritis mahasiswa dan dosen terhadap berbagai permasalahan bangsa yang ditimbulkan oleh kebijakan penguasa yang kapitalistik.

Melalui framing radikalismelah insan kampus (mahasiswa dan dosen) akan dipaksa bungkam terhadap kezaliman yang terjadi dan diam dalam menyuarakan kebenaran. Berbagai tekanan berupa sanksi telah ditetapkan bagi yang terkatagori radikal, baik berupa sanksi akademik maupun sanksi hukum. Padahal sebagai kalangan intelektual dan agen perubahan, insan kampus terkhusus mahasiswa, seharusnya selalu yang terdepan dalam menentang kezaliman dan menyuarakan  kebenaran untuk kepentingan rakyat.

Framing dan tuduhan bahwa ajaran Islam kaffah merupakan penyebab radikalisme, perpecahan, dan sikap intoleran, tidaklah sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri dan tidak sesuai dengan fakta sejarah penerapan Islam kaffah selama belasan abad lamanya. Justru penerapan Islam kaffah terbukti dapat mewujudkan persatuan, perdamaian, dan kesejahteraan bagi muslim maupun nonmuslim, sesuai perintah syariat Allah.

Isu radikalisme yang diopinikan oleh banyak kalangan sangatlah kabur, sehingga jika dipandang sebagai persoalan bangsa ini, tentulah sangat prematur. Padahal, problematika yang ada di negeri ini begitu terpampang jelas menunjukkan krisis multidimensi yang sangat parah dalam berbagai lini kehidupan. Semua itu disebabkan karena tidak diterapkannya aturan Allah Swt.

Bukan hanya Indonesia yang mengalami krisis multidimensi, tetapi juga negeri-negeri lain yang tidak menerapkan Islam kaffah. Seluruhnya mengalami hal yang sama. Allah Swt. berfirman dalam QS Thaha: 124

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” 

Wallahualam bissawab.

Oleh: Thaqqiyuna Dewi S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media



Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab