Tinta Media: Viral
Tampilkan postingan dengan label Viral. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Viral. Tampilkan semua postingan

Minggu, 08 September 2024

Viral, Tren ' Family is Scary', Buah Penerapan Sistem Kapitalisme.



Tinta Media - Dunia maya seakan tidak pernah sepi dari berbagai tren yang terus berganti. Setelah Marrie is Scary (Menikah itu Menakutkan), ternyata ada yang lebih mengerikan yaitu Family is Scary (Keluarga itu Menakutkan). Hal ini dibuktikan dari berbagai fakta yang terjadi dalam setiap harinya.

Dilansir Dari Prokal.co (24/8/2024), Teganya seorang anak kandung (AR) membunuh ibu (Hj RK) hingga meninggal dunia dengan melakukan penebasan pada leher menggunakan parang. Berbeda dengan di Pontianak, di hari yang sama pula, ibu tiri IF (24) melakukan pembunuhan terhadap anaknya NAA (6). Mirisnya, sebelum dibunuh, sang anak dimasukkan ke dalam karung untuk disiksa. Apalagi, NAA (6) sudah dikabarkan hilang 1 pekan yang lalu. Hal keji ini dilakukan dengan motif cemburu terhadap suaminya karena tidak perhatian kepada pelaku ketika hamil.

Berlanjut masih di hari yang sama, dilansir dari Metrotvnews (24/8/2024), warga Desa Kasugengan Kidul Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon K (22), tega menghabisi nyawa ayah kandungnya, yaitu J (52) dan melukai adik perempuannya.
Mulanya, K melakukan penganiayaan terhadap adiknya belum diketahui. Alasannya, sang adik melaporkan hal tersebut kepada orang tuanya, yaitu J (52). Sang ayah mencoba menengahi masalah keduannya. Namun, K tidak bisa menerima masukan sang ayah, malah menusuk  dengan pisau dapur pada bagian kiri sebanyak tiga tusukan hingga membuat nyawa J tidak tertolong, sedangkan adiknya harus mendapat penanganan medis.

Sungguh miris, di dalam keluarga yang seharusnya terdapat kehangatan, kenyamanan, keamanan, hari ini tidak dapat dirasakan.

Sungguh, family is scary adalah fenomena yang krusial untuk segera diatasi mengingat hari ini banyak keluarga menjadi sangat menakutkan bagi keamanan diri sendiri. Tidak ada yang bisa menjamin kapan keluarga yang harmonis bisa berubah menjadi sangat menakutkan. Terlebih, tiga pelaku di atas adalah dari generasi pemuda yang harusnya membawa energi baru, masa depan baru, perubahan keluarga yang lebih cerah. Namun, ini malah menjadi salah satu oknum yang menghancurkan keluargannya sendiri di tengah proyek pemerintah menuju generasi emas 2045 yang nyatanya semakin hari semakin mengerikan perubahannya. 

Bukankah keluarga adalah sekolah pertama bagi manusia?
Memang, keluarga amatlah penting dalam hidup kita karena di sanalah kehidupan baru bermula, mulai dari harapan, keyakinan, pendidikan, hingga cita-cita. 

Apalagi, keluarga merupakan hal yang selalu kita perlukan, terutama dalam keadaan kepayahan. Merekalah yang merawat ketika kita dalam kondisi sakit, yang mendengarkan segala cerita random kita, yang menyemangati ketika berada dalam kondisi terpuruk, yang memberikan dorongan agar kita berhasil meraih cita-cita keinginan.

Namun, semua itu terenggut dan sirna karena penerapan sekulerisme kapitalisme hari ini yang keberadaannya telah membuat hubungan keluarga kalah dengan materi. Bahkan, saking capek mengejarnya, mereka merasakan dunia sangat pahit dan pelit, emosi menjadi meledak-ledak hingga lupa masih punya hubungan dengan keluarga. Tak jarang mereka memukul, menyiksa, bahkan membunuh sosok-sosok penting dalam hidup karena dipandang tidak bermanfaat, tidak bisa menghasilkan uang, apalagi penghargaan dan pujian. Keluarga hanya dianggap menambah beban kehidupan.

Alhasil, dalam sistem kapitalisme yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, perbuatan-perbuatan tersebut amatlah wajar terjadi. Yang tercetak dalam sistem ini adalah manusia yang bersumbu pendek, menghalalakan beragam cara, dan sering ceroboh dalam mengambil keputusan masa depannya.

Namun, adanya fenomena family is scary ini sebenarnya juga tidak terlepas dari peran negara yeng telah memberlakukan sistem kapitalisme ini dalam semua lini kehidupan. Inilah sebab utama keluarga hari ini sangat rentan akan bunuh-membunuh. 

Negara sangat berperan dalam menghilangkan ataupun merusak hubungan antar anggota keluarga, karena sumber daya manusia dapat terlihat dari kualitas sistem pendidikan dari sebuah negara, baik kegagalan maupun keberhasilannya. Begitu juga kegagalan sistem ekonomi dan politiknya.

Apakah mungkin mengganti kembali dari tren 'family is scary' menjadi 'family is happy' lagi?
Akan sangat mungkin jika sistem kehidupan ini diganti dengan Islam. Hal ini dikarenakan Islam adalah rahmatan lil alamin. Tujuannya hanya satu, yaitu menghantarkan diri semakin dekat dengan-Nya. Pada akhirnya, negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh (kaffah) akan betul-betul menjadi raa'in (pelindung) bagi rakyat dan menjaga fungsi atau peran keluarga yang harmonis.

Pengaturan politik negara di semua lini kehidupan dengan sistem Islam inilah yang akan melahirkan beragam kebijakan, aturan yang mengikat bagi setiap individu yang hidup di dalamnya, baik sistem pendidikan berkualitas, berasas akidah, sehingga menjaga hubungan keluarga tetap harmonis. Ini karena Islam mengajarkan banyak hal, mulai dari menjaga lisan karena lidah adalah pedang, tutur kata memengaruhi kejiwaan secara individu maupun sosial.

Oleh karenanya, bahasa memiliki peran kuat dalam mempentuk pribadi seseorang.
Jauh sebelum ditemukan teori general semantik, Nabi Ibrahim telah mencontohkan kepada keturunannya untuk bertutur kata dengan baik. Sebagaimana doanya kepada Allah Swt. dalam terjemahan surat Asy Syuara ayat 84:

"Jadikanlah aku sebagai buah tutur yang baik di kalangan orang-orang (yang datang) kemudian."

Ketika marah, maka pendidikan Islam mengajari bagaimana meredamnya dari mulai diam, ganti posisi duduk, berwudhu, salat, bahkan nasihat.

Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

"Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga." (HR Ath-Thabrani). 

Tak hanya itu, sistem ekonomi dengan pengaturannya yang membagi harta dalam 3 pos kepemilikan membuat manusia yang hidup di dalamnya tersuasanakan untuk terus taat di setiap tempat. Mereka tidak khawatir setiap saat untuk mencari materi karena dapat dicover oleh negara bersama melimpahnya lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga pengaturan sosial akan mudah terkoordinir karena pribadi-pribadinya tenang dan menggunakan akalnya untuk melakukan keputusan yang tepat untuk masa depan.

Karena itu, memang negara bersistem Islam kaffahlah yang bisa memenangkan hati masyarakat untuk menuju kesejahteraan yang sebenarnya.
Wallahualam Bisawab.




Oleh : Wilda Nusva Lilasari S. M.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 15 Agustus 2023

"No Viral No Riayah"

Tinta Media - Ani Sumarni (52), warga Kampung Gempol, RT 06/RW 06, Desa Batukarut, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung, baru-baru ini dikabarkan menderita kanker usus, sehingga Pemerintah Kabupaten Bandung langsung gerak cepat menangani persoalan sosial dan ekonominya. Bantuan paket sembako diberikan kepada Ani Sumarni yang sedang terbaring sakit di rumahnya. 

Asep Hadian, selaku Camat Arjasari bersama dengan Dinas Sosial, langsung menangani masalah ini setelah sebelumnya mendapat informasi terkait persoalan sosial ekonomi yang dialami keluarga Ani Sumarni yang viral di media sosial. 

Setelah mengetahui keluhan Ani Sumarni, Bupati Bandung langsung menginstruksikan Dinas Sosial dan Camat Arjasari, untuk turun langsung ke lapangan membantu warga Kampung Gempol tersebut. Tiga paket sembako diberikan kepada keluarga Ani Sumarni sebagai bantuan dari Pemerintah Kabupaten Bandung, dan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Ani sumarni juga diketahui sudah menerima bantuan langsung tunai, dan sebelumnya dapat bantuan provinsi di saat pandemi Covid-19. 

Bahkan, Ani Sumarni dulu juga sempat mendapatkan bantuan dari PKH (Program Keluarga Harapan), tetapi sekarang tidak ada. Terlebih, suami Ani Sumarni yang seorang sopir, dikeluarkan dari perusahaan transportasi tempat dia bekerja karena sakit diabetes yang sudah delapan tahun diidapnya. Alhasil, keluarga Ani Sumarni tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.  

Sungguh sangat ironi. Seharusnya pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat tidak perlu menunggu untuk viral dulu di media sosial, sehingga terkesan hanya untuk pencitraan saja, karena takut dicap jelek oleh masyarakat. Sejatinya, pengurus setempat dari tingkat RT maupun RW, tentunya harus sudah mengetahui keadaan warga yang membutuhkan bantuan, sehingga pengurus setempat langsung melaporkan keadaan rakyat kepada pemerintah daerah. 

Tetapi pada kenyataannya, penanganan terhadap rakyat miskin, juga penanganan terhadap masalah yang terjadi di masyarakat, baik masalah ekonomi, kriminalitas, ditangani setelah viral di media sosial. Banyak rakyat miskin yang tidak terekspos oleh media, sehingga mereka terabaikan. 

Seharusnya negara menjamin hak-hak rakyat, sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Salah satu ayatnya menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Akan tetapi, pada kenyataannya pemerintah abai atas periayahan rakyatnya. 

Terkait program-program bantuan pemerintah yang digadang-gadang bisa mengurangi kemiskinan, seperti BLT, PKH dan lain-lain, ternyata program tersebut tidak menjadi solusi untuk mengurangi kemiskinan. Bahkan, bantuan-bantuan tersebut tidak merata, dan terkadang salah sasaran. Jika dicermati program ini selalu ada potensi untuk dikorupsi. 

Kemiskinan di tanah air pun semakin memburuk. Jumlah warga miskin semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Inilah bukti kegagalan sistem demokrasi kapitalis dalam neriayah rakyatnya. Padahal, menyejahterakan rakyat itu wajib. 

Islam sebagai ideologi yang sempurna telah mewajibkan negara untuk melindungi rakyat dan menjamin kehidupan mereka. Rakyat adalah amanah, wajib dijaga dan dilindungi, sebagaimana sabda Nabi saw. bahwa "Imam (khalifah) itu mengurusi rakyat dan akan dimintai pertanggung jawaban." 

Rasulullah sebagai kepala negara di Madinah, juga Khulafaurrasyidin, selain menerapkan hukum-hukum Allah juga diperintahkan untuk menjaga hak-hak kaum muslimin dan seluruh rakyat, untuk memjamin kebutuhan hidup mereka. Inilah pentingnya kepemimpinan dalam Islam, agar rakyat diriayah dengan benar, sehingga selain menegakan hukum-hukum Islam, juga menjaga hak-hak seluruh rakyatnya. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Enung Sopiah, Sahabat Tinta Media

Kamis, 18 Mei 2023

Perbaikan Jalan Menunggu Viral

Tinta Media - Jalan rusak parah di Lampung viral setelah konten kreator asal Kabupaten Lampung Timur bernama Bima Yudha Saputro mengkritik pembangunan kampung halamannya di TikTok. Bima menyebut Lampung tak kunjung maju karena banyak jalan yang rusak. Viral rusaknya jalan di Lampung berakhir dengan kunjungan Presiden Jokowi dan kucuran dana dari pusat. 

Pemerintah akan mengucurkan Rp800 miliar untuk memperbaiki 15 ruas jalan di Provinsi Lampung. Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemerintah akan mengambil alih perbaikan jalan yang rusak parah. Kebijakan pemerintah pusat untuk turun langsung memperbaiki jalan rusak di provinsi ini tidak lepas dari kritikan warga setempat yang sempat viral sebelumnya.

Data kondisi jalan dari Kementrian PUPR tahun 2021 di Provinsi Lampung panjang jalan nasional 1.292,21 km dengan kondisi baik 32,28 persen (430,06 km), sedang 60,61 persen (783,20 km), rusak ringan 4,38 persen (56,58 km) dan rusak berat 1,73 persen (22,37 km). (liputan6..com)

Sementara jalan provinsi dengan panjang 1.693.27 km 64,45 persen (1.091.24 km) dengan kondisi baik, sedang 11,60 ersen (196,40 km), rusak ringan 14,14 persen (293,44 km) dan rusak berat 9,81 persen (166,20 km). (liputan6..com)

Sedangkan jalan kabupaten sepanjang 14.669 km dengan kondisi baik hanya 33,80 persen (4.958 km), sedang 21,36 persen (3.133,54 km), rusak ringan , rusak ringan 14,14 persen (239,44 km) dan rusak berat 17,77 persen (2.607,07 km). (liputan6.com)

Infrastruktur Tanggung Jawab Pemerintah

Persoalan jalan, baik jalan nasional, jalan provinsi maupun jalan kabupaten sudah semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai pengelola. Kerusakan jalan di Provinsi Lampung sudah berlangsung lama menjadi bukti masih abainya pemerintah terhadap kondisi masyarakat. 

Permasalahan jalan rusak menunjukkan banyak hal, mulai dari abainya pemerintah daerah dan lemahnya pengawasan pemerintah. Mirisnya lagi, di tengah pembangunan yang dilakukan pemerintah besar-besaran di ibu kota negara baru (IKN), masih ada infrastruktur jalan nasional dan kabupaten yang rusak parah.

Fenomena ini membuktikan, pembangunan infrastruktur jalan nyatanya tidak memenuhi kebutuhan masyarakat sampai ke pelosok. Hal ini menunjukkan lalainya negara dalam membiayai pembangunan infrstruktur transportasi. Pasalnya, infrastruktur transportasi jalan yang rusak akan menghambat aktivitas masyarakat, bahkan sampai merugikan nyawa.

Dalam sistem demokrasi, pembangunan bisa dikatakan sebagai pencitraan saja. Seharusnya pemerintah peduli dengan kondisi masyarakat karena penguasa sebagai pelayan rakyat yang berkewajiban memenuhi kebutuhan rakyat, bukan mencari pencitraan pribadi.

Penguasa dan pencitraan merupakan kembar yang tak terpisahkan. Wajar saja metode viral di media sosial kini dipahami rakyat sebagai metode atensi dan solusi untuk menyelesaikan jalan rusak dari pemerintah. Sebab, kritikan jalan sudah lama dilayangkan oleh masyarakat, tetapi sayangnya tidak digubris oleh pmerintah. Barulah setelah viral, pemerintah pusat turun tangan menangani jalan yang rusak.

Semua ini membutikan bahwa lemahnya sistem pengurusan umat dalam sistem politik demokrasi. Kebijakan yang diberikan hanyalah atas keinginan dan kerakusan para kapitalis, bahkan hanya sebagai pencitraan pribadi saja.

Penerapan Infrastruktur dalam Sistem Islam

Berbeda dengan penerapan sistem Islam. Islam menjadikan penguasa sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebab, dalam Islam seorang penguasa atau pemimpin adalah sebagai pelindung bagi rakyat atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawabanya di hari kiamat kelak atas amanah yang dipegangnya.
Amanah penguasaan dalam Islam akan diberikan kepada individu yang berkompetensi dan komitmen tinggi. 

Pemimpin wajib mengurusi rakyat mulai dari sandang, pangan, dan papan. Selain itu, kebutuhan kolektif rakyat juga wajib terpenuhi, seperti keamanan, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya. Semuanya harus dipenuhi oleh negara.

Masalah infrastruktur jalan menjadi salah satu kebutuhan vital rakyat untuk melancarkan keperluan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Khalifah Umar bin Khatab adalah seorang pemimpin yang sangat memperhatikan kenyamanan dan keamanan jalan umum bagi rakyat.

Beliau pernah mengatakan, “Seandainya seekor keledai terperosok karena jalanan yang rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah Swt, mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?”

Dalam sistem Islam, setiap pembangunan sarana prasarana publik seperti jalan dilakukann untuk melayani kemasalahatan umat. Negara wajib menyediakan sarana jalan yang baik sesuai kebutuhan riil dengan kualitas baik dan gratis. Jalan tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi semata, sehingga mengabaikan pembangunan jalan di daerah-daerah yang tidak produktif. Namun, pada sistem Islam, semua sarana jalan baik jalan produktif maupun tidak produktif tetap dilakukan pembangunan yang sama. Pembangunan jalan dilakukan secara adil sampai ke pelosok-pelosok daerah karena jalan menjadi sarana publik yang menjadi tanggung jawab negara demi menjaga kemaslahatan rakyat.

Jalan seharusnya dipandang sebagai sarana yang penting untuk mempermudah perpindahan barang dan orang dalam aktivitas kehidupannya, seperti kepentingan ekonomi, pendidikan, silaturahmi, rekreasi, ataupun hal lain yang membuat semua aktivitas masyarakat menjadi nyaman dan aman, serta lancar.

Dengan tata kelola ekonomi dalam Islam, semua sumber daya alam di negeri ini dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur terbaik untuk rakyat. Islam memerintahkan negara untuk menyediakan anggaran mutlak dalam pembangunan infrastruktur, termasuk jalan. Ada tidaknya kekayaan negara, pembangunan infrastruktur jalan tetap harus dilakukan oleh negara. Hal ini karena ada aktivitas masyarakat yang melakukan perpindahan barang dan orang, serta menjaga kemaslahatan rakyat agar lancar, aman, dan nyaman. Hanya dengan sistem Islam masyarakat mendapatkan sarana jalan dengan kualitas terbaik dan secara gratis.

Oleh: Retno Jumilah
Aktivis Dakwah & Sahabat Tinta Media

Selasa, 16 Mei 2023

"Viral" Metode Mendapatkan Solusi dalam Demokrasi?

Tinta Media - Nama tiktoker Bima Yudho Saputro mencuat di media sosial, usai mengkritisi kondisi jalan rusak di Lampung. Meski kritikan tersebut sempat dilaporkan ke polisi oleh salah seorang advokat, tetapi polda Lampung menghentikan penyelidikan kasus Bima tersebut karena tidak ada unsur pidana. (CNNIndonesi, 06/05/2023). Hal ini merupakan suatu kewajaran dilakukan, mengingat memang banyak sekali jalan yang dilalui rakyat masih dalam kondisi rusak parah.

Pembuatan infrastruktur jalan adalah hajat hidup manusia yang harus diperhatikan oleh negara. Tidak hanya jalan lintas nasional yang menghubungkan antar provinsi saja yang diperhatikan, tetapi juga tingkat kabupaten, kecamatan, dan bahkan kampung sekalipun. Negara bertanggung jawab membangun infrastruktur jalan tersebut, di antaranya agar memperlancar gerak perekonomian suatu daerah dan juga meminimalisir penyebab kecelakaan lalu lintas akibat rusaknya jalan.

Banyak daerah yang masih buruk kondisi perekonomiannya akibat tidak terjangkau dari pusat perkotaan dan juga buruknya jalan menuju suatu daerah yang berpuluh tahun tidak mendapatkan perhatian. Bahkan, saat terjadi bencana alam seperti banjir, ada suatu daerah yang sulit memasok bantuan ke daerah tersebut sehingga penduduk tersebut terjebak kelaparan lantaran tidak ada akses jalan ke sana.

Inilah yang dikeluhkan warga Lampung, salah satunya bernama Ria 38 tahun. Ia mengatakan bahwa jalan di Lampung tengah tersebut sudah sepuluh tahun rusak dan belum diperbaiki. Begitu pun dengan pernyataan seorang supir mobil, yakni Hasan. Ia selalu mengangkut makanan pokok yang harus melewati jalan berlubang setiap hari. Jika tergenang air akibat hujan, maka mobil akan terguling jika tidak berhati-hati. 

Sebenarnya keluhan masyarakat terhadap jalan rusak bukan hanya terjadi pada masyarakat Lampung saja. Setiap daerah tidak luput dari jalan yang rusak. Bahkan, sudah sangat sering terjadi kecelakaan lalu lintas sampai merenggut nyawa. Ada juga jalan berlubang sampai-sampai ditanam pohon pisang. Hal itu dilakukan lantaran sulitnya rakyat mendapatkan empati atau respon cepat dari penguasa agar segera diperbaiki. 

Cara-cara seperti itu kadang bukan langkah awal, agar persoalan masyarakat segera berakhir dan mendapatkan solusi. Bahkan, sudah sering rakyat memberikan aspirasi, tetapi diabaikan berkali-kali, bahkan dibatasi dengan kawat berduri. 

Dari sini, mestinya kita bertambah sadar bahwa bukan demokrasi namanya apabila terdapat penguasa yang bertanggung jawab dan amanah terhadap kepemimpinannya. Sistem demokrasi ini memang membentuk individu yang berkuasa menjadi abai terhadap rakyat dan lebih mementingkan kesenangan anak istri dan memperkaya rumahnya. 

Tak jarang, pembuatan jalan ini diprioritaskan hanya untuk kepentingan para pejabat perekonomian pengusaha saja, seperti perbaiki jalan yang menghubungkan proyek tambang batu bara, emas, dan sebagainya. 

Selain itu, perbaikan jalan juga ditujukan untuk memperindah kota dan memuluskan jalan para wisatawan dengan alasan untuk memajukan perekonomian. Belum lagi ambisi para investor, baik asing maupun swasta yang mengambil alih pembangunan jalan tol sampai menggusur rumah warga. Padahal, fakta menyedihkan bahwa masuk jalan tol itu tidak bermodal gratisan.

Sayang sekali, jika diperhatikan, tidak ada keuntungan bagi rakyat biasa, apalagi yang hidupnya tinggal di pedesaan. Jalan batu runcing dan berlubang-lubang itu sudah biasa dirasakan. Inilah derita saat demokrasi dipertahankan. Demokrasi membuat ramah-tamah penguasa hanya pada musim pemilu saja. Setelah itu, rakyat dibiarkan hidup apa adanya, dengan kesabaran yang membaja menerima setiap kebijakan para penguasa, sekalipun merugikannya.

Sudah saatnya masyarakat tidak lagi beralasan menerima demokrasi dengan mengandalkan jargon "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". faktanya secara kontekstual jargon ini telah berubah menjadi "dari pengusaha, oleh pengusaha, dan untuk pengusaha". 

Ini terjadi karena pesta pemilihan penguasa dan pejabat dalam demokrasi ini tidak terlepas dari pengaruh sponsor, yakni para pengusaha yang mensuport dengan sejumlah harta sehingga terjadilah simbiosis mutualisme. Dengan demikian maka pesta pemilihan penguasa bukan untuk rakyat, melainkan untuk menjalin kongkalingkong penguasa dengan pengusaha.

Jika faktanya begini, maka bukan tidak mungkin saat rakyat mengalami kesulitan, misalnya dalam hal jalan yang rusak, perekonomian yang sulit, bangunan sekolah yang tidak layak, mahalnya biaya rumah sakit dan ribuan kesulitan lainnya yang membutuhkan perhatian negara, akan terjadi pengulangan pola yang sama, yakni menangis darah dulu, lalu "viral" baru diperhatikan. Karena sudah menjadi tabiatnya demokrasi bahwa "viral" seakan menjadi satu-satunya metode agar rakyat mendapatkan solusi. 

Demokrasi Bukan Solusi

Penulis mengajak mulai hari ini, mari memahami demokrasi ini sampai ke akar-akarnya. Jika ditelaah, maka demokrasi ini bukan hanya sekadar teknis pemilu saja. Namun, ia adalah sebuah sistem atau konsep politik yang lahir dari konflik sosial Eropa Barat yang bukan beragama Islam. 

Demokrasi juga lahir dari akidah sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan, serta memisahkan agama dengan politik. Sehingga, wajar setiap urusan politik yang tidak dituntun oleh cahaya agama Islam, maka akan mendatangkan kerusakan pada individu, masyarakat. Kebijakan yang dikeluarkan oleh negara selalu berujung ketidakadilan. 

Penguasa dalam sistem demokrasi memandang bahwa jabatannya hanya untuk menumpuk kekayaan, bukan mendekatkan diri pada rakyatnya. Misalnya, memiliki rumah mewah, kendaraan dinas, baju mewah, gorden mewah, dan fasilitas mewah dan lainnya. Bahkan, untuk tunjangan gorden para pejabat saja sampai menelan dana yang sangat fantastis. Sedangkan untuk dana infrastruktur lebih sedikit daripada dana tunjangan dan gaji para pejabat. 

Karena itu, wajar jika dikatakan bahwa dana untuk infrastruktur tidak mencukupi, sehingga mencari dana dari pihak swasta yang berujung pada komersialisasi dan privatisasi jalan publik. 

Sistem Islam, Metode Sahih untuk Mendapatkan Solusi

Berbeda dengan sistem Islam, amanah menjadi penguasa bukan dari rakyat, tetapi dari Allah Swt. Aturan yang diterapkan bukan dari akal manusia, tetapi dari Allah, Sang Pencipta. 

Dalam negara yang menerapkan sistem Islam, kesejahteraan rakyat sangat diperhatikan. Maka, setiap dana dari negara, akan disalurkan untuk kepentingan kemaslahatan rakyat. Jika uangnya dikorupsi, maka sama dengan pencurian.

Dalam Islam, hukum mencuri bukan dipenjara, tetapi potong tangan jika telah sampai nisabnya (lihat Al Ma'idah:38). Dengan demikian maka akan memberikan efek jera dan juga dapat menebus dosa. 

Jika kelalaian yang dilakukan penguasa, maka majlis umat (wakil rakyat) akan menjalankan fungsinya, yakni mengoreksi atau mengkritik penguasa. Yang jelas, penguasa dalam sistem Islam tidak antikritik.

Lihatlah kesederhanaan Khalifah Umar bin Khattab dalam mengarahkan pejabatnya. Sebagaimana kisah seorang pejabat pada masa Khalifah Umar bernama Mujasyi' bin Mas'ud. Saat Khalifah Umar mendengar bahwa Khadirah, istri Mujasyi' memperbaharui rumahnya, maka Khalifah Umar mengirimkan surat kepada Mujasyi' yang berbunyi: 

"Dari hamba Allah Amirul Mukminin kepadamu, Mujasyi' bin Mas'ud, semoga keselamatan terlimpah kepadamu. Adapun sesudahnya telah sampai berita kepadaku, bahwa Khadirah, istrimu memperbaharui rumahnya. Jika suratku ini telah sampai, maka janganlah kamu meletakkannya, sebelum kamu menurunkan gorden-gordennya."

Seketika itu juga Mujasyi' memerintahkan kepada kaumnya yang saat itu berada di dekatnya. Mereka diperintahkan bangkit dan mencabut gorden-gordennya dan melemparkannya ke tanah. Padahal, tidak ada yang salah pada istri Mujasyi'. Ia membeli dengan uang sendiri, halal dan hukumnya mubah dalam Islam. Hanya saja, pelajaran yang dapat kita ambil adalah Khalifah Umar ingin mengajarkan kesederhanaan hidup, tidak bermewah-mewah saat ada rakyatnya yang susah, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai bentuk kesulitan lainnya. 

Termasuk saat ada jalan yang rusak. Di kisah lain, Khalifah Umar menangis karena mendapatkan berita bahwa seekor hewan terperosok di salah satu jalan yang rusak. Lalu dengan cepat beliau memperbaikinya karena takut akan tanggung jawabnya di hadapan Allah Swt.

Penguasa seperti ini dibentuk oleh sistem Islam, bukan demokrasi. Sementara, demokrasi sampai hari kiamat pun tidak akan membawa kebaikan pada individu, masyarakat, dan negara karena lahir dari sistem thaghut yang menepis agama dalam mengurusi politik bernegara. 

Allah Swt. melarang untuk mengambil sistem thaghut sebagaimana firman Allah yang artinya, 

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Syaitan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. An Nisa : 60)

Walhasil, dalam sistem Islam tidak perlu menunggu "viral" dulu, baru diperbaiki. Akan tetapi, penguasa dalam sistem Islam diawasi oleh dua hal. Pertama ketakwaannya kepada Allah, kedua adanya majelis umat (wakil umat) yang senantiasa mengontrol kinerja penguasa agar tidak menyimpang dari hukum Islam atau melalaikan amanahnya. Bahkan, Khalifah Umar juga pernah mengapresiasi seorang yang telah berani menjawab saat Khalifah Umar bertanya, "Jika aku salah, maka dengan apa kalian akan mengoreksiku?" maka seseorang itu berkata "Dengan pedangku." Khalifah bukan menangkapnya, tetapi malah membenarkannya. Beginilah penguasa yang seharusnya dalam Islam.

Wallahu a'lam bi ash shawwab.[]

Oleh: Ismalisa, S.Pd.I 
Sahabat Tinta Media

Selasa, 10 Januari 2023

Hati-Hati, Jangan Terkecoh dengan "Viral"!

(Makin banyak perkara yang menjadi viral padahal sama sekali tak berguna bahkan tak bermakna sama sekali)

-Abu Zaid-

Tinta Media - Saya merasa prihatin dengan kondisi hidup kita akhir akhir ini yang makin kacau balau. Mayoritas manusia dipermainkan oleh kata viral. Seolah viral itu kunci sukses. Bahkan untuk perkara perkara yang nyaris tak berguna tak bermakna. Misalnya sekedar seorang yang bernyanyi dangdut dengan bunyi bunyi yang sama sekali tak bermakna. Bahkan sipenyanyi sendiri tidak tahu apa maknanya karena dia membuat bunyi bunyian itu secara asal saja. Sekedar iseng saja. Namun yang semacam itu kemudian viral sangat banyak.

Sesuatu yang remeh temeh kemudian viral disosmed maka akan segera disambut oleh media lain seperti televisi. Maka lahirlah artis dadakan. yang bisa mendapatkan endorse, iklan dll sehingga meraup pundi pundi rupiah begitu besar.

Muncullah fenomena dukun Samsudin dan pesulap merah. Muncul di penyanyi lagi tak bermakna. Muncul artis dadakan CFW dll. Sementara kita, kaum muslimin khususnya, hanya bengong menjadi penikmat ketidakjelasan, ketidakbermaknaan, kekacaubalauan ini. Sementara ribuan persoalan penting membelit kita sampai nyaris tak bisa bernapas tapi kita abaikan semacam kenaikan harga BBM, TDL, perilaku korup dan zholim para pejabat negara, pelecehan terhadap Islam dll yang terus menerus berkejaran menghantam kita hingga kita mati segan hidup pun tak mau.

Padahal Rasulullaah Saw telah mengingatkan hal ini agar kita tak terjebak dalam kekacauan ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ

“Sesungguhnya Allah meridhai tiga hal dan membenci tiga hal bagi kalian. Dia meridhai kalian untuk menyembah-Nya, dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, serta berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan tidak berpecah belah. Dia pun membenci tiga hal bagi kalian, menceritakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, banyak bertanya, dan membuang-buang harta.” (HR. Muslim no. 1715)

Maksudnya adalah perkataan yang tidak ada manfaat. Ini yang sering jadi bahan pembicaraan di warung kopi. Katanya ada berita seperti ini dan seperti itu. Namun asal usulnya tidak jelas.

Sebagaimana dinukil dari Ibnu Battol, Imam Malik berkata,

وَهُوَ الإَكْثَارُ مِنَ الكَلاَمِ وَالإِرْجَافِ، نَحْوُ قَوْلُ النَّاسِ: أَعْطَى فُلاَنٌ كَذَا وَمَنَعَ كَذَا، وَالخَوْضُ فِيْمَا لاَ يَعْنِى

“Banyak bicara dan menyebar berita yang membuat orang ketakutan. Seperti dengan mengatakan, “Si fulan memberi ini dan tidak mendapat ini.” Begitu pula maksudnya adalah menceburkan diri dalam sesuatu yang tidak manfaat.” (Syarh Ibn Battol, 12: 48)

Ibnu Hajar mengatakan bahwa yang dimaksud adalah,

حِكَايَة أَقَاوِيل النَّاس وَالْبَحْث عَنْهَا كَمَا يُقَال قَالَ فُلَان كَذَا وَقِيلَ عَنْهُ كَذَا مِمَّا يُكْرَه حِكَايَته عَنْهُ

“Menceritakan perkataan orang banyak, lalu membahasnya. Juga bisa dikatakan seperti seseorang berkata bahwa si fulan berkata seperti ini atau seperti itu dan sebenarnya hal itu tidak disukai sebagai bahan cerita.” (Fath Al-Bari, 11: 306-307)

Imam Nawawi menyatakan,

الْخَوْض فِي أَخْبَار النَّاس ، وَحِكَايَات مَا لَا يَعْنِي مِنْ أَحْوَالهمْ وَتَصَرُّفَاتهمْ

“Yang dimaksud adalah menceburkan diri dalam berita-berita yang dibicarakan orang, dalam hal yang tidak manfaat yang membicarakan aktivitas atau gerak-gerik orang lain.” (Syarh Shahih Muslim, 12: 11)

Faktanya kita sekarang begitu heboh untuk perkara perkara sepele alias remeh temeh. Bahkan perkara viral yang tak jelas sumbernya. Dan tidak berguna sama sekali. Kemudian energi kita tersedot ke sana begitu besar.

Larangan diatas sama dengan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meninggalkan hal yang diharamkan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara tanda kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no. 3976. Imam Nawawi menghasankan hadits ini dalam Al-Arba’in An-Nawawiyah)

Yuk kita tinggalkan segala perhatian pada banyak perkara tak berguna bahkan merusak khususnya yang biasa viral akhir akhir ini. Kita fokus pada perjuangan untuk membebaskan manusia dari penjajahan manusia dengan menerapkan Islam kaffah. Wallaahu a'lam.[]

Oleh: Ustaz Abu Zaid
Tabayyun Center 

Kamis, 10 November 2022

Perilaku Rusak Anak Berpangkal dari Sistem Sekulerisme Kapitalisme

Tinta Media - Berbagai perilaku rusak yang dilakukan oleh anak sebagaimana unggahan surat cinta anak SD dengan kata-kata vulgar, menurut narator Muslimah Media Center (MMC) akibat diterapkannya sistem sekularisme kapitalisme. 

"Fakta tersebut adalah dampak buruk sistem kehidupan saat ini. Mulai dari lemahnya peran pengasuhan, rusaknya sistem pendidikan hingga lemahnya kontrol negara atas sistem informasi. Semua itu berpangkal dari sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini," tuturnya dalam Serba-serbi MMC: Surat Cinta Anak SD Jadi Sorotan, Potret Gelap Anak Bawah Umur, Rabu (9/11/2022) melalui kanal Youtube Muslimah Media Center.

Menurutnya, sistem ini telah menyuburkan gaya hidup bebas tanpa aturan benar salah dan baik buruk dari agama. "Sekularisme menganggap bahwa agama harus ditinggalkan dalam berinteraksi sosial karena dianggap berisi dogma dan aturan-aturan yang mengekang," ujarnya. 

Narator mengatakan, sistem sekuler kapitalis memprioritaskan kesenangan duniawi dan modal. "Dengan paradigma ini, terciptalah suasana atau lingkungan yang mendukung kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sukanya bersenang-senang memuaskan nafsu birahi dan sejenisnya," ungkapnya.

Selain itu, katanya,  ada misi liberalisasi yang sistematis dan terorganisir yang sengaja dilakukan oleh orang-orang kafir barat untuk merusak moral generasi muda muslim. "Adapun misi liberalisasi tersebut adalah menanamkan paham liberalisme dan hedonisme yang membuat generasi berperilaku bebas dan kebablasan. Alhasil sistem pendidikan pergaulan pengasuhan anak hingga sistem informasi berjalan di bawah paradigma sekuler liberal yang didukung oleh negara," bebernya. 

Sistem Islam

Narator menilai hal ini berbeda apabila negara berada di bawah kepemimpinan islam yakni Khilafah Islamiyah. "Khilafah akan menjadikan ideologi Islam sebagai sandaran segala kebijakan dan aturan yang diterapkan di tengah masyarakat. Pendidikan Islam bertujuan untuk mencetak generasi bertakwa bukan hanya untuk menguasai ilmu dan pintar berteori, namun pengetahuan yang dimilikinya akan membangun pemahaman yang tercermin dalam amalnya keimanan menjadi pondasi perbuatannya," terangnya. 

Bahkan pendidikan Islam, ujar narator, menjadi instrumen pembentuk peradaban dan pandangan hidup suatu bangsa atau umat negara lain yang menjadi penanggung jawab utama. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, "Imam itu adalah pemimpin dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya." (Hadits Riwayat al-Bukhari)

Menurutnya, tanggung jawab negara dalam masalah pendidikan paling tidak meliputi tiga perkara. 

Pertama, menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan cukup baik jumlah maupun jenisnya. "Semua fasilitas tersebut harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan bisa didapatkan seluruh rakyat secara gratis," tuturnya. 

Kedua, negara wajib menyiapkan tenaga pengajar yang mumpuni. "Negara akan memuliakan guru dengan menjamin kesejahteraan para guru sehingga mereka optimal menjalankan amanahnya," ungkapnya. 

Ketiga, negara harus menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut. "Negara juga bertanggung jawab menjaga stabilitas dalam keluarga pada setiap warga negaranya. Negara akan memastikan penanggung jawab keluarga yakni Ayah atau suami Memiliki pekerjaan layak dan mendapat penghasilan yang mencukupi kebutuhan keluarganya," jelasnya. 

"Ketika suami atau ayah mampu memenuhi nafkah, istri tidak dituntut mencari nafkah dan akan memiliki waktu yang cukup untuk menjalankan peran utamanya sebagai ibu pendidik bagi putra-putrinya," tambahnya. 

Melalui pengurusan, pengasuhan, pendampingan dan pendidikan yang baik dari seorang ibu, narator menilai akan lahir generasi sholih dan sholihah yang siap menjalankan taklif sebagai generasi penerus.

"Untuk mencetak generasi tangguh, negara juga bertanggung jawab menerapkan sistem pergaulan Islam. Penerapan sistem pergaulan Islam akan membentengi generasi dari kerusakan. Negara tidak akan membiarkan pergaulan bebas antar laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Negara juga tidak akan membiarkan terbukanya aurat dan gerakan erotis yang merangsang syahwat. Negara harus memberikan sanksi kepada para pelanggar aturan langsung di tempat kejadian dan menempatkan para penegak hukum di setiap pelosok negeri. Keberadaan mereka di berbagai tempat akan memudahkan pencegahan pengawasan dan penyelesaian kemaksiatan seperti khalwat dan mempertontonkan aurat di depan umum," urainya. 

Narator juga mengatakan, pendidikan dalam keluarga dan sekolah harus sejalan dengan kehidupan nyata di masyarakat. Karenanya negara berkewajiban membangun masyarakat yang dinaungi suasana keimanan yang kuat serta diliputi kepedulian dan tanggung jawab menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar.

Pendidikan yang baik, menurut narator, juga tidak luput dari peran media massa yang ada. Pendidikan yang baik akan berfungsi optimal jika didukung kehadiran media massa yang produktif dan konstruktif. Hanya saja keberadaannya harus dipastikan tidak kontra produktif dengan tujuan pendidikan. Media massa harus mencerdaskan dan mengukuhkan tujuan pendidikan.

"Demikianlah hanya dalam sistem Khilafah kepribadian Mulia generasi akan terwujud nyata," pungkasnya.[] Evi
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab