Tinta Media: Vivo
Tampilkan postingan dengan label Vivo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Vivo. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 September 2022

KURANG JAHAT APALAGI REZIM INI ? SELAIN NAIKAN HARGA BBM, REZIM INI JUGA MENUTUP CELAH RAKYAT MENDAPATKAN BBM MURAH DARI SPBU VIVO

Tinta Media - SPBU Vivo menurunkan harga BBM di tengah kenaikan harga BBM yang diumumkan pemerintah. Sebagaimana diketahui, Pertamina menaikan harga BBM jelis Pertalite, solar dan pertamax. Untuk BBM jenis Revvo 89 yang harga sebelumnya Rp9.290 per liter turun menjadi Rp8.900 per liter. Kemudian, Revvo 92 yang sebelumnya dijual Rp17.250 per liter menjadi Rp15.400 per liter. Lalu, untuk Revvo 95 menjadi Rp16.100 dari sebelumnya Rp18.250.

Wajar saja, masyarakat banyak yang menyerbu SPBU Vivo untuk mendapatkan harga BBM yang lebih murah dibandingkan di SPBU pertamina. Harga BBM Vivo lebih rendah ketimbang Pertamina yang menjual pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10 ribu per liter, solar subsidi dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter dan pertamax dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.

Sayangnya, bukan membiarkan Vivo tetap menjual BBM lebih murah. Pemerintah malah 'menekan' Vivo agar menjual BBM disesuaikan dengan perubahan harga BBM Pertamina.

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pihak Vivo akan segera menyesuaikan harga BBM murah di Indonesia.

"Iya, saya sudah ada komunikasi dengan ditjen migasnya. Nanti mereka menyesuaikanlah, harganya berapa tetap dari mereka tapi mereka akan menyesuaikan dengan kondisi saat ini," ujar Tutuka kepada media CNNIndonesia.com, Minggu (4/9).

Bukan hanya intervensi ke Vivo, bahkan ESDM seperti mengambil alih peran jubir Vivo. Menurut ESDM, harga BBM Vivo yang turun di tengah kenaikan harga BBM Pertamina disebabkan oleh niat Vivo yang ingin menghabiskan stok bahan bakar jenis Ron-89 mereka, yakni Revvo 89.

Wow, unik. Semestinya penjelasan ini keluar dari Vivo, bukan diambil alih oleh ESDM. Bukan hanya itu, ESDM juga sampai 'intervensi' judul berita di CNN.

Sebelumnya, berita yang diterbitkan CNN berjudul *'Kementerian ESDM Perintahkan Vivo segera naikan harga BBM'.* Namun kemudian diubah menjadi *'Dirjen ESDM Ungkap Vivo akan Sesuaikan Harga BBM'.* Diakhir berita, terdapat Catatan Redaksi: *Judul telah diganti setelah ada klarifikasi dari pihak Kementerian ESDM.*

Luar biasa jahat rezim ini. *Mereka bukan hanya menaikan harga BBM, tapi juga sekaligus menutup celah rakyat mendapatkan BBM lebih murah di SPBU Vivo.* Vivo akan menyesuaikan harga atas kenaikan yang dilakukan pemerintah, itu artinya harga BBM Vivo yang lebih murah akan menjadi seimbang dengan harga BBM Pertamina yang sudah dinaikan.

Ya Allah, kejam sekali rezim ini. Harga minyak dunia turun, wajar Vivo menurunkan harga BBM nya. Malaysia pada Agustus lalu juga telah menurunkan harga BBM. di Amerika, harga BBM juga sudah turun sejak Juli 2022.

Belanja konsumen di Amerika Serikat hampir tidak naik pada Juli 2022 seiring penurunan harga bensin. Inflasi bulanan AS melambat tajam, mengurangi kebutuhan The Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga 75 bps pada bulan depan. 

Disaat di beberapa negara harga BBM turun, Pemerintah malah menaikan harga BBM. Sudah gitu, swasta di intervensi agar ikut menaikan harga BBM. Kalau masih ada yang menyebut rezim ini baik, entah dimana dasar argumentasinya. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/


Selasa, 06 September 2022

Vivo Itu Disubsidikah?

Tinta Media - PT Pertamina merespons harga BBM Vivo yang turun di tengah kenaikan harga BBM Pertamina.

Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan hal tersebut tidak akan mempengaruhi penjualan Pertamina di tengah kenaikan harga. Sebab, jenis bahan bakar Vivo pun berbeda dengan Pertamina.

Menurutnya, Vivo, sama seperti perusahaan-perusahaan lain yang menjual BBM, masih harus mengikuti regulasi formulas batas atas dari Kementerian ESDM.

"BBM yang dijual oleh Vivo merupakan Jenis bahan bakar umum (JBU), sehingga masing-masing badan usaha yang menentukan harga ecerannya sesuai dengan formula batas atas yang ditentukan Kementerian ESDM," ujar Irto kepada CNNIndonesia.com, Minggu (4/9).

"Masyarakat mempunyai pilihan untuk membeli BBM JBU dari semua badan usaha," lanjutnya. 

Diketahui, SPBU Vivo menurunkan harga BBM di tengah kenaikan harga BBM Pertamina. Untuk BBM jenis Revvo 89 yang harga sebelumnya Rp9.290 per liter turun menjadi Rp8.900 per liter .

Kemudian, Revvo 92 yang sebelumnya dijual Rp17.250 per liter menjadi Rp15.400 per liter. Lalu, untuk Revvo 95 menjadi Rp16.100 dari sebelumnya Rp18.250. 

kualitas bensin dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Kualitas rendah dengan angka oktan 87.

2. Kualitas menengah dengan angka oktan 89-90.

3. Kualitas premium dengan angkat oktan 91-94.

Sebagai perbandingan, bensin Premium dari SPBU Pertamina memiliki nilai oktan atau RON (Research Octane Number) 88.

Pertalite memiliki angka oktan 90, sedangkan Revvo 89 dari SPBU Vivo nilai oktannya sebesar 89.

Artinya, nilai oktan Revvo 89 satu angka lebih rendah dibandingkan Pertalite. 

Lantas kenapa pemerintah seperti kebakaran jenggot dengan penetapan harga Revvo 89 yang jauh dari angka nilai pertalite 90 dengan selisih Rp 1.100,- 

Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji mengaku sudah ada pembicaraan dengan manajemen Vivo terkait hal tersebut.

"Dengan adanya penyesuaian harga Pertalite, Vivo akan menyesuaikan harganya segera," ujarnya, dikutip dari CNN Indonesia. 

Apalagi Vivo ini jelas perusahaan swasta yang tidak mendapat subsidi sekalipun. Tetapi mengapa mereka berani menurunkan harga Rp 8.900,-? Perlu kita bertanya, meskipun sebagian besar kita impor minyak, lantas kenapa Vivo berani dengan nilai segitu, sementara Pertamina jauh lebih mahal meskipun angka oktannya lebih baik? Berapa sebenarnya ongkos total produksi minyak "bersubsidi" itu menurut Pertamina?

Belakangan sebutan Pertalite sebagai BBM Bersubsidi pun dikritik oleh sebagian pengamat, karena dasarnya Pertalite bukanlah BBM bersubsidi. 

Kembali lagi pertanyaannya mengemuka, kenapa VIVO jauh lebih murah? Apakah ada yang mensubsidi mereka? Padahal sekali lagi mereka adalah perusahaan swasta. Saya rasa nih, Vivo tidak mungkin bakar uang, meskipun alasan yang kita dengar bahwa Vivo tengah menghabiskan stock Revvo 89 sehingga dijual murah.

Cengkeraman Kapitalisme tampak jelas dan nampak dari persaingan SPBU ini. Ini belum melibatkan Shell, Total dan sejumlah SPBU asing dan swasta di Indonesia, yang menjual BBM non-subsidi yang selisih harganya bisa jadi hanya Rp 1.000 dengan Pertamax.

Selain itu, penulis nampak masih berpikir apakah memang iya tambang minyak di Indonesia relatif sedikit? Atau jangan jangan riset dan inovasi kita untuk mencari ladang minyak lain dan energi terbarukan yang lainnya belum serius? Atau jangan jangan selama ini Kapitalisme mencengkeram nyata dalam urusan BBM di negeri ini!

Pada akhirnya, saya menyerukan agar pemerintah kembalikan harga BBM pada nilai yang paling murah dan dapat diakses oleh warga negara secara umum, ditambah meningkatkan kapasitas dan kualitas transportasi publik dan menjadi fasilitator dalam alur logistik kebutuhan masyarakat dengan aman, murah dan terjamin. Dan kita wajib berusaha menolak setiap kenaikan BBM yang berakibat menzalimi rakyat banyak!

Oleh: Rizqi Awal 
Pengamat Kebijakan Publik 


Saat Pertamina Naikkan BBM, Justru Vivo Turunkan Harga, Kenapa?

Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik Rizqi Awal mengkritik kenaikan harga BBM oleh Pertamina di saat BBM dari Vivo bisa dijual lebih murah. 

“Vivo ini jelas perusahaan swasta yang tidak mendapat subsidi sekalipun. Tetapi mengapa mereka berani menurunkan harga Rp8.900? Sementara Pertamina jauh lebih mahal,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (4/9/2022).

Diketahui SPBU Vivo menurunkan harga BBM di tengah kenaikan harga BBM Pertamina.
“Untuk BBM jenis Revvo 89 yang harga sebelumnya Rp9.290 per liter turun menjadi Rp8.900 per liter. Kemudian Revvo 92 sebelumnya dijual Rp17.250 per liter menjadi Rp15.400 per liter. Lalu Revvo 95 menjadi Rp16.100 dari sebelumnya Rp18.250,” ujarnya.

Rizqi menjelaskan bahwa kualitas bensin terbagi menjadi tiga, yaitu pertama, kualitas rendah dengan angka oktan 87. Kedua, kualitas menengah dengan angka oktan 89-90. Ketiga, kualitas premium dengan angka oktan 91-94. “Sebagai perbandingan, bensin Premium dari SPBU Pertamina memiliki nilai oktan atau RON (Research Octane Number) 88, Pertalite memiliki angka oktan 90, sedangkan Revvo 89 dari SPBU Vivo nilai oktannya sebesar 89. Artinya nilai oktan Revvo 89 satu angka lebih rendah dibandingkan Pertalite,” jelasnya.

Ia merasa heran atas keberanian Vivo menurunkan harga, sementara Pertamina jauh lebih mahal meskipun angka oktannya lebih baik. 

“Perlu kita bertanya, meskipun sebagian besar kita impor minyak, lantas kenapa Vivo berani dengan nilai segitu, sementara Pertamina jauh lebih mahal meskipun angka oktannya lebih baik? Berapa sebenarnya ongkos total produksi minyak 'bersubsidi' itu menurut Pertamina?” urainya.

Kembali ia mengemukakan pertanyaan atas harga Vivo yang lebih murah. “Kenapa Vivo jauh lebih murah?” tanyanya.

Menurutnya Vivo memiliki alasan kuat atas penetapan harga ini. “Apakah ada yang menyubsidi mereka? Padahal sekali lagi, mereka adalah perusahaan swasta. Tidak mungkin Vivo bakar uang meskipun alasan yang kita dengar bahwa Vivo tengah menghabiskan stok Revvo 89 sehingga dijual murah,” tuturnya.

Terkait penetapan harga Revvo 89 yang dijual jauh dari nilai angka pertalite 90 dengan selisih Rp1.100, menurut Rizqi hal ini membuat pemerintah kebakaran jenggot, terbukti telah ada pembicaraan antara Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji dengan manajemen Vivo terkait hal ini. 

“Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji bahwa dengan adanya penyesuaian harga Pertalite, maka Vivo akan segera menyesuaikan harganya,” ujarnya.

Ia menilai cengkeraman kapitalisme tampak jelas dari persaingan SPBU ini. “Ini belum melibatkan Shell, Total dan sejumlah SPBU asing dan swasta di Indonesia yang menjual BBM non-subsidi dengan selisih harga hanya Rp1.000 dengan Pertamax,” ujarnya.

Ia pun mengungkapkan beberapa pertanyaan terkait persaingan SPBU ini. “Apakah memang betul tambang minyak di Indonesia relatif sedikit? Atau jangan-jangan riset dan inovasi kita untuk mencari ladang minyak lain dan energi terbarukan yang alinnya belum serius? Atau jangan-jangan selama ini cengkeraman kapitalisme nyata dalam urusan BBM di negeri ini,” ungkapnya.

Pada akhirnya ia menyerukan kepada pemerintah untuk mengembalikan harga BBM di nilai yang paling murah dan mudah diakses warga negara secara umum dan meminta kepada warga negara untuk menolak setiap kenaikan BBM yang menzalimi rakyat banyak.

“Pemerintah juga harus meningkatkan kapasitas dan kualitas transportasi publik dan menjadi fasilitator dalam alur logistik kebutuhan masyarakat, dengan aman, murah dan terjamin,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab