Pengesahan UU Tak Libatkan Rakyat, MMC: Ini Wajah Asli Demokrasi
Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai pengesahan undang-undang yang tidak melibatkan rakyat bahkan terbukti merugikan sebagian masyarakat, sejatinya menunjukkan wajah asli sistem politik demokrasi yang abai terhadap kepentingan rakyat.
"Pengesahan undang-undang yang tidak melibatkan rakyat bahkan terbukti merugikan sebagian masyarakat dalam hal ini buruh, sejatinya menunjukkan wajah asli sistem politik demokrasi yang abai terhadap kepentingan rakyat," ulas narator MMC pada rubrik Serba-Serbi: Nasib Buruh Kian Mengenaskan, Perusahaan Diizinkan Potong Gaji Buruh 25%? di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (20/3/2023).
Menurutnya, sistem politik demokrasi yang berasaskan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, nyatanya hanyalah ilusi. "Kebijakan penguasa justru berpijak pada kepentingan para pemilik modal sebagaimana disahkannya undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja ini,” ujarnya.
Narator MMC mengungkapkan bahwa slogan sistem politik demokrasi yang sebenarnya adalah dari kapital oleh kapital dan untuk kapital. “Suara rakyat dalam demokrasi hanya dibutuhkan menjelang Pemilu semata. Sementara saat duduk ditampuk kekuasaan kebijakan-kebijakan atau rancangan undang-undang yang disahkan hanya untuk mengeksekusi kepentingan para pemilik modal,” paparnya.
Menurutnya rezim yang menjalankan sistem ini tidak benar-benar memihak pada rakyat. “Tak heran buruh dalam sistem demokrasi kapitalisme jauh dari kata sejahtera. Sistem ini telah nyata gagal menjamin dan melindungi hak-hak pekerja,” ujarnya.
Islam
Ia menjelaskan kondisi yang berbeda akan ditemukan dalam negara yang menerapkan syariat Islam, yaitu negara dalam Islam atau Khilafah. Khalifah, lanjutnya, yang bertanggung jawab memberi jaminan dan pelayanan kepada masing-masing individu rakyat berupa jaminan penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat.
“Dalam pandangan Islam negara adalah pelayan umat yang mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umat. Regulasi dan undang-undang yang dibuat tidak akan menyalahi syariat Islam yang berasal dari Al Khalik Al mudabir. Legalisasi hukum dalam sistem Islam dibuat sesuai ketentuan Islam dan tidak ada politik kepentingan. Tidak ada pula produk hukum yang dibuat berdasarkan kepentingan manusia,” urainya.
Narator juga menuturkan sistem ekonomi Islam menerapkan seperangkat aturan yang berkeadilan dari aturan kepemilikan hingga distribusi harta kepada rakyat. “Islam tidak mengenal kebebasan kepemilikan. Islam membolehkan kepemilikan harta dengan menjadikan halal haram sebagai standarnya,” tandasnya.
Selanjutnya narator memaparkan bagaimana pengaturan Islam terkait kepemilikan dan hubungan kerja antara buruh dan majikan. Rinciannya adalah sebagai berikut :
Pertama, tidak ada kebebasan bagi seseorang memiliki apa saja dengan cara apapun. Ia harus terikat dengan ketentuan Islam baik cara memperoleh harta maupun memanfaatkan harta tersebut.
Kedua, tidak mengenal kebebasan bekerja yang membolehkan setiap orang bekerja dalam hal apapun tanpa melihat halal haramnya. Islam hanya membolehkan setiap orang bekerja sesuai ketentuan syariat Islam.
Ketiga, perjanjian antara pengusaha dan buruh atau pekerja sepenuhnya tergantung pada kontrak kerja atau akad ijarah yang harus memenuhi Ridho Wal ikhtiar, sehingga perjanjian antara kedua belah pihak harus saling menguntungkan tidak boleh ada yang terzalimi.
Keempat, standar gaji buruh berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan pekerja, bukan living cost atau biaya hidup terendah. Karena itu tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para majikan.
Kelima, jika terjadi sengketa antara pekerja dan majikan terkait upah, maka pakar atau khubara-lah yang menentukan upah sepadan.
Keenam, pakar atau khubara ini dipilih kedua belah pihak. Jika masih bersengketa negara-lah yang memilih pakar tersebut dan memaksa kedua belah pihak untuk mengikuti keputusan pakar tersebut.
Ketujuh, negara tidak akan menetapkan upah minimum bagi buruh. Penetapan seperti ini tidak dibolehkan sebagaimana larangan menetapkan harga karena keduanya sama-sama kompensasi yang diterima seseorang dimana harga adalah kompensasi barang sedangkan upah adalah kompensasi jasa.
“Jadi hanya Khilafah-lah dengan aturan yang bersumber dari syariat saja yang mampu menjamin keadilan bagi buruh atau pekerja,” pungkasnya.[] Erlina